Terkadang kita tidak sadar, bahwa memberikaan maaf ataupun meminta maaf itu, akan mempunyai dampak bagi diri kita sendiri. Misalnya, ketika kita melakukan kesalahan lalu meminta maaf, pasti kita akan merasakan kelegaan, ketenangan dan kedamaian. Diri ini tidak lagi diselimuti dendam. Seolah-olah beban yang selama ini ada di pundak telah hilang, bahkan berkurang. Begitu juga dengan pihak yang memberikan maaf. Pasti akan ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Ketenangan akan menyelimuti dirinya, menggeser berbagai amarah yang mungkin selama ini selalu ada dalam hati.
Setidaknya hal inilah yang dirasakan oleh para mantan pelaku peledakan dan korban bom, ketika saling memaafkan. Mereka meminta maaf dan memberikan maaf. Sebuah kondisi yang tentu memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Di depan media, di depan semua orang para pelaku peledakan ini meminta maaf kepada korban, keluarga korban dan seluruh masyarakat Indonesia. Sedangkan korban ledakan meski tubuhnya mengalami cacat seumur hidup, juga dengan penuh keiklasan memberikan maaf kepada para mantan pelaku peledakan bom itu.
Sadar atau tidak, saling memaafkan tidak hanya memberikan kedamaian bagi diri kita yang saling memaafkan, tapi juga memberikan aura positif bagi lingkungan sekitar kita. Dan aura positif itu adalah kedamaian. Kita bisa saling hidup berdampingan, saling menerima perbedaan satu dengan yang lainnya, saling menghargai dan saling tolong menolong. Hal seperti ini tidak akan terjadi jika di dalam hati masih menyimpan dendam. Karena dendam akan selalu mendorong amarah, yang berujung pada kebencian dan tindakan intoleran.
Saling memaafkan juga merupakan perilaku yang memanusiakan manusia. Memaafkan merupakan upaya untuk mempererat tali silaturahmi, dan memutus api permusuhan. Bahkan, agama apapun yang ada di dunia ini, juga menganjurkan untuk memperkuat tali silaturahmi. Dan dalam upaya memperkuat itu, diperlukan upaya untuk interaksi dan saling mengenal satu dengan yang lain. Pada titik inilah, kita dituntut untuk bisa saling mengerti dan menghargai perbedaan. Dan sejatinya, saling menghargai adalah bentuk keindahan negeri ini yang mungkin sulit ditemukan di negeri lain. Itulah yang disebut toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
Kedamaian dalam diri yang muncul setelah saling memaafkan ini, diharapkan akan memberikan energi positif bagi lingkungan sekitar. Dalam konteks ini, kebencian bahkan dendam yang muncul jelang perhelatan pilkada dan pilpres ini, diharapkan tidak terus memanas. Provokasi yang begitu masif di dunia maya, harus segera disudahi agar tidak menyebar ke dunia nyata. Mari belajar mengendalikan amarah agar tidak menyebar. Mari belajar introspeksi agar bisa saling memaafkan. Indonesia butuh generasi yang tenang, teduh, dan toleran. Bukan generasi yang mudah marah dan selalu menebar kebencian.