Mohon tunggu...
NurMila Rahmawati
NurMila Rahmawati Mohon Tunggu... -

Berusaha mencipta mimpi, mendaki lewat awan dan samudera, hingga bertemu langit...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mereka, Guru Kita...

26 Januari 2011   12:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:10 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1296043896868031703

Gambar diambil dari akmalahadirisza.wordpress.com

Bismillahirrahmanirrahim...

Ketika aku belajar lagi menulis sebuah cerita pendek. Berikut ada sedikit cerita, semoga bermanfaat.

Jika ada orang lain menganggap hidup kita sempurna, jika ada orang lain yang mengatakan bahwa kita selalu terhindar dari musibah, maka aku akan mengingat sebuah pepatah yang mengatakan bahwa rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri. Seringkali kita menganggap hidup orang lain lebih baik dari pada kita padahal sesungguhnya ada Sang Maha Adil yang telah mengatur segalanya, menempatkan karunia dan ujian menurut porsi yang paling harmonis. Sayangnya seringkali kita lena saudaraku. Segala apa yang tampak pada indra kita bisa saja hanyalah tipu daya agar kita lalai bersyukur. Allah mengajarkan bagaimana kita dapat ikhlas dan ridho menerima segala ketentuannya. Kalaupun di dunia terasa pahit maka yakinlah Allah akan mengganti di akhirat dengan yang lebih manis.

Suatu ketika berangkat kuliah, tampak dari dalam kaca jendela bis flash yang sedang aku tumpangi, seorang anak kecil berumur sekitar 7 tahun menunggui setumpuk koran di bawah tiang lampu merah yang menjulang. Badannya mungil, tangan-tangan ringkihnya menyeka buliran keringat yang menetes dari dahi. Tidak berapa lama kemudian, sebuah mobil BMW warna hitam membuka kaca jendela depan, memberi isyarat pada anak penjual koran tersebut untuk mengambilkan satu dagangannya, lalu sang anak mengangsurkan satu dari setumpuk koran yang sedari tadi tertata rapi di sampingnya. Sang pembeli memberikan satu lembar uang sepuluh ribu rupiah, karena lampu telah berwarna hijau, sang anak tidak sempat mengambilkan uang kembalian, dan si pembelipun mengisyaratkan untuk mengambil semua uang yang telah di berikannya. Seketika sang anak girang dan menunjukkan kepada temannya bahwa baru saja ia mendapatkan uang sepuluh ribu.

Menyaksikan sekelebat adegan tadi, mengingatkanku pada masa kecil. Seketika aku membayangkan bagaimana jika pada usia 7 tahun aku harus menjajakan koran di jalanan, bagaimana jika setiap hari aku harus bersahabat dengan asap knalpot dan debu yang beterbangan, bagaimana aku bisa memahami untung dan rugi dari sebuah perniagaan ketika usia belum lebih dari sepuluh tahun.

Bukankah kita di ajarkan untuk selalu dapat melihat ke bawah Saudaraku. Allah menciptakan harmoni yang akan selalu manusia pertanyakan, tetapi sebelum manusia ikhlas dan menerima maka dia tidak akan pernah mendapatkan jawabannya. Mungkin sang anak penjual koran memiliki masa kecil yang tidak lebih baik dari kita semua (baik menurut manusia belum tentu baik di mata Allah). Tapi tahukah, bahwa dia dapat menjadi inspirator, sekaligus motivator, bahkan guru yang mengajarkan kita betapa kehidupan ini di ciptakan beraneka ragam. Betapa kita di ingatkan untuk menyayangi sesama, saling merasakan duka, kesedihan, dan berbagi rizki serta kebahagiaan. Bukankah manusia di ciptakan untuk saling mengasihi dan berempati terhadap sesama, serta menolong jika ada yang kesusahan dan tertimpa musibah. Semoga kita bisa menjadi manusia yang senantiasa mampu mengambil hikmah dari setiap karunia maupun ujian yang di berikan Allah. Aminn…Semoga Allah melindungi kita semua^_^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun