Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Home Artikel Utama

5 Konsep Rumah Adat, Alternatif Rumah Tahan Panas dan Tantangan Arsitek Indonesia

23 Januari 2023   12:31 Diperbarui: 26 Januari 2023   17:52 2559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah adat Desa Adat Wologai, Ende, NTT. Foto: Kompas.com/Muhammad Irzal Adiakurnia

Membangun rumah itu bukan saja soal fisik bangunannya yang gagah dan megah, tapi lebih dari itu orang perlu pikirkan, apakah rumah itu menampilkan kesejukan dan kedamaian bagi penghuninya.

Sebagian besar manusia saat ini tengah memikirkan konsep rumah tahan panas dalam kaitannya dengan pemanasan global (global warming). Hubungan saling pengaruh dua tema itu tentu saja tidak bisa dipisahkan.

Dalam arah pemikiran menemukan konsep rumah tahan panas itulah, sebenarnya generasi muda saat ini ditantang untuk memiliki konsep-konsep inovatif yang menjawab tantangan global warming yang berdampak secara khusus pada model rumah kediaman yang ramah, aman dan tahan panas.

Demikian juga masyarakat Indonesia khususnya saat ini mungkin sudah menemukan model-model rumah yang elegan terasa sejuk tanpa perlu membutuhkan banyak AC.

Pilihan model bangunan rumah hemat energi dan tahan panas rupanya menjadi konsep rumah idaman manusia saat ini. Sebenarnya kriteria rumah untuk konteks Indonesia tidak hanya soal hemat energi dan tahan panas, tetapi juga soal konsep rumah anti gempa.

Dalam alur gagasan berpikir seperti itulah, saya coba mengangkat konsep rumah adat sebagai konsep alternatif rumah tahan panas. Tentu saja konsep rumah adat itu sangat beragam sesuai dengan adat dan budaya yang beraneka ragam di Indonesia.

Dalam tulisan ini, saya membahas konsep rumah adat daerah Ende sebagai alternatif rumah tahan panas. Dalam hal ini, saya tidak mau mengatakan bahwa hanya rumah adat Ende yang bagus sebagai konsep dasar untuk rumah tahan panas, tetapi yang pasti konsep rumah adat itu umumnya di Indonesia punya tendesi sebagai rumah tahan panas.


Pertanyaannya, seperti apa konsep dasar rumah adat Ende, sehingga bisa dikatakan rumah tahan panas? Rumah adat Ende dalam ulasan ini saya soroti dari rumah adat Suku Paumere di wilayah Kabupaten Ende, Flores, NTT.

5 konsep rumah adat, alternatif rumah tahan panas dan tantangan arsitek Indonesia | Dokumen pribadi oleh Inosensius I. Sigaze
5 konsep rumah adat, alternatif rumah tahan panas dan tantangan arsitek Indonesia | Dokumen pribadi oleh Inosensius I. Sigaze

Ada 5 konsep yang bisa merujuk pada alasan sebagai rumah alternatif rumah tahan panas:

1. Konsep panggung

Gagasan pertama yang menjadi ciri khas rumah adat umumnya di Flores itu adalah rumah panggung. Artinya rumah itu punya banyak tiang tergantung dari besarnya.

Ukuran rumah adat yang biasa, umumnya punya 9 tiang. Oleh karena konsep panggung, maka sudah pasti rumah itu punya kolong rumah dengan ketinggian yang berbeda-beda sesuai kesepakatan adat masing-masing.

Pada prinsipnya semakin tinggi tiangnya, maka rumah itu semakin sejuk, tetapi juga bisa saja tidak aman pada musim angin. Karena itu, sekalipun konsepnya panggung, rumah itu tidak akan lebih tinggi dari rumah yang dimiliki suku di Afrika yang dibangun di atas pohon dengan ketinggian 50 an meter.

Ketinggian 1 - 1,5 meter itu sudah menjadi standar normal yang sudah diperhitungkan terkait kekokohan dan unsur seni dari sebuah rumah adat.

Konsep panggung itu memberikan gambaran bahwa rumah itu menjadi sangat terbuka pada sirkulasi udara setiap hari. Oleh karena itu, umumnya rumah adat di Flores atau mungkin juga di seluruh Indonesia tidak pernah menggunakan Air Conditioner (AC).

Ya, konsep panggung itu sebenarnya konsep yang ramah dengan alam. Cuma sayangnya, bagi kaum akademisi  sampai dengan saat ini belum juga menemukan denyut ketertarikan yang inovatif dengan usaha coba memadukan antara konsep modern dan konsep rumah adat. 

Padahal kalau gagasan itu bisa direalisasikan, saya pikir itu akan menjadi kekayaan konsep rumah tahan panas yang ada di Indonesia. Mengapa demikian?

Di Eropa hampir tidak punya jenis rumah adat yang merupakan hasil dari imajinasi teknik modern dan budaya mereka. Ya, saya pernah melihat sebuah rumah di Hildesheim, Jerman yang semuanya terbuat dari kayu, memang sangat indah. Bahkan mirip juga bentuknya dengan rumah adat Toraja. 

2. Konsep cakar ayam dan sepatu rumah panggung

Konsep panggung itu tentu saja tidak terlepas dari ide untuk rumah tahan gempa. Nah, bagaimana caranya?

Tiang setinggi satu meter itu ditopang oleh sepatu yang dicor dengan konsep cakar ayam. Bentuk sepatunya ibarat sebuah pohon, pada bagian pangkalnya lebih besar dari posisi permukaan sepatu yang akan menjadi dasar di mana tiang itu diletakan.

Konsep seperti itu sudah terbukti sangat kuat bertahan. Tahun 1992 Flores dilanda gempa yang dahsyat dengan tingkat kerusakan rumah permanen yang tidak bisa dimengerti. Sementara itu, beberapa rumah panggung terlihat aman saja. Hal ini karena tiang kayu dan sistem kuda-kuda menjadi sangat fleksibel, jika ada goyangan.

Ya, sesuatu yang tidak dipikirkan oleh arsitek kampung, tapi terbukti mampu bertahan walau diterpa gempa 8,7 skala richter saat itu. Namun, pasca gempa muncul bantuan perumahan dari banyak Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dan sejak saat itu, konsep rumah panggung tidak dipedulikan lagi.

Penyumbang sudah punya konsep yang mesti diikuti, ya daripada tidak dapat bantuan, lebih baik mengikuti konsep berpikir LSM saat itu. Cuma sayangnya, apakah benar rumah permanen itu tahan panas dan tahan gempa?

Nah, konsep modern sering bablas oleh dua hal itu, antara tidak tahan panas dan tidak tahan gempa. Oleh karena itu, tantangan kreatif bagi arsitek Indonesia saat ini tentunya, apakah mungkin ada perpaduan konsep modern dan rumah adat dengan spesifikasi tahan panas dan juga tahan gempa?

3. Konsep atap rumah

Atap rumah adat di Flores umumnya tidak menggunakan bahan seng, tetapi bahan-bahan dari alam seperti alang-alang, ijuk dan mungkin juga daun kelapa.

Kenyataannya daun kelapa jarang dipakai, tetapi paling umum adalah perpaduan ijuk dan alang-alang. Lapisan pertama itu ijuk dan lapisan kedua adalah alang-alang.

Sistem atap seperti itu tidak akan pernah membuat orang kepanasan, meski suhu udara meningkat hingga lebih dari 40 derajat Celcius.

Kendala yang terlihat sebenarnya cuma berurusan dengan segi keterampilan atau seni dalam membangun atap rumah. Saya membayangkan jika saja konsep itu bisa dipadukan dengan keterampilan para seniman dari daerah lainnya, maka hasilnya akan jauh lebih maksimal, rapi dan menarik.

Pada prinsipnya, atap dengan lapisan material seperti ijuk dan alang-alang itu paling ngetop menjadikan rumah itu sejuk dan gak panas.

4. Konsep dinding dan lantai

Rumah adat seperti yang dimiliki suku Paumere punya konsep dinding yang unik dan lantai yang semuanya terbuat dari kayu. Susunan potongan kayu dengan posisi setengah terbuka itu menjadikan rumah itu sangat terbuka pada sirkulasi udara bebas.

Sedangkan pada bagian lainnya dinding itu dilapisi oleh satu jenis material dari hasil uji coba para leluhur sejak dulu kala dalam alur konteks perang suku.

Sejarah meninggalkan cerita kepada warga suku bahwa pada suatu masa orang-orang kampung menggunakan kulit pohon sukun sebagai lapisan tameng yang anti peluru.

Ya, kulit pohon sukun itu dikuliti dengan baik lalu dijemur sampai benar-benar menjadi kering. Dalam keadaan yang sungguh kering, kata orang-orangtua itu bahwa peluru pun tidak akan tembus.

Di zaman perang suku, pondok-pondok dan rumah panggung masyarakat adat selalu dibuat dengan lapisan dinding kulit pohon sukun, karena untuk melindungi dari serangan tiba-tiba dengan menggunakan senjata seperti sumpit, tombak dan lain sebagainya. Dan material itu benar-benar terbukti sangat kuat dan keras.

Tidak hanya soal itu daya tahannya terhadap bahaya senjata tajam, tetapi soal fungsi meredam panas itu tetap menjadi alasan yang dipilih  sebagai bahan dasar dinding yang kokoh pada rumah adat.

5. Konsep filosofi rumah adat

Tampak bahwa 4 konsep rumah adat itu selalu menjadi daya tarik sendiri, mengapa rumah adat itu tampak sejuk dan setiap orang yang berkunjung selalu senang berada di dalam rumah adat.

Saya pernah membawa tamu ke sana, setengah jam duduk di tangga rumah adat, seorang tamu langsung pejamkan mata, dan berkata jujur ingin tidur. Ya, yang terasa cuma kesejukannya.

Konsep yang satu ini tidak tampak, mungkin tidak akan diketahui oleh pengujung kalau tidak pernah dijelaskan oleh penduduk setempat. Jadi penasaran kan?

Nah, kesejukan dalam filosofi adat suku Paumere itu bukan karena semata-mata karena rumah panggung, punya dinding setengah terbuka, tetapi lebih dari itu kesejukan oleh karena perpaduan filosofi cara berpikir dan alam.

Perpaduan itu dinyatakan dalam menggunakan satu jenis kayu yang dinamakan kayu "Keta" atau sebutan bahasa Ende, "kaju Keta" Keta adalah kata bahasa Ende yang berarti dingin, sejuk. 

Rumah di wilayah Ende pedalaman semua pasti menggunakan jenis kayu itu sebagai tiang utamanya. Mengapa begitu? Hal ini karena yang paling dirindukan oleh manusia dari sebuah rumah adalah kesejukan atau "tidak panas".

Konsep itu bukan cuma dimengerti secara fisik, tetapi juga secara spiritual dan psikologis. Apa artinya sebuah rumah tampak megah berkaca, silau tapi panas luar biasa, sampai-sampai membuat penghuninya lebih senang bepergian, daripada berada di dalam rumah.

Nah, semua ini tentu saja menjadi tantangan bagi arsitek Indonesia, anak bangsa ini: Mampukah ada perpaduan konsep rumah adat dengan konsep modern dengan visi kesejukan atau tahan panas dan anti gempa?

Tulisan ini sekaligus memberikan perspektif kepada para peneliti dan para arsitek yang sedang mencari konsep rumah tahan panas. Cobalah jangan hanya tampilan megahnya yang diutamakan, tetapi juga tampilan yang lebih natur dan terhubung dengan budaya dan adat istiadat yang hidup di rahim negeri ini. 

Kemampuan mengakomodasi peradaban yang berbeda itu pasti menghasilkan tegangan yang menarik dan unik, ya sebuah arsitektur inovatif yang tahan panas, ramah lingkungan dan tahan gempa, siapa sangka perpaduan konsep itu akan menjadi rumah idaman masa depan orang-orang di belahan benua lainnya.

Salam berbagi, ino, 23.01.2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun