Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Gimana Sih Rasa dan Apa Manfaat Mi Daun Pepaya Itu?

27 Maret 2021   15:57 Diperbarui: 29 Maret 2021   12:47 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau saja, jenis makanan itu sehat dan berguna bagi kesehatan, mengapa orang tidak mengkonsumsinya? Kalau jenis makanan itu bisa dikreasi dengan jenis makanan lain yang membuat aroma dan rasa semakin segar dan sehat, ya mengapa orang tidak mencoba mengembangkannya?

Mi adalah jenis makanan instan, selalu gampang dan cepat saji. Mi termasuk satu makanan kesukaan saya. Meskipun di rumah kami jarang sekali makan mi. Mungkin karena saya sering tinggal jauh dari keluarga alias sering mengalami nasib anak kos, sehingga mi adalah "dewa penyelamat" saat lapar. Kan cuma butuh waktu 5 menit untuk masak air dan setelah itu disiram atau dipanasin lagi, sehingga lebih hangat dan masak. 

Jujur ni, saya sudah begitu sering masak mi, namun saya tidak pernah membaca bagaimana cara memasak mi sesuai petunjuk yang ditulis pada bungkusan Mi. Baru setelah saya di Jerman, petunjuk masak mi menjadi penting dan dibaca. 

Mi yang saya maksudkan dalam ulasan ini adalah mi Asia dan beberapa jenis mi lainnya, yang mana di dalamnya sudah ada campuran bumbu dan ada bungkusan minyak. Suatu hari saya mengajak teman serumah untuk makan mi buatan saya. 

Waktu itu, kebetulan sekali saya mendapatkan kiriman daun pepaya yang sudah digoreng bersama dengan ikan kecil oleh seorang oma dari Yogyakarta yang sudah lama tinggal di Hoechst Frankfurt. 

Sebelum liburan ke Indonesia, saya ditanyakan mau pesan apa. Saya hanya mengatakan, "Kalau memang di Yogjakarta ada daun pepaya, bawain saya daun pepaya ya bu." Pesan daun pepaya itu, akhirnya benar dibawakan, bahkan saya terkejut karena sudah langsung dimasak dengan gaya dan cara kesukaan saya. 

Hal yang menyenangkan saya, bahwa setiap kali mereka ke Indonesia, mereka selalu membawa daun pepaya untuk saya. Bagi saya kado daun pepaya itu begitu istimewa lho. Mengapa? Tentu dong saya punya beberapa alasan:

1. Ingatan akan cara orang desa mempertahan diri dari serangan Malaria

Ingatan akan kebiasaan ibu yang tidak punya wawasan pendidikan kesehatan yang cukup, maklum ibu adalah generasi awal Indonesia merdeka. Mungkin juga suasana pahit oleh karena penjajahan dan kemiskinan yang mengharuskan mereka makan daun pepaya. Entahlah, yang pasti bahwa keluarga saya sangat senang makan daun pepaya. 

Teori yang sampai saat ini penuh misteri adalah bahwa orang-orang di desa saya percaya bahwa daun pepaya adalah obat anti malaria. Pada tahun 1980-an, Flores secara umum dan secara khusus di tempat saya merupakan tempat yang sangat rentan terkena malaria. Saya pernah mengalami itu. 

Malaria itu memang sangat tidak enak. Kalau diminta untuk pilih mana, malaria atau daun pepaya, pasti dong saya memilih daun pepaya. Itulah alasannya mengapa saya terbiasa makan daun pepaya. Ingatan seperti itu selalu kembali, ya termasuk ketika sudah di Jerman. Saya rindu makan daun pepaya Flores, masakan ibu saya. Tapi, ibu saya tidak pernah masak mi daun pepaya dulunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun