Mohon tunggu...
Inggritia SafitriM
Inggritia SafitriM Mohon Tunggu... Akuntan - M.Si (cand) Islamic Economic & Finance - Indonesia University

I am a student who dedicated professionals interested primarily in Islamic Economics and Finance, Accounting, and Human Resource Development. I am a kind of Inspirative student with high responsibility, technical skill, and ability to learn the concept and solve the problem quickly. I'm working as an accountant in a dynamic consulting firm specializing in Islamic Economics and Finance supported by professional people working full time named KARIM Consulting Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Alternatif Motif Ekonomi Islam dalam Sinergitas Zakat dan Pajak

3 November 2019   15:03 Diperbarui: 3 November 2019   15:11 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kesejahteraan rakyat merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan ideal sebuah negara. Kesejahteraan rakyat tercermin dalam citra pemimpin yang memberikan hak dan kewajiban kepada rakyatnya secara adil. Upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat salah satunya adalah dengan merasakan kegiatan ekonomi yang sejahtera dan dirasakan diseluruh lini masyarakat. Jika kesenjangan sudah tidak lagi dirasakan oleh masyarakat kaya dan miskin atau setidaknya sudah tidak lagu mendekati kesenjangan tersebut, maka suatu negara dapat dikatakan sebagai negara yang sejahtera.

Kegiatan untuk meningkatkan keberlangsungan kesejahteraan rakyat yang dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah pembaharuan dalam kebijakan ekonomi, salah satunya kebijakan fiskal. Pemerintah terus berusaha untuk mengelola keuangan publik, tentang cara-cara memperoleh sumber pembelanjaan dan pendapatan untuk negara, untuk penggunaan jangka panjang. Instrumen pajak memiliki peluang besar sebagai sumber pendapatan negara, khususnya Indonesia. Pada Bulan Agustus 2019, tercatat penerimaan pajak mencapai Rp 801,02 Triliun atau 50,78%  dari target APBN 2019 yang sebesar 1.577,6 Triliun. Hal ini terus diupayakan oleh pemerintah dalam rangka menggerakkan pertumbuhan ekonomi.

Selain pajak, zakat juga memiliki potensi besar yang bisa dimaksimalkan, karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Potensi zakat dapat dimaksimalkan hingga mencapai angka Rp 252 Triliun. Zakat juga bisa menjadi salah satu indikator dalam penggerak pertumbuhan ekonomi, terutama dalam pengentasan kemisikinan, hingga mendorong Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Kedua instrumen ini memiliki tantangan tersendiri dalam memaksimalkannya, tidak heran jika pemerintah juga sedikit kesulitan dalam mengumpulkan sumber pendapatan ini dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kewajiban menbayar pajak dan zakat sehingga masyarakat menganggap seakan-akan membayar double tax dalam setahun.

Jika kita melihat dalam perspektif ekonomi konvensional, kewajiban pajak menjadi suatu fenomena yang rasional bagi masyarakat pada umumnya, karena masyarakat juga ikut merasakan fasilitas yang dimiliki oleh negara karena adanya pendapatan pajak. Sedangkan zakat, merupakan kewajiban masyarakat muslim untuk memenuhi kelima rukun islam yang sempurna. Jika potensi ini digabungkan, secara realitas seharusnya keenjangan ekonomi bisa dikatakan tidak ada, namun keadaannya sekarang, menurut Badan Pusat Statistik per Maret 2019 penduduk miskin di Indonesia masih berkisar 25,14 juta, atau sekitar 9,41%.

Pajak dan Zakat seharusnya bisa bersinergi menjadi sumber utama pendapatan negara dan mengurangi kesenjangan sehingga angka kemiskinan yang terjadi di Indonesia semakin menurun. Hal tersebut jika dikaitkan dengan Pareto Optimal, ketika Indonesia menetapkan kebijakan kewajiban dalam membayar pajak, hingga memberikan tax amnesty, hal ini tidak Pareto Optimal. Selain itu, ketika Indonesia berkewajiban membayar keduanya, yaitu zakat dan pajak, hal ini juga tidak memberikan Pareto Optimal. Sehingga masih terdapat ketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat enggan membayar zakat dan pajak. Hal ini bedampak pada pendapatan negara untuk melakukan kegiatan infrastruktur, salah satunya. Proyek yang digarap oleh pemerintah akan terhambat jika kedua sumber tersebut juga terhambat.

Padahal, kedua instrumen ini sudah dipraktekkan dalam kehidupan ekonomi Rasulullah Shalllahu'alaihi wasallam dan para sahabat. Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan atau pun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan dengan gotong royong dan penuh sukarela. Namun situasi berubah setelah turunnya surat An Anfal (Rampasan Perang) pada tahun kedua Hijriyah, dalam ayat tersebut Allah menentukan tata cara pembagian harta ghanimah. Pada tahun kedua hijriyah, setelah keuangan Madinah stabil, Allah mewajibkan kaum muslimin membayar zakat fitrah setiap bulan ramadhan. Setelah itu, Allah mewajibkan zakat mal (harta) pada tahun kesembilan Hijriyah.

Pada tahun ketujuh Hijriyah, kaum muslimin berhasil menguasai penduduk Khaibar, dan Rasulullah Shalllahu'alaihi wasallam membagi tanah Khaibar untuk keperluan paradelegasi, tamu, dan lain-lain, dan setengah bagian lagi didistribusikan untuk 1.400 tentara dan 200 penunggang kuda. Pada masa pemerintahannya, Rasulullah menerapkan jizyah (pajak tanah), yakni pajak dibebankan kepada orang-orang non muslim, khususnya ahli kitab, sebagai jaminan perlindungan harta milik, jiwa, kebebasan menjalankan ibadah, serta pengecualian dari wajib militer. Lebih jauh, Abu Yusuf menekankan bahwa metode penetapan pajak secara proporsional dapat meningkatkan pendapatan negara dari pajak tanah dan, disisi lain, mendorong para etani untuk meningkatkan produksinya. Oleh karena itu Abu Yusuf sangat merekomendasikan penyediaan fasilitas infrastuktur bagi para petani.

Indonesia salah satu negara yang berpotensi besar dalam mengembangkan infrastruktur. Tentu seperti yang dijelaskan diatas, pendapatan kedua instrumen diatas masih belum memberikan pareto optimal, tidak hanya memberikan keuntungan untuk masyarakat, apalagi mengurangi kesenjangan, namun juga tidak memberikan keuntungan untuk pemerintah, dan malah proyek-proyek yang digarap pemerintah tidak akan selesai dalam jangka waktu yang ditentukan.

Namun menurut Adiwarman A Karim, salah satu praktisi ekonomi syariah di Indonesia, telah mengamati fenomena ini selama beberapa tahun. Menurut Beliau, untuk mencapai pareto optimal diperlukan peran 'amal' dalam menyeimbangkan sinergi antara pajak dan zakat, sebagai alternatif ekonomi untuk mengembangkan perekonomian di Indonesia. Kontribusi seseorang dalam beramal bukanlah suatu hal yang rasional dalam ilmu ekonomi, begitu juga tidak berdampak besar terhadap pendapatan negara, seperti kenaikan GDP. Namun menurut Beliau, charity bisa menjadi alternatif dan menjadi peran utama dalam sumber pendapatan untuk proyek pemerintah. Jadi, sesuai dengan kepemimpinan Rasulullah ketika membangun perekonomian di Madinah, dimana masyarkat melakukan tugas negara secara gotong royong dan sukarela, diharapkan pemerintah dalam menjalankan kegiatan proyek ataupun infrastruktur, bisa melakukan konsep ini terlebih dahulu, sehingga akan memberikan dampak positif terhadap investor juga turut berpartisipasi dalam menjalankan proyek pemerintah.

Hal ini tentu akan menjadi tidak berarti jika tidak ada tranparansi dari pemerintah. Konsep ini diharapkan dapat berjalan dengan syarat bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam pengaturan proyek secara transparan, dimulai dari input, proses, dan juga output. Sehingga pemerintah dapat saling bekerja sama dengan memiliki seed capital, memberikan sinyal positif terhadap kualitas proyek untuk diminati oleh investor.

Semakin banyak peran pemerintah dan investor untuk memberikan kontribusi terhadap seed capital, semakin banyak proyek yang nantinya akan mendapat dukungan untuk pengembangan infrastruktur dan juga sebagai salah satu pengembangan perekonomian di Indonesia. Jadi konsep ini merupakan salah satu upaya yang dijadikan sebagai alternatif dalam mendukung sinergitas pajak dan zakat yang masih menjadi tantangan hingga saat ini dalam memaksimalkan potensinya masing-masing, jadi diperlukan extra effort dari pemerintah untuk mendapatkan sumber pendapatan negara dengan memberikan peran terhadap konsep ekonomi dan keuangan islam  untuk perekonomian negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun