Mohon tunggu...
Inggrid Silitonga
Inggrid Silitonga Mohon Tunggu... -

Email : istunjukbintang@gmail.com,\r\nFacebook : Inggrid Silitonga (Ing's)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buruh Masih Berjuang!

2 Mei 2013   11:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:15 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Saya mimpi tentang sebuah dunia dimana ulama, buruh, dan pemuda bangkit dan berkata, stop semua kemunafikan !" ― Soe Hok Gie

Luviana terisak, matanya tak lepas dari Surya Paloh yang duduk di hadapannya. ”...Saya tidak menipu Pak, Saya serius memperjuangkan kesejahteraan kawan – kawan…”. Luviana membela diri dihadapan sang “empunya” perusahaan media elektronik terkemuka (Metro TV) dimana ia bekerja sebagai jurnalis. Pertemuan Luviana dengan Surya Paloh berlangsung di kantor Partai Nasional Demokrat, Gondangdia, Jakarta Pusat pada 5 Juni 2012 sebagai langkah penyelesaian atas kasus Luviana yang dibebastugaskan oleh Metro TV. Kalimat yang sampaikan Luviana ini, mengandung makna yang dalam bahwa dia sebagai seorang penipu; melakukan tindakan penipuan. Menurut defenisinya, penipuan adalah sebuah kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi merugikan orang lain, meskipun ia memiliki arti hukum yang lebih dalam, detail jelasnya bervariasi di berbagai wilayah hukum.[1] Penipuan termasuk jenis perbuatan yang tergolong dalam kategori hukum pidana, dapat diterjemahkan juga sebagai kebohongan dan perbuatan curang. Luviana jelas berada pada posisi tidak berdaya, terpojok serta tertuduh di hadapan majikannya. Realitas ini sungguh dan sangat jelas menggambarkan relasi yang tidak seimbang atau tidak setara antara buruh/pekerja dengan yang memberi pekerjaan atau perusahaan.

Ahad lalu, 28 April 2013 bertempat di Komnas HAM, Demos mengangkat persoalan buruh berangkat dari kasus Luviana dalam kegiatan nonton bareng dan diskusi film DiBalikFrekuensi bekerjasama dengan Komnas HAM dan Komunitas Youth for Humantiy (UNITY). Diskusi ini di moderatori oleh Margaretha Saulinas, dan hadir sebagai pembicara adalah Ignatius Haryanto, Nining Elitos, Muhammad Nurkhorion, Gloria Fransisca Katharina Lawi[2], juga Luviana, sang tokoh dalam film tersebutpun yang kala itu hadir bersama suami dan anaknya.

Buruh hanya merupakan alat produksi yang memberikan akumulasi pada modal, ungkap Nining Elitos, Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Ketika buruh melakukan perjuangan menuntut kesejahteraan, mereka akan dihadapkan pada resiko intimidasi, teror, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bahkan sampai dibunuh. Nining mengingatkan Kasus Marsinah yang hingga sekarang belum terungkap. Perjuangan buruh semakin sulit dilakukan ketika pendirian serikat buruhpun dihalangi oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Bagi perusahaan buruh hanya diutamakan untuk bekerja, bahkan dengan pemberian upah yang minim, jam kerja yang lebih panjang agar dapat memperoleh keuntungan/gain. Hal ini dapat disebut sebagai bentuk eksploitasi, dan jika dikaitkan dengan proses produksi, ini merupakan hal yang inheren dalam sistem kapitalisme. Atau dengan kata lain, sistem ini hanya akan eksis jika modus eksploitasi (mode of exploitation) itu terus berlangsung. Dalam bahasa ekonom Alfredo Saad-Filho, ‘Kelas kapitalis harus mengeksploitasi buruh mereka jika mereka ingin tetap berada dalam bisnis ini.[3]

Perseteruan atau perselisihan buruh dengan pengusaha yang berujung pada ketidakadilan, termasuk karena negara tidak hadir memberikan perlindungan kepada buruh. Dulu Negara sangat kuat kontrolnya melalui militer yang represif tetapi sekarang Negara tidak hadir. Korporasi dan orang yang memiliki modal-lah yang hadir, papar Muhammad Nurkhorion - Komisioner Komnas HAM. Jika menggambarkan kekuatan politik terbesar pasca orde baru adalah pemodal, yang kedua sekarang adalah kelompok yang mempunyai massa. Ditambah lagi dengan kehadiran Undang – undang dan kebijakan pembangunan yang bertujuan menciptakan iklim investasi, buruh akan berhadapan negara yang represif sekaligus dengan tirani modal.

Hari ini, perayaan MAYDAY di Jakarta, diikuti oleh kelompok buruh yang berasal dari beberapa serikat buruh/pekerja, diantaranya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI). Kelompok buruh menyampaikan tiga tuntutan kepada pemerintah yaitu (1) menolak kenaikan harga BBM, (2) segera menjalankan program jaminan kesejahteraan rakyat per 1 Januari 2014 dan (3) menolak upah murah. Tuntutan ini tidak beranjak dari tahun – tahun sebelumnya, yaitu persoalan pemenuhan kesejahteraan.

Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas memproyeksikan sampai dengan tahun 2014 tercipta 9,4 juta lapangan kerja. Jumlah tersebut meliputi sektor industri sebesar 4.731.770 lapangan kerja dan kegiatan pendukung untuk sektor infrastruktur sebesar 4.975.400 lapangan kerja. Upaya ini memang membawa harapan terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas tetapi bahwasanya kebijakan ini sesungguhnya tidak mengatasi persoalan kesejahteraan. Pekerja yang bekerja di sektor industri lagi - lagi akan berhadapan pengusaha yang hanya mengukur kinerja dengan hasil produksi. Eksploitasi, akumulasi serta ekspansi sesungguhnya adalah pola, sifat dan watak dasar dari kapitalisme yang tidak pernah dapat berelasi dengan kelas pekerja. Yang terjadi adalah monopoli, yang juga merupakan karakter kapitalisme.

Menghadapi persoalan buruh, aksi-aksi kelas buruh dalam menuntut perbaikan hidupnya kedepan harus melampaui kepentingan terbatas dan mendesak mereka saat ini, seperti perbaikan upah, dan jaminan sosial.Gerakan harus bertujuan membangun kekuatan kolektif tidak hanya di organisasi tetapi juga dalam berstrategi untuk mengambilalih alat produksi, bahkan melakukan pendudukan tempat produksi/pabrik dan selanjutnya melakukan kontrol terhadap proses produksi dan distribusi. Dengan demikian gerakan ini dapat memperjuangkan keadilan bagi Buruh dalam menciptakan relasi kuasa yang setara dengan para pelaku ekonomi.

Oleh : Inggrid Silitonga

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Penipuan

[2] http://www.demosindonesia.org/program/advokasi/kampanye/4817-pekan-mayday-bersama-dibalikfrekuensi.html

[3] Kontrol Buruh Dalam Lintasan Sejarah, Coen Husain Pontoh, http://indoprogress.com/lbr/?p=28

* Foto koleksi Demos

* Artikel ini sebelumnya telah di muat pada Website Demos : http://www.demosindonesia.org/laporan-utama/4821-buruh-masih-berjuang.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun