Mohon tunggu...
Ingatan Sihura
Ingatan Sihura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kebersamaan keluarga suatu kebahagiaan sejati.

If You Don't Learn, You Will Die (Jika Engkau Tidak Belajar, Maka Engkau Akan Mati). Sering Membaca, Sering Menulis Bicara Teratur. Menulis adalah satu minat yang ingin diaplikasikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Afo Sumange Ni'a dalam Budaya Nono Niha

19 Juni 2021   07:18 Diperbarui: 19 Juni 2021   07:24 1369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AFO SUMANGE NI'A : DALAM BUDAYA NONO NIHA

Ketika memasuki pulau Nias, hal pertama yang ditemui dalam budaya Nias adalah Salam khas; Ya'ahowu! Setelah menerima salam tersebut, bagian yang tidak kalah penting dalam kerangka penyambutan tamu adalah pemberian sekapur sirih, atau lebih dikenal dengan nama AFO. Hal ini dapat dialami ketika bertemu dengan orang yang mengkonsumsi afo, mereka langsung menyodorkan bola nafo (kantong sirih pinang) serta mengatakan: "yae nafoda" (ini sirih kapur kita). Atau jika orang tersebut tidak mengkonsumsi afo, ia akan mengelus dada dan mengatakan: "l afoda khgu he" (tidak ada kapur sirih kita ya).

Jika tamu yang disambut adalah tamu besar, pemberian afo dilakukan dengan meriah lewat tarian sekapur sirih. Sementara jika pemberian afo dilakukan dalam kerangka pesta adat, maka pemberian afo tersebut dimulai dengan fangowai secara bergiliran beberapa perempuan dan beberapa laki-laki (adat di Kecamatan Idanogawo dan sekitarnya) atau famaolago afo ba dome (adat di Kota Gunungsitoli dan sekitarnya). Jadi, apakah Afo itu memiliki makna sehingga dijadikan menjadi bagian dari budaya?

Hingga saat ini, belum ada ditemukan dokumen atau semacam penjelasan atau pemaknaan mengenai budaya afo. Walaupun demikian, itu tidak menjadi halangan untuk mencoba melihat makna dari budaya afo. Lewat interaksi sharing bersama dengan masyarakat yang sering mengkonsumsi afo, ternyata budaya afo memiliki sejuta nilai yang tersirat di dalamnya. Oleh karena itu, kali ini akan dibahas mengenai budaya afo yang merupakan "sumange ni'a" (penghormatan yang bisa dimakan).

Sebelum lanjut lebih dalam lagi, terlebih dahulu diberitahukan bahwa kosa kata Bahasa Nias memiliki beberapa kesulitan penerjemahan. Bahasa Nias sering kali memiliki makna ganda dan dalam proses penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia, kosa kata Bahasa Nias bisa saja berubah mengikuti kata yang mendahului dan kata setelahnya.

Pembahasan kali ini berfokus kepada budaya afo yang adalah sumange ni'a. Seperti diketahui pada umumnya bahwa afo itu adalah perpaduan dari lima jenis bahan; buah pinang muda, daun sirih, daun gambir, kapur sirih, dan tembakau (akan diulas dalam edisi selanjutnya). Kelima bahan dasar ini kemudian disatukan menjadi satu dan kemudian dimakan.

Kata "sumange" jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sulit didapatkan. Dalam Kamus Sederhana Bahasa Daerah Nias Indonesia yang disusun oleh Bapak HS. Zebua alias Ama Idaman Zebua, tidak menguraikan kata ini. Namun jika dipaksakan, kata "sumange" dapat diterjemahkan menjadi penghormatan atau penghargaan.

Kata "ni'a" sendiri teridiri dari dua suku kata yakni "ni" dan "a". Kata "ni" merupakan kata depan yang bisa diterjemahkan "yang akan". Sementara kata "a" yang hanya terdiri dari satu huruf dan itu adalah huruf vokal yang pertama, bisa diterjemahkan menjadi "makan". Jadi, jika digabungkan, kata "ni'a" berarti "yang akan dimakan".

Sementara itu, kata "ni'a" ini pun tidak bisa dilepas dari penggunaan tanda aksen diantaranya. Penggunaan tanda aksen ini semakin meyakinkan arti dari kata itu sendiri. Jika tidak menggunakan tanda aksen tersebut, kata tersebut mengalami perubahan makna yang jauh berbeda. Kata "sumange ni'a" jika dihilangkan aksen akan menjadi "sumangenia". Kata "sumangenia" bisa diartikan menjadi "penghormatannya" atau "penghargaan bagi dia".

Afo yang merupakan "sumange ni'a", merupakan bagian yang tidak bisa dihilangkan dari penyambutan setiap tome (tamu) yang datang. Pemberian afo kepada tamu yang datang, mau menunjukkan bahwa tamu tersebut bukan lagi emali (perampok yang mengambil kepala orang) melainkan sitenga b' (bukan orang lain) atau talifus (saudara).

Dalam budaya Nias, memberi makan kepada orang yang baru datang merupakan suatu penghormatan dan penghargaan yang besar. Pemberian makanan kepada tamu, mau menunjukkan bahwa orang tersebut adalah saudara, dan lewat makan bersama tersebut, tamu itu sudah menjadi bagian dari keluarga itu sendiri. Hal inipun bukan karena tidak ada alasan, melainkan oleh karena semangat yang mengatakan: "somasi mangalui halw zatua andr, ba yaia niha sangila mame'e g dome" (orang yang mau mencari pekerjaan orang tua/dewasa, adalah orang yang pintar dalam memberi makan tamu).

Sebagai penutup dari rangkaian ulasan kali ini, adalah satu teka-teki yang biasanya dilontarkan dikalangan anak-anak. Teka-tekinya adalah: "ahori la'a ba l ahori latl" (habis dimakan namun tidak habis ditelan). Jawaban dari teka-teki tersebut adalah tidak lain: "AFO".

Gunungsitoli, 19 Juni 2021.

Jangan lupa, nantikan lagi artikel berikut: Afo Silima Endronga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun