Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pejabat dan Pegawai di Pemkot dan DPRD Bitung, Sulut, akan Tes HIV

20 Juli 2011   00:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:32 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak semua orang harus menjalani tes HIV karena tidak semua orang berperilaku yang berisiko tinggi terrtular HIV. Tapi, ternyata Pemkot Bitung dan DPRD Kota Bitung, Sulut, justru mengkategorikan perilaku semua pegawai mereka berisiko tertular HIV.

Buktinya, Walikota Bitung, Hanny Sondakh, merencanakan tes HIV sebagai instruksi terhadap pejabat dan PSN di Kota Bitung. Rencana ini didukung pula oleh Ketua DPRD, Santy Gerland Luntungan (DPRD Siap Lakukan Tes HIV/AIDS, beritamanado.com, 19/7-2011).

Rencana walikota yang tidak masuk akal itu justru dinilai oleh Luntungan sebagai lagnkah positif dengan mengatakan: “ …. sebagai bentuk kepedulian kami terhadap angka kasus HIV/AIDS yang terus bertambah di kota Bitung.”

Jika rencana itu dijalankan maka hal ini membuktikan bahwa semua pegawai di Pemkot dan DPRD, termasuk anggota dewan, adalah orang-orang yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV, yaitu:

(a). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti di Kota Bitung, di luar Kota Bitung atau di luar negeri.

(b). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek pemijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG;, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di Kota Bitung, di luar Kota Bitung atau di luar negeri.

Maka, yang perlu dilakukan Pemkot Bitung adalah konseling kepada pegawai untuk mengetahi perilaku (seksual) mereka. Bagi pejabat dan pegawai yang perilaku seksualnya berisiko tertular HIV dianjurkan untuk menjalani tes HIV. Inilah langkah yang realistis.

Mewajibkan semua pejabat dan pegawai melakukan tes HIV adalah perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM) karena menyamakan perilaku seksual semua pejabat dan pegawai.

Menurut Luntungan, jika perlu dirinya akan mengeluarkan surat kepada anggota DPRD untuk mau mejalani pemeriksaan serta para staf yang ada di sekertariat. Untuk apa, Luntungan? Jika Anda tetap memaksakan diri menjalani tes HIV berarti Anda pernah melakukan perilaku berisiko tertular HIV.

Disebutkan pula oleh Luntungan: “Sebagai bentuk contoh kepada masyarakat jika orang-orang yang dipilih untuk mewakili mereka di DPRD memiliki kepedulian terhadap HIV/AIDS.”

Kepedulian yang diharapkan dari DPRD adalah peraturan yang bisa memutus mata rantai penyebaran HIV. Salah satu langkah yang bisa dilakukan DPRD adalah membuat regulasi untuk melokalisir pelacuran.

Langkah itu perlu agar program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran bisa dijalankan dengan konsisten. Pengalaman Thailand menjalankan program itu menunjukkan penurunan jumlah insiden penularan HIV baru di lokalisasi.

Tapi, kalau di Kota Bitung tidak ada lokalisasi sebagai regulasi maka program itu tidak akan bisa dijalankan secara konkret karena PSK tidak bisa dijangkau secara hukum.

Germo atau mucikari di Thailand diberikan izin usaha. Secara rutin PSK menjalani tes IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, hepatitis B, klamidia, dll.). Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka germo diberikan sanksi hukum mulari dari peringatan sampai pencabutan izin usaha.

Nah, kalau DPRD peduli terhadap kesehatan rakyatnya maka yang dilakukan bukan tes HIV, tapi membuat regulasi yang bisa menanggulangi penyebaran HIV.

Soalnya, peraturan daerah (Perda) AIDS Prov Sulut pun tidak menawarkan langkah-langkan yang konkret, sehingga Pemkot dan DPRD Bitung diharapkan bisa membuat regulasi yang komprehensif (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/24/menguji-peran-perda-hivaids-prov-sulawesi-utara/).***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun