Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyoal Posisi 'Netral' Indonesia di Konflik Laut Tiongkok Selatan

21 Juni 2016   08:34 Diperbarui: 21 Juni 2016   19:33 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laut Tiongkok Selatan. Wikimedia


*Tiongkok memakai isu baru yaitu traditional fishing ground untuk membela nelayannya yang mencuri ikan ....

Kementerian Luar Negeri Tiongkok merilis pernyataan protes hari Minggu dan mengatakan TNI AL telah 'menyalahgunakan kekuatan militernya'. Ini lead pada berita “Diprotes Tiongkok, TNI AL Tetap Ambil Langkah Tegas Terhadap Kapal Asing” di VOA Indonesia (20/6-2016). Sudah saatnya Indonesia tidak tinggal diam karena klaim Tiongkok mengancam wilayah perairan Luat Natuna.

Paling tidak sudah tiga kali kapal perang TNI-AL menangkap kapal ikan Tiongkok di perairan Zona Ekonomo Eksklusif (ZEE) Indonesia di wilayah Laut Natuna yang bertautan dengan Laut Tiongkok Selatan, yaitu di bulan Maret 2016 dan Mei 2016 serta yang terakhir tanggal 18 Juni 206 yang dipergoki oleh kapal perang TNI-AL. 

Sebelumnya kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan “dihadang” oleh kapal coast guard Tiongkok ketika menangkap kapal nelayan Tiongkok yang mencuri ikan di wilayah Laut Natuna.

Celakanya, ZEE Indonesia tsb. masuk dalam wilayah perairan Tiongkok yang mereka klaim secara sepihak berdasarkan nine dash line (dalam gambar garis merah putus-putus). 

Garis ini tidak diakui secara hukum karena Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/(UNCLOS 200) pada tahun 1982 sudah membuat garis batas peraritan negara-negara yang berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan (dalam gambar garis biru).

Berdasarkan nine dash line itu pulalah Tiongkok mengatakan bahwa nelayan-nelayan mereka menangkap ikan di traditional fishing ground. Padahal, traditional fishing ground (tempat penangkapan ikan tradional) yang diklaim Tiongkok itu masuk dalam wilayah ZEE Indonesia. Lagi pula traditional fishing ground tidak dikenal dalam konteks hukum laut internasional. 

Yang jelas traditional fishing ground harus berdasarkan kesepakatan antar negara. Indonesia hanya menyepakati traditional fishing ground dengan Malaysia. 

Ini pun jadi masalah karena Malaysia protes ketika nelayan mereka di traditional fishing ground ditangkap karena memakai alat-alat tangkap yang besar, sedangkan kesepakatan hanya alat tangkap tradisional.

Indonesia, melalui Menko Polhukam, Luhut B. Panjaitan, mengatakan Indonesia tidak akan membuat political statement terhadap Tiongkok terkait dengan protes Beijing. 

Namun yang terpenting, kata Luhut, saat ada kapal Tiongkok yang menerobos wilayah Indonesia, maka TNI AL pasti akan bertindak tegas (kompas.com, 20/6-2016).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun