Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

HIV/AIDS Terdeteksi Pada Balita di Lebak, Banten

9 Mei 2012   01:51 Diperbarui: 10 Agustus 2023   14:33 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: momjunction.com)

Penyebaran HIV/AIDS melalui orang tua ke anak terus terjadi. Tapi, langkah konkret untuk memutus mata rantai penyebaran HIV dari suami ke istri dan dari ibu-ke-anak yang dikandungnya tidak ada.

Ketiadaan program konkret yang memutus mata rantai penyebaran HIV di masyarakat melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, terus terjadi.

Di Kab Lebak, Banten, misalnya, dikabarkan seorang siswa kelas dua sekolah dasar (SD) dibawa ke RSUD dr Adjidarmo, Rangkasbitung, Lebak, Banten (25/4) dengan gejala gizi buruk. Tapi, setelah diperiksa oleh dokter ternyata anak tsb. terdeteksi mengidap HIV/AIDS (Siswa SD Terdeteksi Idap HIV/AIDS, Harian ”Radar Banten”, 4/5-2012). 

Fakta itu menunjukkan penyebaran HIV justru terjadi di lingkungan keluarga.

Baca juga: HIV/AIDS di Lebak, Banten, Banyak Terdeteksi pada Keluarga

Anak itu tertular dari ibunya. Ibunya sudah meninggal sedangkan ayahnya sudah meninggalkan mereka sejak anak itu di dalam kandungan ibu.

Pemaparan yang rinci tentang anak itu membuat identitasnya bisa terkuak. Inisial disebutkan dua huruf. Ini sangat mudah dikenali. Ada pula penjelasan tentang ayah dan ibunya serta yang mengasuhnya. Disebutkan ibu Nu sudah meninggal, ayahnya meninggalkan mereka ketika di dia di dalam kandungan ibunya. Disebutkan pla nama kecamatannya.

Dengan tambahan satu kasus ini maka kasus kumulatif HIV/AIDS di Lebak menjadi 94 dengan 25 kematian. 

Dua anggota Fraksi PKS DPRD Lebak, Uweng Suhendi Maring dan Cicih Mustikawati, membesuk bocak itu. Uweng mengeluarkan pernyataan: “Ka­mi sangat prihatin melihat kondisinya.” 

Yang diperlukan bukan pernyataan prihatin, tapi perlu langkah-langkah konkret untuk memutus mata rantai penyebaran HIV terutama melalui suami ke istri dan dari ibu-ke-anak yang dikandungnya. Tanpa ada intervensi yang konkret, maka kasus-kasus seperti bocak itu akan terus terjadi. 

Menurut Uweng, Pemerintah daerah diharapkan bisa memberikan fasilitas kesehatan yang lebih, atau merujuk ke rumah sakit lain yang ahli di bidang HIV/AIDS. 

Semua rumah sakit bahkan puskesmas bisa menangani anak tsb. karena gejalanya adalah kurang gizi. Yang perlu dilakukan adalah memberikan obat antiretroviral (ARV) jika CD4-nya sudah di bawah 350 (CD4 bisa diketahui melalui tes darah di laboratorium). Jadi, bukan merujuknya ke rumah sakit lain karena rumah sakit itu pun bisa menanganinya.

Ketika Orientasi Wartawan di Lebak (Desember 2011) penulis pernah mengusulkan agar Pemkab Lebak membuat regulasi, bisa dalam bentuk peraturan bupati atau peraturan daerah, agar setiap ibu hamil menjalani tes HIV. Ini salah salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan agar mata rantai penyebaran HIV dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya bisa diputus.

Sayang, dalam Perda AIDS Prov Banten tidak ada pasal-pasal yang konkret untuk mencegah penularan HIV dan menanggulangi penyebaran HIV/AIDS.

Baca juga: Perda AIDS Prov Banten: Menanggulangi AIDS dengan Pasal-pasal Normatif 

Atau, pemerintah-pemerintah darah di Banten menunggu terjadi dulu ’ledakan AIDS’ baru membuat regulasi. Kalau ini terjadi maka semanya sudah terlambat. ***[Syaiful W. Harahap]***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun