Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dinkes Kota Jayapura, Papua, Wacanakan Perda Penanggulangan AIDS Baru

10 Mei 2011   06:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:53 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Kota Jayapura sudah menerbitkan peraturan daerah (Perda) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Menular Seksual, Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome melalui Perda No 7 Tahun 2006 yang disahkan tanggal 12 Oktober 2006. Tapi, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota mewacanakan perlunya Kota Jayapura memiliki Perda tentang upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS (Dinkes Kota Wacanakan Perda Penanggulangan HIV-AIDS, www.cenderawasihpos.com, 9/5-2011).

Disebutkan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Jayapura, Hermanus Arwam, SKM. MKes: "Saya mengusulkan kedepan Kota Jayapura harus memiliki Perda penanggulangan HIV-AIDS serta perlunya pembatasan izin usaha tempat-tempat hiburan. Sedangkan tempat-tempat hiburan yang sudah ada ini perlu dilakukan pengawasan secara melekat oleh instansi-instansi terkait supaya tempat tersebut tidak disalahfungsikan."

Tidak jelas apakah Perda AIDS Kota Jayapura sudah dicabut atau Kadinkes yang tidak mengetahui kalau Kota Jayapura sudah mempunyai Perda AIDS.

Disebutkan pula oleh Kadinkes: "Kami dari Dinkes terus berupaya melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS untuk mengupayakan agar kasus ini bisa tercapai zero prevelansi, termasuk kasus TBC.

Pengalaman di banyak negara yang dilakukan dengan hasil yang konkret adalah menuruntkan insiden infeksi HIV baru. Dalam berita tidak dijelaskan apa langkah konkret yang akan dilakukan Dinkes Kota Jayapura dalam mencapai zero prevalensi di kota itu.

Disebutkan: “ …. menjamurnya tempat-tempat hiburan seperti bar dan panti pijat serta kegiatan prostitusi terselubung diakuinya ikut berkontribusi terhadap penyebaran HIV-AIDS.” Ini adalah mitos (anggapan yang salah) karena penyebaran HIV tidak ada kaitannya secara langsung dengan bar, panti pijat, dll. Penyebaran HIV berjalan dari seseorang yang sudah mengidap HIV ke orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Di negara-negara yang menjadikan agama dan kitab suci sebagai UUD pun tetap ada kasus HIV/AIDS walaupun di sana tidak ada panti pijat, lokalisasi pelacuran, hiburan malam, dll. Arab Saudi, misalnya, sudah melaporkan lebih dari 15.000 kasus AIDS.

Biar pun di Kota Jayapura tidak ada transaksi seksual di panti pijat, bar, lokalisasi pelacuran, dll. penduduk Kota Jayapura, asli atau pendatang, bisa saja melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di luar Kota Jayapura atau di luar negeri.

Tidak usaha jauh-jauh ke Jakarta atau luar negeri, belasan kilometer dari Kota Jayapura pun sudah ada lokalisasi pelacuran Tanjung Elmo. Penerapan kewajiban memakai kondom di lokalisasi ini tidak dilakukan dengan cara-cara yang konkret sehingga risiko penyebaran HIV tetap tinggi (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/05/09/aids-di-kab-jayapura-papua-penanggulangan-mengabaikan-sosialisasi-kondom/).

Yang perlu dilakukan Dinkes Kota Jayapura adalah menerapkan kewajiban memakai kondom bagi laki-laki dewasa jika melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan PSK di Kota Jayapura atau di luar Kota Jayapura.

Menurut Direktur  Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM) Papua., Drs. T.G. Butar-Butar, MKes: "Seharusnya setiap bulan tidak ditemukan kasus HIV, tapi justru setiap bulan ada kasus HIV dan ini berbahaya sekali.” Tentu saja kasus demi kasus akan terus terdeteksi karena penyebaran HIV di masyarakat terus terjadi. Celakanya, tidak ada mekanisme yang bisa mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat.

Disebutkan oleh Butar-butar: “Sejauh ini, pemerintah hanya mengejar jumlah kasus HIV-AIDS saja dan bagaimana pengobatan terhadap mereka yang terinfeksi virus itu, sedangkan persoalan perawatan dan pendampingannya tidak dilakukan." Ini memang fenomena di Indonesia. Kabarnya donor asing yang mendanai penanggulangan AIDS menjadikan jumlah kasus yang terdeteksi sebagai indikator keberhasilan program. Ini artinya penanggulangan di hilir karena tanpa kita sadari pada saat yang sama terjadi insiden infeksi HIV baru di hulu (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/09/penanggulangan-aids-di-indonesia-hanya-dilakukan-di-hilir/).

Menurut Butar-butar: “ …. Perda Kota Jayapura No 7 Tahun 2006 tentang penanganan HIV-AIDS, tidak tegas di dalam pelaksanaannya khususnya dalam penegakan penertiban tempat hiburan malam, dan restoran, termasuk promosi kondom dan upaya lainnya.” Perda tsb. termasuk semua perda yang sudah ada di Indonesia tidak menawarkan cara-cara pencegahan dan penanggulangan HIV yang konkret.

Perda AIDS di Indonesia ‘berkiblat’ ke program ‘wajib kondom 100 persen’ di Thailand yang berhasil menurunkan insiden infeksi HIV daru di kalangan dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir.

Celakanya, program itu hanya ‘dicangkok’ dan diterapkan dengan setengah hari serta berbaju moral dalam perda-perda AIDS. Akibatnya, program kondom dalam perda-perda AIDS hanya ‘tempelan’ yang tidak bermakna dalam penanggulangan AIDS.

Salah satu faktor yang tidak mendukung upaya penanggulangan AIDS melalui perda adalah tidak ada cara-cara konkret dalam perda untuk memantau kewajiban memakai kondom. ***


Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun