Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berita tentang Odha yang Tidak Akurat

13 Desember 2010   01:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:47 3342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Memang, sampai hari ini belum ada vaksin HIV dan obat anti AIDS, tapi kondisi ini bukan tanpa jalan ke luar bagi Odha (Orang dengan HIV/AIDS). Banyak kalangan yang melihat obat atau pengobatan alternatif dapat membantu Odha. Paling tidak Odha dapat mengurangi rasa sakitnya dan tetap mempunyai harapan hidup.

Selain dukungan, baik dari keluarga, teman dan relawan ada pula ‘obat’ yang dapat membantu menguatkan diri Odha. Salah satu ‘obat’ yang dapat membantu Odha agar mereka tetap merasa ‘hidup’ adalah akses ke informasi. Selama ini informasi seputar HIV/AIDS dinilai banyak kalangan tidak adil karena selalu menyudutkan Odha dan menghubung-hubungkan mereka dengan sikap moral. Berita tentang HIV tenggelam dalam pemberitaan yang dikemas dengan moral sehingga faktanya hilang. Penularan HIV tidak diuraikan dengan objektif, tapi dihubungkan dengan perilaku dan norma. Akibatnya, Odha pun mendapat stigma (cap negatif) dan masyarakat menjauhi mereka.

Kalau hal di atas terjadi sepuluh tahun yang lalu, ketika HIV/AIDS baru muncul, tentu dapat dimaklumi. Tapi, sekarang. Setelah hampir 20 tahun epidemi HIV/AIDS dan informasi seputar HIV/AIDS pun sudah banyak dan akses untuk mendapatkannya juga sangat mudah, antara lain melalui jaringan internet, ternyata tetap ada berita seputar HIV/AIDS yang tidak akurat.

Vonis AIDS

Berita tentang kematian bintang iklan Didi Mirhad, misalnya, juga tidak akurat. Coba simak judul berita di Tabloid Bintang Millenia, Edisi 2 Tahun I Minggu Pertama September 1999 ini: "Setelah 3 Tahun Divonis AIDS, Didi Mirhad Meninggal." Judul ini jelas tidak akurat karena kondisi AIDS dan positif HIV bukan berdasarkan vonis, tapi ditetapkan dokter berdasarkan hasil tes HIV. Semua ini tidak mudah karena ada proses panjang yang harus dijalani seseorang sebelum sampai kepada keputusan untuk menjalani tes HIV.

Tapi, wartawan tabloid ini rupanya telah memilih kata yang tidak pas. Pada bagian lain juga ditulis: "Didi Mirhad, yang divonis kena virus HIV/AIDS Desember 1997 oleh Dokter Samsuridjal dari RS MMC Kuningan, Jakarta..." Pernyataan ini jelas ngawur dan tidak masuk akal. Sampai hari ini tidak ada UU yang membenarkan seorang dokter menghakimi seseorang dengan menetapkan status HIV orang tersebut. Vonis sendiri merupakan hak hakim untuk memutuskan hukuman bagi terdakwa di sidang pengadilan.

Dalam kaitan status HIV Didi, dr. Samsu jelas menetapkannya berdasarkan hasil pemeriksaan darah. Jadi, status HIV itu merupakan hasil diagnosis yang sangat logis karena ditetapkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan tes laboratorium (tes HIV) sesuai dengan standar prosedur operasi yang lazim dalam dunia medis.

Berita tabloid ini kian ngawur dengan pernyataan: "Belakangan, setelah merasa sembuh, Didi kerap..." Sampai hari ini jika seseorang sudah terinfeksi HIV tidak ada vaksin yang dapat menghancurkan virus itu, dan lambat-laun akan mencapai masa AIDS. Jika tahap ini tercapai tetap tidak akan ada obatnya. Selain itu AIDS bukan penyakit, tapi hanya merupakan sekumpulan gejala penyakit yang terjadi pada diri seseorang karena sistem kekebalan tubuhnya sudah digerogoti HIV. Jadi, amatlah naif kalau ada pernyataan yang menyebutkan Odha bisa sembuh atau disembuhkan dengan cara apa pun, baik medis maupun dengan non medis.

Didi sendiri pernah ditampilkan sebuah LSM yang bergerak dalam advokasi HIV/AIDS di Jakarta dalam suatu bincang-bincang dengan murid-murid SLTA di Taman Ria Senayan, Jakarta Pusat. Saat itu Didi ditampilkan sebagai seorang Odha yang sudah sembuh. Hal itu pun, sebenarnya, sangat riskan karena anak-anak muda yang mengikuti ceramahnya itu akan menganggap AIDS ada obatnya dan mereka pun tidak lagi waspada. Padahal, usia mereka itu pada masa seks aktif dan data kasus kumulatif, nasional dan internasional, menunjukkan usia-usia remaja paling banyak yang terinfeksi. Hal ini terjadi karena seks mereka sangat aktif sehingga mereka akan mencari penyalurannya dengan orang-orang yang berperilaku berisiko tinggi.

Mitos

Berita di Harian Jawa Pos (Surabaya) tentang Didi pun ternyata juga tidak tepat. Pada edisi 31/8-1999 disebutkan: "Didi meninggal dunia karena terserang virus HIV." Seperti diketahui HIV tidak menyerang manusia karena virus ini menular melalui cara-cara yang sangat spesifik dan tidak semudah penularan penyakit menular lainnya. Lagi pula yang mematikan bukan HIV tapi infeksi-infeksi oportunistik lain, seperti TB.

Penularan virus ini tidak pula berkaitan dengan moral. Tapi, dalam berita itu disebut: "Intinya, bagaimana dia menjalani hidup superbebas dalam soal seks." Kesimpulan ini menyesatkan karena HIV menular bukan karena hidup yang superbebas dalam hal seks. Virus bisa menular jika salah satu dari pasangan yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom sudah terinfeksi HIV.

Jadi, apa pun jenis dan sifat hubungan seksual tidak akan terjadi penularan HIV jika keduanya negatif. Maka, biar pun hubungan seksual itu dilakukan dalam ikatan perkawinan yang sah, tapi kalau salah satu di antara pasangan itu sudah HIV+ maka ada kemungkinan tertular jika hubungan seksual tanpa menggunakan kondom.

Berita di Harian Suara Merdeka (Semarang) pada edisi 7/9-1999 pun membuat kita terpana karena dalam berita itu disebutkan ada paranormal yang dapat menyembuhkan AIDS. Celakanya, dalam berita itu tidak disebutkan cara paranormal itu memastikan seseorang memang benar-benar sudah HIV+ atau sudah mencapai masa AIDS. Berita itu pun tidak menjelaskan apa yang dipakai paranormal itu untuk mengobati AIDS.

Pada gilirannya berita-berita yang tidak akurat seputar HIV/AIDS hanya akan menyuburkan mitos (anggapan yang salah), seperti HIV menular melalui zina, HIV menular di kalangan pekerja seks dan gay dan lain-lain. Yang pada akhirnya akan membuat sebagian orang terlena dan tidak melindungi dirinya sendiri agar tidak tertular HIV.

[Sumber: Syaiful W. Harahap, Newsletter ”HindarAIDS” No. 30, 11 Oktober 1999]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun