Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Indonesia Timur Nelayan Asing Jadi ‘Kambing Hitam’

7 April 2011   06:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:03 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13021561291372587609

Penyangkalan terhadap HIV/AIDS tetap saja terjadi. Bahkan, di Indonesia Timur nelayan Thailand dituding sebagai penyebar HIV. Ini bentuk penyangkalan karena bisa saja penduduk tertular HIV di luar daerahnya atau di luar negeri.

Tapi, begitulah. Tetap saja ada cara untuk menutupi perilaku. Maka, muncullah berita dengan judul “Pelaut Asing Sebarkan HIV/AIDS” (Pos Kota, 5/4-2011). Ini tentu sikap yang sangat naïf karena dalam jumlah yang dapat ditularkan HIV hanya terdapat dalam darah (laki-laki dan perempuan), air mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), cairan vagina (perempuan), dan air susu ibu/ASI (perempuan).

Maka, tidak mungkin nelayan asing menyebar-nyebarkan darah, air mani, cairan vagina atau air susu ibu ke penduduk di Indonesia Timur. Risiko penularan bisa terjadi jika ada nelayan asing yang mengidap HIV melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah tanpa kondom dengan penduduk setempat.

Perihal nelayan asing, khususnya nelayan Thailand, dituding sebagai penyebar HIV, khususnya di Merauke, Papua, pernah ditentang habis-habisan oleh seorang remaja putri, waktu itu berumur 17 tahun, aktivis di Population Council, Bangkok, Thailand, di Kongres AIDS Internasioal Asia Pasifik (ICAAP) tahun 1997 di Manila, Filipina. Waktu itu pejabat Indonesia dari Depkes, (alm) Hadi M Abednego sebagai Dirjen P2M & PL, menyampaikan makalah tentang penyebaran AIDS di Merauke yang dilakukan oleh nelayan Thailand.

“Apakah penduduk Merauke tidak ada yang pergi ke luar daerahnya,” sergah gadis itu dengan sengit. Gadis itu benar karena bisa saja ada penduduk Merauke yang tertular HIV di luar Merauke dan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Merauke. Memang, sangat disayangkan pernyataan yang membawa-bawa nama bangsa. Lagi pula kasus HIV/AIDS pertama terdeteksi pada nelayan Thailand di Merauke, Papua, tahun 1992 (Lihat Gambar).

Perkiraan Penyebaran Awal HIV di Papua Dalam berita disebutkan: “Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak pemerintah segera membatasi penggunaan pelaut-pelaut asing di kapal berbendera Indonesia, karena selain merebut lapangan pekerjaan bagi pelaut lokal mereka diduga telah menyebarkan penyakit HIV/AIDS.”

Pernyataan KPI merupakan fitnah karena tidak bisa dibuktikan secara empiris bahwa pelaut atau nelayan asing menyebarkan HIV/AIDS di wilayah Indonesia Timur. Isu nelayan asing sebagai penyebar HIV sudah lama beredar di Indonesia Timur (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/17/pelaut-asing-dan-penyebaran-aids-di-indonesia-timur/).

Disebutkan lagi: “ …. pelaut-pelaut asing yang sering singgah di berbagai pelabuhan di wilayah timur Indonesia, makin meresahkan masyarakat sekitar. Pasalnya, mereka sering menularkan/menyebarkan penyakit HIV/AIDS.” Tidak dijelaskan bagaimana pelaut asing itu menyebarkan HIV/AIDS ke masyarakat.

Di Harian “Pikiran Rakyat” () disebutkan: “Selain itu, pelaut-pelaut asing yang sering singgah di berbagai pelabuhan di wilayah timur Indonesia, makin meresahkan masyarakat sekitar. Pasalnya, mereka sering menularkan/menyebarkan penyakit HIV/AIDS.” Biar pun pelaut asing mampir di pelabuhan di Indonesia Timur kalau penduduk lokal, terutama perempuan, tidak melakukan hubungan seksual dengan pelaut asing itu tentulah tidak ada risiko penularan HIV. Sebaliknya, laki-laki dewasa penduduk Indonesia Timur berisiko tinggi tertular HIV jika melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK).

Agaknya, penyangkalan lebih mudah daripada mengubah perilaku berisiko tertular HIV. Padahal, kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual di Indonesia Timur, seperti di Maluku Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat terus terdeteksi. Ini menandakan penduduk di wilayah ini masih saja melakukan perilaku berisiko tertular HIV yaitu melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di wilayah Indonesia Timur atau di luar Indonesia Timur.

Selama penyangkalan terus terjadi maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi dengan mata rantai laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi.

Maka, pemerintah-pemerintah lokal tinggal ‘menuai hasil’ yaitu ledakan kasus AIDS di masa yang akan datang. ***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun