"14 Ribu Warga di Kota Jambi Segera Diskrining Antisipasi HIV/AIDS" Ini judul berita di detik.com, 13 Mar 2025.
Informasi di judul berita ini tidak akurat, karena:
Pertama, tidak semua warga (Kota Jambi) mempunyai perilaku seksual atau nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Kedua, skrining atau tes HIV bukan atisipasi karena hal itu dilakukan di hilir yaitu ketika ada yang terdeteksi HIV-positif itu artinya yang bersangkutan sudah melakukan perilaku seksual atau nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Antisipasi adalah mencegah agar insiden infeksi HIV baru bisa berkurang, sekali lagi hanya bisa berkurang karena mustahil sama sekali bisa dihentikan, yang dilakukan di hulu.
Program atau penanggulangan HIV/AIDS di hulu adalah menurunkan jumlah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung.
Yang perlu diingat pekerja seks komersial (PSK) ada dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sejak reformasi ada gerakan moral menutup semua lokalisasi pelacuran di Indonesia sehingga lokaliasi pelacuran pun sekarang pindah ke media sosial. Transaksi seks pun dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekuasinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat. PSK langsung pun akhirnya 'ganti baju' jadi PSK tidak langsung.
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, pemandu lagu, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek prostitusi online. Transaksi seks terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui Ponsel, sedangkan eksekusinya juga terjadi di sembarang tempat, rumah, kos-kosan, apartemen, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang.