Sampai hari ini, 15 Februari 2025, artikel dan berita di media massa, media online dan media sosial hanya mengumbar mitos (anggapan yang salah) tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.
Mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang benar dan akurat sesuai denga pijakan fakta medis merupakan 'vaksin' karena vaksin HIV medis belum ada.
Baca juga: Siapa Bilang Vaksin AIDS Tidak Ada (Kompasiana, 19 Mei 2024)
Ini yang dimaksud dengan 'vaksin sosial' terkait dengan pencegahan HIV/AIDS. Lagi pula ketika aa vaksin medis untuk jadikan tubuh kebal terhadap HIV, bisa-bisa perilaku sebagian orang di planet ini bisa seperti, maaf, hewan atau binatang.
Baca juga: AIDS: Obat dan Vaksin Akan Membuat (Perilaku) sebagian Orang Seperti Binatang (Kompasiana, 30 November 2011)
'Vaksin sosial' ini amat penting karena laporan jurnal kesehatan dunia menunjukkan: Indonesia memiliki jumlah infeksi HIV baru terbesar keempat per tahun di dunia, Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) perkirakan ada 73.000 kasus infeksi HIV baru per tahun. Angka ini hanya tertinggal dari China, India, dan Rusia (aidsmap.com, 4 September 2018).
Perkiraan WHO ini tidak meleset jauh karena "Laporan Tahunan dan Triwulan HIVPIMS 2023" menunjukkan pada tahun 2023 terdeteksi 57.299 kasus infeksi HIV baru.Â
Sementara itu jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sejak tahun 1987-2023 sebanyak 729.219 yang terdiri atas 566.707 HIV dan 162.512 AIDS.
Yang perlu diingat angka-angka yang dilaporkan di atas tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena: epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).