Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengabaikan Rasa Malu Pakai Masker di Tengah-tengah Pelonggaran

19 Mei 2022   19:47 Diperbarui: 19 Mei 2022   20:12 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: mlmedical.com)

Di tengah-tengah pelonggaran pemakaian masker kalangan lansia dan warga dengan komorbid dianjurkan tetap pakai masker, adakah rasa malu

Ketika Kongres AIDS Internasional Asia Pasifik (ICAAP - International Congress on AIDS in the Asia Pacific) ke-9 di Bali, 9-13 Agustus 2009, dunia, terutama di kawasan Asia sedang dilanda wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome yaitu infeksi saluran pernapasan berat disertai dengan gejala saluran pencernaan yang disebabkan oleh coronavirus). Warta diminta pakai masker.

Memang, tak banyak yang pakai masker sehingga aneh rasanya pakai masker ketika itu di luar Bali. Tapi, karena di Bali banyak warga asing tidak begitu aneh memakai masker.

Sebaliknya, ketika pandemi Covid-19 justru warga yang tidak pakai masker yang aneh karena mereka menantang penyebaran virus yang akut. Tapi, ketika muncul varian-varian baru, terutama Delta dan Omicron, barulah kelihatan manfaat memakai masker karena terhindar dari penularan virus.

Namun, di beberapa negara yang mulai melonggarkan pembatasan, seperti tidak wajib lagi memakai masker dan boleh mengadakan pertemuan serta menonton konser musik dan pertandingan sepak bola kasus Covid-19 melambung. Ini terjadi di beberapa negara Eropa Barat, Amerika Serikat (AS), Jepang, Korea Selatan (Korsel), Vietnam, Australia, Selandia Baru dan terakhir China.

Agaknya, negara-negara itu sudah jengah menghadapi protes dan unjuk rasa yang terus terjadi menentang pemakaian masker, pembatasan dan vaksinasi Covid-19 sehingga melepas pembatasan pandemi jadi wabah endemi.

Di AS yang terjadi kemudian adalah pandemi Covid-19 di kalangan warga yang tidak divaksinasi. Rupanya, di AS vaksinasi yang dianjurkan Presiden Joe Biden (Partai Demokrat) ditentang oleh warga pendukung Partai Republik. Biar pun Biden berulang-kali mengatakan vaksinasi tidak terkait dengan politik, tapi warga AS justru memilih mengabaikan pesan Biden.

Sebelumnya, ketika itu Presiden Donald Trump, memang menyebarkan hoaks bahwa Covid-19 adalah virus China dan sesumbar warganya (baca: warga AS) tidak akan bisa diinfeksi Covid-19.

Padahal, ketika itu sudah ribuan kasus yang terdeteksi dan ratusan kematian. Celakanya, warga AS pengagum Trump dan Republik mendukung Trump dengan mengatakan "Covid-19 is a Lie" dan yang jadi virus justru berita yang akurat tentang Covid-19.

Di Indonesia juga di awal pandemi banyak berseliweran narasi hoaks, bahkan dibalut dengan agama, di media sosial terkait dengan Covid-19, Tapi, lagi-lagi fakta menunjukkan tidak sedikit dari orang-orang yang anggap remeh justru jadi korban Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun