Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penanggulangan HIV/AIDS di Batam Dilakukan di Hilir

14 Mei 2022   13:31 Diperbarui: 14 Mei 2022   13:36 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: amfar.org)

Upaya meminimalisir kasus HIV/AIDS di Batam, Kepri, dilakukan penyuluhan, tapi tidak ada langkah konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru di hulu

"Dijelaskannya (Kepala Dinas Kesehatan Batam, Kepri, Didi Kusmarjadi), HIV sebagian besar disebabkan seks bebas yang disertai tanpa alat pengaman atau kondom. Apalagi ganti-ganti pasangan. Ditambah yang berhubungan seks dengan sesama jenis." Pernyataan ini ada dalam berita "4 Bulan, Tambah Kasus HIV Baru 194 Orang di Batam" (metropolis.batampos.co.id, 13/5-2022).

Pernyataan, 'HIV sebagian besar disebabkan seks bebas yang disertai tanpa alat pengaman atau kondom' tidak akurat karena risiko penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas), tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (lihat matriks).

Ilustrasi: Matriks sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan penularan HIV/AIDS (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Ilustrasi: Matriks sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan penularan HIV/AIDS (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Ganti-ganti pasangan seksual adalah perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS jika laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.

Perlu juga diketahui bahwa melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering berganti pasangan, yaitu pekerja seks komersial (PSK), juga merupakan perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena ada kemungkinan PSK tersebut mengidap HIV/AIDS.

Terkait dengan 'berhubungan seks dengan sesama jenis', dalam hal ini gay, juga bukan penyebab tertular HIV/AIDS. Hal ini merupakan perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS jika yang menganal tidak memakai kondom.

Baca juga: Menakar Efektivitas Perda AIDS Provinsi Kepulauan Riau

Disebutkan dalam berita ".... penderita HIV di Batam masih didominasi antara usia 25 tahun sampai dengan 49 tahun" .... Ini merupakan hal yang realistis karena pada rentang usia itu dorongan seksual sangat tinggi. Bagi yang belum menikah bisa jadi mereka menyalurkan dorongan seksual dengan PSK sehingga berisiko tinggi terular HIV/AIDS jika mereka tidak memakai kondom.

Masalahnya adalah mereka tidak memperoleh informasi yang akurat tentang cara-cara mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Hal ini terjadi karena selama ini materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) sedangkan fakta medis HIV/AIDS hilang.

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan seks sebelum menikah, zina, selingkuh, PSK, lokalisasi pelacuran dan lain-lain. Pengidap HIV/AIDS itu terular karena termakan mitos yatu mereka tidak melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran, tapi dengan cewek panggilan, anak sekolah, mahasiswi atau cewek prostitusi online di hotel atau di kamar kos.

Mereka lupa kalau cewek panggilan, anak sekolah, mahasiswi atau cewek prostitusi online sama saja dengan PSK yaitu sering ganti-ganti pasangan yaitu perilakunya berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Untuk itulah materi HIV/AIDS dalam KIE harus objektif sesuai dengan fakta medis agar masyarakat menangkap fakta medis bukan mitos.

Yang perlu diingat laporan kasus HIV/AIDS, seperti disebutkan periode Januari hingga April 2022 terdeteksi 194 kasus baru, tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Jumlah kasus yang dilaporkan yaitu 194 digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (lihat gambar).

Fenomena Gunung Es pada epidemic HIV/AIDS (Foto: Dok/Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Fenomena Gunung Es pada epidemic HIV/AIDS (Foto: Dok/Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Maka, yang perlu dilakukan oleh Dinkes Batam adalah mencari kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat. Soalnya, warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Ada lagi pernyataan:"Paling banyak itu pasangan sejenis LSL (Lelaki Suka Lelaki)." Ini kabar gembira karena HIV/AIDS pada LSL ada di terminal akhir karena mereka tidak punya istri sehingga kasus tidak menyebar ke masyarakat tapi hanya di komunitas LSL.

Pertanyaan lain: Berbagai upaya terus dilakukan Dinkes Batam dalam menimimalisir (meminimalisir-pen.) angka HIV AIDS. Salah satu memberikan penyuluhan dengan melibatkan semua lapisan masyarakat. Melakukan tes HIV AIDS sebanyak-banyaknya termasuk juga Mobile VCT.

Baca juga: Penanggulangan AIDS di Kota Batam (Masih) Menunggu Perda?

Soal penyuluhan sudah dilakukan sejak awal epidemi HIV/AIDS. Yang jadi persoalan adalah materi penyuluhan (KIE) tidak berbasis fakta medis, tapi dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis tidak sampai ke masyarakat. Yang ditangkap masyarakat hanya mitos.

Matriks: Tes HIV sebagai penanggulangan HIV/AIDS di hilir (Sumber: Syaiful W Harahap -- AIDS Watch Indonesia/11-2013)
Matriks: Tes HIV sebagai penanggulangan HIV/AIDS di hilir (Sumber: Syaiful W Harahap -- AIDS Watch Indonesia/11-2013)

Sedangkan tes HIV adalah langkah di hilir. Warga yang tertular HIV terdeteksi melalui tes. Yang dipelukan adalah langkah di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksua dengan PSK. Tapi, hal ini tidak bisa dilakukan (lagi) karena praktek PSK tidak dilokalisir sehingga tidak bisa dijangkau karena transaksi dilakukan melalui media sosial dan eksukusinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat.

Begitu juga dengan sosialisasi pengobatan juga merupakan langkah di hilir yaitu dilakukan terhadap warga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Tanpa program yang konkret yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa, itu artinya kasus HIV baru akan terus terjadi di Batam. Laki-laki yang tertular HIV/AIDS akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Penyebaran HIV/AIDS yang terjadi secara diam-diam karena warga yang mengidap HIV/AIDS tidak menyadari dia sudah tertular HIV jadi 'bom waktu' yang kelak jadi 'ledakan AIDS' di Batam. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun