Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Yang Terpenting adalah Mencegah Agar Tidak Tertular HIV

19 Januari 2020   16:28 Diperbarui: 22 Januari 2020   09:05 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: easterneye.biz)

Jadi Penyakit Menakutkan, Benarkah HIV/AIDS Tidak Bisa Diobati? Ini judul berita di kompas.com, 17/1-2020. Yang jadi persoalan besar pada HIV/AIDS bukan soal bisa diobati atau tidak, tapi ketika virus (HIV) masuk ke tubuh HIV akan menggandakan diri sampai miliaran kopi setiap hari.

HIV menggandakan diri di sel darah putih (dalam tubuh manusia sel darah putih sebagai pertahanan, semacam tentara di sebuah negara). Sel darah putih yang dijadikan HIV sebagai 'pabrik' rusak. HIV yang baru diproduksi mencari sel darah putih lain untuk menggandakan diri lagi. Begitu seterusnya sehingga pada suatu saat akan sampai pada masa AIDS (secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular jika tidak minum obat antiretroviral/ARV).

Pada masa AIDS sistem pertahanan diri lemah sehingga mudah terinfeksi berbagai macam penyakit yang disebut sebagai infeksi oportunistik, seperti diare, TB, pnemonia, dll. Nah, yang menyebabkan kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) bukan HIV atau AIDS, tapi infeksi oportunistik.

Salam satu kesalahan besar dalam berita HIV/AIDS yaitu tentang kematian Odha yang tidak disebutkan penyebabnya sehingga terkesan kematian karena HIV/AIDS. Dalam berita disebut: Infeksi virus ini bisa mengancam nyawa jika tak ditangani dengan tepat. Ini tidak akurat karena yang mengancam nyawa bukan infeksi virus, tapi infeksi oportunistik.

Cara penularan yang disebutkan dalam berita juga sangat naif karena tidak memberikan cara penularan yang faktual. Disebutkan: Penularan virus ini bisa terjadi melalui pemakaian jarum suntik secara bergantian, menggunakan peralatan tato dan tindik yang tidak disterilkan, serta seks tanpa pengaman.

Data menunjukkan persentase cara penularan terbanyak adalah melalui hubungan seksual, terutama seks penetrasi vaginal, pada kalangan heteroseksual. Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 27/8-2019, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan dari tahun 1987 sd. Juni 2019 yaitu sebanyak 117.064 dengan gaktor risiko penularan terbanyak melalui hubungan seksual berisiko heteroseksual yaitu 70,2%.

Dalam berita disebutkan "Para ilmuwan pertama kali menemukan HIV dalam sampel darah manusia pada tahun 1959." Ini tidak akurat. Yang terjadi adalah ketika WHO menyetujui reagent untuk mendeteksi HIV di darah (1986), maka kalangan medis di Eropa Barat melakukan tes terhadap contoh darah pasien-pasien yang meninggal tapi tidak terdiagnosis penyebabnya. Salah satu contoh darah di Swedia yang diambil dari pasien pada tahun 1959 menunjukkan hasil reaktif ketika dites dengan reagent.

Gejala-gejala apa pun pada tubuh manusia biarpun terkait dengan HIV/AIDS gejala tsb. bisa diabaikan tidak ada kaitannya dengan HIV/AIDS al. jika ybs. tidak pernah melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, yaitu pekerja seks komersil (PSK).

Walaupun ada obat ARV yang menghambat laju perkembangbiakan HIV di dalam darah, yang jelas obat ARV harus diminum seumur hidup dengan berbagai efek samping. Maka, yang perlu disebarluaskan adalah cara-cara mencegah agar tidak tertular HIV.

Persoalannya, di Indonesia informasi tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan moral dan agama sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah) sehingga banyak orang yang terjerumus melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS. *

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun