Dalam berita tidak ada penjelasan faktor risiko utama penularan HIV/AIDS terhadap hampir 50.000 warga Jabar. Jika faktor risiko utama adalah hubungan seksual yang berisiko pada hertoseksual, yaitu hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), maka yang diperlukan adalah intervensi untuk menjalankan program kepatuhan memakai kondom bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK.
PSK sendiri dikenal ada dua jenis, yaitu:
(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran atau mejeng di tempat-tempat umum, dan
Mitos Bukan PSK
(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini 'menyamar' sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.
[Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"]
Sebesar apa pun anggaran tidak akan berguna untuk melakukan intervensi terhadap laki-laki yang melakukan hubungan seksual berisiko (tidak memakai kondom) dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung karena mereka tidak bisa dijangkau (Lihat Gambar).
[Baca juga: Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2015: Insiden Penularan HIV Baru Terus-menerus Terjadi]
Orang-orang yang terdeteksi HIV-positif tidak ototmatis memerlukan obat, seperti obat antiretroviral (ARV). Odha baru minum obat ARV jika hasil tes CD4 di bawah 350. Sedangkan obat untuk penyakit-penyakit infeksi oportunistik, seperti diare, ruam, TB, dll. tersedia secara luas di puskesmas dan rumah sakit.