Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Debat Paslon Cagub/Cawagub Sumut, Abaikan "Brain Drain" dan Nasib Petani

12 Mei 2018   22:36 Diperbarui: 12 Mei 2018   22:47 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Debat Kandidat Paslon Cagub/Cawagub Sumut (Sumber: You Tube)

Seorang teman mengajak saya menonton "Debat Publik Paslon Cagub/Cawagub Sumut 2" di MetroTV, 12/5-2018, pkl 20.00. "Lihatlah, Bang, pusing awak mengikutinya," kata teman itu.

Benar saja. Kalaulah dua pasangan calon (Paslon) itu mengamat fenomena yang ada di Sumatera Utara (Sumut) dengan membawanya ke realitas sosial di social settings tentulah perdebatan akan menghasilkan langkah-langkah konkret dalam mengatasi masalah yang ada di Sumut.

Tapi, debat hanya sebatas 'balas pantun' yang tidak menyentuh akar persoalan ril di Sumut.

Sejak zaman doeloe persoalan besar di Sumut adalah brain drain (penduduk yang pintar menyeberang ke Pulau Jawa dan daerah lain bahkan ke luar negeri). Tentu saja brain drain  berdampak buruk terhadap pembangunan dalam berbagai sektor di Sumut.

Warga Sumut jadi pejabat di berbagai daerah. Jadi bupati di Sulsel, bupati di Papua, wakil gubernur di Papua, pejabat di berbagai daerah, dosen dan guru di mana-mana, dst. Tidak ada pembicaraan tentang brain drain, padahal ini adalah isu yang sudah lama berkembang di Sumut tapi sampai sekarang tidak ada langka konkret untuk mengatasinya.

Maka, ketika ada isu pendidikan diangkat yang dipersoalkan hanya sebatas partisipasi pendidikan. Paslon No 2 (Djarot Saiful Hidayat/Sihar Sitorus) meningkatkan partisipasi pendidikan dengan "Kartu Sumut Pintar". Sedangkan Paslon No 1 (Edi Rahmayadi/Musa Rajeckshah) menambah ruang kelas.

Tidak jelas apa akar persoalan yang menyebabkan tingkat partisipasi pendidikan di Sumut rendah dan perlu juga petanya sehingga langkah untuk mengatasinya konkret karena tidak bisa disamaratakan pada semua kabupaten dan kota.

Tapi, ada yang luput dari isu pendidikan yaitu kualitas lulusan SMA. Sampai tahun 1970-an lulusan SMA dari Sumut bisa menembus perguruan tinggi ternama di P Jawa, tapi sejak tahun 1980-an mulai merosot.

Disebutkan ada enam panelis dari perguruan tinggi dengan kualifikasi S3, tapi pertanyaan yang diajukan ke Paslon tidak menyentuh akar persoalan yang ada di Sumut. Terkesan hanya fenomena yang ada di permukaan yang diperdebatkan sedangkan aspek-aspek kehidupan yang ril luput dari perhatian.

Seperti isu pertanian. Tidak ada pertanyaan yang menyasar langkah konkret untuk meningkatkan hasil bumi, seperti kelapa, kopi, kulit manis, kemenyan, dll. yang dulu jadi andalan Sumut. Maka, sektor pertanian tanaman keras rakyat tidak jadi isu yang bisa meningkatkan perekonomian Sumut.

Perkebunan negara dan swasta mengandalkan kepala sawit dengan mengabaikan tanaman keras yang dahulu sumber kemakmuran Sumut. Celakanya, lahan sawit mengambil lahan hutan, pertanian dan perkebunan rakyat serta merampas hamparan rumput penggembalaan ternak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun