Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Label Halal, Kini Diterbitkan oleh Kementerian Agama RI

1 November 2017   13:50 Diperbarui: 1 November 2017   14:00 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi [Sumber: makalah Prof Sukoso, Kepala Badan Penyelengara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementerian Agama (Kemenag)]

Ketika mengukuti workshop "Training on HIV Treatment Advocacy", Tides-APN+, Pattaya, Thailand  (2004),  ada hal yang sangat istimewa. Untuk pertama kali kegiatan internasional yang saya ikuti ada formulir isian yang bertanya tentang agama.

Ada apa?

Rupanya, hal itu terkait dengan minuman dan makanan. Maka, ketika makan di hotel tempat acara ada satu meja khusus untuuk saya dan beberapa teman dari Indonesia dan Malaysia. Yang paling mengangetkan saya adalah setiap sarapan, makan siang dan makan malam ada 5 karyawan hotel yang berdiri mengelilingi meja dan mengikuti setiap peserta jika pergi ke meja hidangan di luar meja yang disediakan tadi.

Untuk apa?

"Supaya Tuan tidak salah ambil," kata karyawan hotel itu sambil membungkuk. Maklum, di hotel internasional tentulah segala macam makanan tersedia sehingga karyawan hotel menjaga agar peserta Muslim tidak mengambil makanan yang tidak halal.

Menggoncang Perekonomian

Hal itu benar-benar merupakan penghargaan yang sangat tinggi terhadap peserta yang beragama Islam. Padahal, tidak ada satu ketentuan hukum baik regional maupun internasional yang mewajibkan hotel menyediakan tempat khusus dan makanan khusus halal dengan pengawasan karyawan hotel secara ketat.

Nah, di negara dengan pemeluk Islam yang sangat kecil, lima persen dari populasi, ternyata pemerintah dan masyarakat "Negeri Gajah Putih" itu menempatkan diri sebagai bangsa yang toleran dan menjaga kesucian pemeluk Islam terkait dengan makanan.

Jika kita berpatokan ke langkah yang ditempuh hotel tadi, maka amatlah wajar kalau kemudian label halal jadi penting artinya karena bangsa yang tidak Muslim pun menghargai hak pemeluk Islam untuk menikmati sajian yang halal.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan pemberikan sertifikat halal bagi minuman dan makanan. Halal tidak hanya semata-mata minuman dan makanan terhindar dari zat-zat yang secara eksplisit diharamkan dalam Alquran, tapi juga minuman dan makanan yang diolah dan mempunyai kandungan zat-zat yang tergolong haram seperti bagian-bagian tubuh manusia dan babi serta najis.

Label Halal di Indonesia bermula ketika ada isu 'lemak babi' tahun 1998 dan penyedap rasa (MSG) tercemar enzim babi pada tahun 2000. Isu minuman dan makanan yang tidak halal mengguncang perekonomian nasional karena berdampak terhadap pemasaran dan harga saham perusahaan di bursa. Bertolak dari kasus ini pemerintah pun meminta agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut meredekan gejolak isu lemak dan enzim babi pada bahan makanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun