Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kelokur di Lokur Kok Bisa Hamil?

19 Maret 2011   02:42 Diperbarui: 14 Februari 2024   14:59 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Dreamstime.com)

Agaknya, ada kesan yang sangat kuat di masyarakat bahwa ’pergaulan bebas’ remaja menjadi penyebab kehamilan yang berujung ke aborsi. Pengetahuan yang rendah terhadap kesehatan reproduksi membuat pemahaman remaja terhadap kehamilan sangat rendah. Sebagian orang, termasuk institusi pendidikan, menabukan pembicaraan tentang seks secara terbuka.

Mitos-mitos (anggapan yang salah) terkait dengan kesehatan reproduksi menyuburkan kebodohan, terutama di kalangan remaja, terhadap seksualitas. Akibatnya, ada saja remaja yang ’terjerumus’ yang membuat mereka mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD).

Kehamilan pada hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual yaitu ’pergaulan bebas’, seks pranikah, zina, seks di luar nikah, dll., tapi karena kondisi hubungan seksual yaitu ketika sanggama tidak memakai kontrasepsi. Inilah yang tidak pernah disampaikan kepada remaja. Mereka hanya dijejali dengan norma, moral dan agama dalam kaidah dogma: jangan begini, jangan begitu, itu dosa, dst.

Begitu kentalnya kesalahpahaman banyak orang terhadap KTD sampai-sampai unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak diinginkan) pun diterjemahkan menjadi ’kehamilan di luar nikah’. Ini dilakukan oleh mahsiswa sebuah PTN di Jakarta Timur ketika penulis meminta mereka menerjemahkan artikel dalam Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia untuk keperluan newsletter ’HindarAIDS’. Tidak semua KTD karena hubungan seksual di luar nikah.

Begitu pula dengan aborsi tidak sedikit pakar dan tokoh bahkan pejabat yang ’asbun’ dengan menyampaikan data dari tahun ke tahun itu-itu saja. Padahal, ada penelitian Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Jakarta tahun 2003 di sembilan kota di Indonesia: Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram, dan Makassar dengan responden 1.446 (penelitian ini resmi).

Hasilnya? Ternyata 87% perempuan yang melakukan aborsi terikat dalam pernikahan yang sah. Sedangkan yang tidak menikah 12%. Dilihat dari pekerjaan ternyata 48% ibu rumah tangga, 43% karyawa/pegawai, 7% pelajar, dll. 2%. Penyebab kehamilan antara 45- 89,.2% karena gagal KB. Alasan aborsi adalah psikososial 58% dan gagal KB 36%.

Data di atas memupus anggapan yang selama ini berkembang yaitu: (1) Aborsi dilakukan oleh perempuan yang hamil di luar nikah; (2) Aborsi dilakukan oleh remaja yang hamil karena seks pranikah; (3) Aborsi dilakukan oleh perempuan yang hamil karena selingkuh, dan (4) Aborsi dilakukan oleh perempuan yang hamil karena ‘seks bebas’.

Pengetahuan remaja putri terhadap kesehatan reproduksi yang sangat rendah membuat mereka berada pada posisi tawar yang lemah, apalagi berhadap dengan remaja putra, termasuk laki-laki dewasa yang sudah beristri. Remaja putri pun sering terbuai rayuan laki-laki.

Kehamilan terjadi karena ada pembuahan yaitu sperma masuk ke rahim. Inilah yang tidak dipahami sebagian besar remaja karena mereka tidak memperoleh pendidikan tentang reproduksi. Maka, pasangan remaja kebingungan karena si gadis hamil, padahal, mereka melakukan hubungan seksual terputus (air mani yang mengandung sperma dikeluarkan di luar vagina). Tapi, karena pengetahuan yang rendah mereka tidak sadar ketika sanggama ada cairan yang keluar dari penis sebelum ejakulasi. Ada kemungkinan cairan itu juga mengandung sperma.

Sanggama terputus pun tidak selamanya berhasil karena bisa saja terjadi ejakulasi tiba-tiba sehingga penis tidak sempat dikeluarkan dari vagina. Atau ketika mulai ada tanda-tanda ejakulasi penis dikeluarkan tapi ada cairan yang keluar ketika penis ditarik keluar.

Ada pula cara lain yaitu sanggama tidak memakai kondom, tapi menjelang ejakulasi penis dikeluarkan untuk dipasangi kondom. Namun, sebelu penis dikeluarkan ada kemungkinan cairan mani ada yang keluar sehingga berpotensi pembuahan karena ada sperma dalam cairan itu.

Ada lagi pasangan remaja yang mengatakan mereka cuma melakukan ’laga-laga ecek’ (penis hanya di mulut vagina). Tapi, mereka tidak sadar ketika terjadi ejakulasi air mani yang mengandung sperma bisa masuk ke dalam vagina sampai ke mulut rahim. Hal yang sama terjadi pada pasangan yang remaja yang mengaku ketika mempermainkan penis di vagina ceweknya memakai CD. Ternyata CD-nya berenda-renda seperti kelambu yang memungkinkan air mani yang mengandung sperma masuk ke dalam vagina.

Agaknya, sudah saatnya kita membuka diri untuk membuang anggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi merupakan hal yang tabu. Tidak sedikit remaja yang mukanya memerah ketika ada darah di roknya. Padahal, menstruasi atau haid menunjukkan sistem reproduksi remaja berjalan lancar dan dia tidak sedang hamil. Maka, ketika seorang remaja putri menstruasi tidak perlu malu. Kondisi buruk itu terjadi karena remaja tidak dibelaki dengan pengetahuan yang akurat tentang kesehatan reproduksi.

Kondisinya kian runyam karena di masyarakat memandang perempuan sebagai sub-ordinat laki-laki karena pemahaman yang tidak komprehensif terkait dengan pemaknaan kodrat dan gender. Kodrat adalah identitas fisik terkait dengan reproduksi yang dibawa sejak lahir dan tidak bisa diubah.

Kodrat laki-laki adalah buah zakar, penis, dan sperma. Sedangkan kodrat perempuan adalah vagina, rahim, hamil, melahirkan, payudara dan menyusui. Perbedaan lain yang ditimpakan kepada laki-laki dan perempuan adalah gender yaitu terbentuk karena konstruksi sosial yang berbeda di setiap masyarakat dan komunitas.

Untuk sebuah laporan di Tabloid ”MUTIARA” (akhir 1980-an) saya mewancarai seorang perempuan Jawa, Ani Iwasaki, yang menikah dengan pria Jepang tentang cara mereka memberikan pengetahuan soal seks kepada anak-anaknya. Sebelum anak laki-laki ’mimpi basah’ dan anak perempuan menstruasi mereka sering mandi bersama sambil menjelaskan alat-alat reproduksi.

Anak laki-laki diingatkan beritahu kalau sudah ’mimpi basah’. Untuk apa? ”Ya, itu menjadi urusan suami.” Begitu pula dengan anak perempuan sejak menstruasi menjadi urusan istri. Pengetahuan tentang seks terkait dengan ’mimpi basah’ dan menstruasi mulai diberikan sesuai dengan perkembangan anak berdasarkan pertanyaan mereka.

Bisa juga dilakukan dengan memberikan brosur, leaflet, atau buku tentang kesehatan reproduksi kepada anak-anak. Tentu saja dengan bimbingan orang tua, tante atau oom dalam keluarga.

Semua terpulang kepada kita. Apakah tetap menabukan pendidikan kesehatan reproduksi atau membiarkan anak-anak kita terjerumus ke jurang hanya karena kita tidak memberikan panduan kepada mereka. ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun