Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Tanggapan terhadap Perda AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta

19 Desember 2010   00:54 Diperbarui: 28 Maret 2019   17:47 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: health.com)

Ide pembuatan peraturan daerah (Perda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia berasal dari keberhasilan Thailand menurunkan insiden kasus HIV baru di kalangan laki-laki dewasa. Program yang dijalankan Thailand dikenal sebagai ‘wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual berisiko di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir. Celakanya, 41 Perda AIDS yang ada di Indonesia tidak menerapkan program tsb. secara utuh sehingga tidak berdampak terhadap upaya penanggulangan epidemi HIV.

DI Yogyakarta merupakan daerah ke-41 dari 41 daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang menelurkan Perda AIDS. Perda AIDS pertama ‘lahir’ di Kab Merauke (2003). Tapi, karena program yang dijadikan acuan hanya ‘dicangkok’ dan ‘diselipkan’ ke perda maka hasilnya pun nol besar.

Di beberapa Perda AIDS ada ‘program cangkokan’ yaitu kewajiban memakai kondom pada hubungan seksual yang berisiko. Tapi, ada persoalan besar yaitu di Indonesia tidak ada germo yang memegang izin usaha pelacuran sehingga penerapan sanksi hokum tidak bisa diterapkan.

Program di Thailand dipantau melalui survailans IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungans seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, seperti GO (kencing nanah), sifilis (raja singa), klamidia, hepatitis B, dll.) terhadap pekerja seks komersial di satu lokalisasi atau rumah bordir. Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka itu membuktikan PSK tadi meladeni laki-laki ‘hibung belang’ tanpa kondom. Germo diberikan sanksi hukum mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha.

Pasal-pasal Moral

Dalam beberapa Perda AIDS yang diberikan sanksi justru PSK. Mekanisme pemantauan pun tidak konkret. Pemkab Merauke melalui KPAD Kab Merauke sudah ’menyeret’ beberapa PSK ke pengadilan dengan tuduhan meladeni laki-laki tanpa kondom. Tanpa disadari oleh penguasa di Merauke satu PSK ditangkap maka puluhan bahkan ratusan PSK siap mengisi ’lowongan’ yang ditinggalkan PSK yang ditangkap. Tentu berbeda jika yang diberikan sanksi germo. Mengurus izin usaha tidak semudah mencari PSK ’baru’.

Biar pun tidak ada laporan tentang keberhasilan Perda AIDS dalam menangulangi epidemi HIV, tapi daerah berlomba-lomba membuat perda. DI Yogyakarta pun ikut pula menelurkan Perda AIDS [Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogykarta (DI Yogyakarta) No 12 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Human Immunodefficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Defficiency Sindrome yang disahkan tanggal 1 Desember 2010].

Dalam penjelasan umum disebutkan: Untuk memudahkan pencapaian penanggulangan HIV dan AIDS maka sasaran program dapat ditujukan kepada: (1) orang-orang yang karena lingkup pekerjaannya, lingkungan sosial, rendahnya status kesehatan, daya tahan dan kesejahteraan keluarga memiliki risiko untuk terpapar HIV; dan (2) orang-orang yang karena perilakunya seperti melakukan hubungan seks tanpa tindakan-tindakan pencegahan (mengetahui status HIV pasangan, memakai kondom), menggunakan jarum suntik atau alat yang digunakan untuk melukai kulit yang tidak steril (jarum suntik yang digunakan secara bersama-sama dalam menyuntik narkotika, alat tato dan tindik).

Persoalan besar pada epidemi HIV justru lebih dari 90 persen kasus penularan HIV terjadi tanpa disadari. Maka, penjelasan nomor 2 tidak relevan dengan realitas epidemi HIV di Yogyakarta. Dengan kasus kumulatif HIV/AIDS 1.208 (Juli 2010) tidak menunjukkan kasus yang sebenarnya ada di masyarakat karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (puncak gunung es di atas permukaan air laut) hanya bagian kecil dari kasus yang tidak terdeteksi (gunung es di bawah permukaan air laut).

Belakangan ini kasus HIV dan AIDS banyak terdeteksi di kalangan remaja. Tapi, ini tidak memupus kemungkinan kasus HIV dan AIDS yang lebih besar di kalangan laki-laki dewasa dan ibu-ibu rumah tangga karena kasus HIV dan AIDS banyak terdeteksi di kalangan remaja pengguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya). Remaja itu wajib tes HIV ketika mereka hendak menjalani rehabilitasi. Sedangkan kasus HIV dan AIDS di kalangan dewasa, dengan faktor risiko seksual dan narkoba, tidak banyak terdeteksi karena tidak ada mekanisme yang bisa ’memaksa’ kalangan dewasa menjalani tes HIV.

Kasus-kasus HIV dan AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat DI Yogyakarta akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS. Penduduk yang sudah mengidap HIV dan AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal. Salah satu buktinya adalah kasus-kasus HIV dan AIDS di kalangan ibu-ibu rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun