Per- dan polyfluoroalkyl substances (PFAS) atau dikenal dengan sebutan "Forever Chemicals" merupakan kelompok polutan lingkungan yang baru-baru ini ramai dibicarakan karena penyebarannya di beberapa negara. PFAS memberikan sifat tahan panas, tahan air, dan anti-lengket, sehingga banyak digunakan dalam berbagai produk seperti peralatan masak anti-lengket, produk pembersih, dan furnitur. PFAS digunakan sebagai zat tambahan yang menyebabkan suatu bahan tahan air dan tahan minyak. Penggunaan PFAS untuk berbagai keperluan menambah masalah baru bagi lingkungan, karena manusia dapat terpapar PFAS melalui makanan, air minum dan produk lainnya yang dikonsumsi.
PFAS terindikasi pada bahan yang berlabel "waterproof" atau yang sejenisnya. Penelitian dari NEXUS3 dan IPEN (2023), melaporkan beberapa produk di indonesia yang mengandung PFAS, diantaranya pakaian dan celana berbahan anti air, Â hijab tahan air, sarung tangan, dan cup popcorn.
Apa itu PFAS ?
Pada tahun 2021, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) merevisi definisi PFAS sebagai senyawa terfluorinasi yang mengandung setidaknya satu gugus alkil terfluorinasi penuh, baik metil (--CF) maupun atom karbon metilen  (--CF--), serta mencakup gugus alkanadiyl terfluorinasi penuh dan/atau cincin aromatik. Namun demikian, terdapat beberapa pengecualian, yaitu tanpa adanya a tom H, Cl, Br, atau I yang terikat pada gugus alkil terfluorinasi penuh tersebut (Gambar 1).
Bagaimana dampak PFAS pada manusia ?
PFAS masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum yang terkontaminasi, karena PFAS sulit disaring oleh tanah, dan masuk ke dalam air permukaan yang dikonsumsi manusia setiap harinya. Senyawa ini juga dapat tersebar secara pasif melalui udara dan debu. PFAS dapat mengikat protein sehingga dapat ditemukan pada darah, hati ginjal dan dapat dialirkan melalui ASI. Paparan ini menyebabkan PFAS bertahan dalam tubuh, Â dan terakumulasi dalam jangka panjang.
Konvensi Stockholm menyatakan bahwa senyawa turunan PFAS dapat menyebabkan gangguan reproduksi dan perkembangan, hati dan ginjal, efek imunologis pada hewan coba di laboratorium. Studi lainnya menemukan hubungan antara kejadian kanker, gangguan neurologis dan auto-imun pada masyarakat yang terpapar senyawa turunan PFAS. Studi terbaru menemukan hubungan antara PFAS dengan berbagai penyakit seperti kardiovaskular, gejala asma, merusak kualitas sperma, mengganggu fungsi ovarium, perubahan metabolisme glukosa, tekanan darah tinggi, dan berat badan rendah pada bayi baru lahir.
PFAS dari limbah bahan-bahan konsumsi dapat menyerap pada air tanah yang dikonsumsi manusia. Di beberapa negara, limbah sisa pulp pabrik kertas dibuat menjadi kompos dan digunakan dalam pertanian, sehingga PFAS terakumulasi di area pertanian tersebut hingga mencemari sumber air minum mereka. Hal ini terjadi karena PFAS tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan air yang konvensional. Jika hal ini terjadi secara berulang, maka PFAS ini akan terakumulasi dalam tubuh manusia dan memberikan efek bagi kesehatan, sehingga manusia perlu mengurangi konsumsi mankan, minuman dan alat-alat lainnya yang berpotensi melepaskan senyawa ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI