Narasi "Kiai yang kaya raya, tapi umatnya yang kasih amplop" pada program Xpose Uncensored di Trans7 memicu gelombang seruan #boikottrans7. Stasiun televisi di bawah naungan Transmedia ini dipandang tidak memenuhi standar etika dengan memprioritaskan sensasi daripada integritas dan sensitivitas budaya dalam kontennya.
Tayangan tersebut dianggap merusak citra positif pesantren dan santri dengan gambaran negatif yang disajikan. Melalui narasi sinis yang disampaikan dinilai bahwa itu termasuk merendahkan martabak seorang kiai dan pesantren di ruang publik penyiaran.
Banyak netizen yang memiliki pendapat berbeda tentang kontroversi ini. Beberapa di antaranya mendukung program Trans7, menyatakan bahwa konten yang disajikan adalah representasi dari kenyataan. Di sisi lain, netizen yang kontra berpendapat bahwa program tersebut tidak pantas dan tidak sesuai dengan norma sosial.
Kasus ini mendapatkan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Kurangnya profesionalisme dalam jurnalisme dapat mengakibatkan dampak negatif bagi masyarakat, memicu kehilangan kepercayaan.Â
Di era digital ini, media dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan antara kecepatan informasi dan kualitas konten. Dari kontroversi ini menyoroti bahwa media perlu bertransformasi dari yang hanya mengejar klik menjadi institusi yang bertanggung jawab dan menjunjung nilai-nilai kebenaran, kemanusiaan, dan keadilan dalam setiap konten yang disiarkan.
Kebebasan pers bukan berarti bebas dari tanggung jawab, lembaga penyiaran harus berhati-hati dalam menyiarkan konten.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI