Mohon tunggu...
Indriani Suhadi
Indriani Suhadi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Nama : Indriani Suhadi NIM : 43222010173 Ekonomi dan Bisnis//Akuntansi 2022 Universitas Mercu Buana Yang kini menyukai menulis dalam webdigital

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sigmud Freud dan Kejahatan Korupsi

15 Desember 2023   10:02 Diperbarui: 15 Desember 2023   10:08 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sigmud Freud: Psikoanalisis dan Dampaknya pada Pemahaman Kejahatan Korupsi

Pendahuluan

Sigmund Freud, seorang tokoh besar dalam dunia psikologi, telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman perilaku manusia. Artikel ini akan membahas kehidupan dan konsep psikoanalisis Freud, serta mencoba mengaitkannya dengan konteks kejahatan korupsi.

Bagaimana latar belakang sigmud freud?

Sigmund Freud lahir pada tahun 1856 di Freiberg, Moravia, yang sekarang merupakan bagian dari Republik Ceko. Freud memulai karirnya sebagai seorang dokter dan secara bertahap mengembangkan teori psikoanalisis, suatu pendekatan psikologi yang mengeksplorasi lapisan bawah sadar pikiran

Teori Psikoanalisis Freud

Freud membagi pikiran manusia menjadi tiga bagian utama: id, ego, dan superego. Id merupakan insting primitif dan hasrat, ego berfungsi sebagai pengatur realitas, dan superego menciptakan norma dan nilai-nilai moral. Teori ini menyoroti konflik batin dan dorongan-dorongan yang mungkin tidak disadari.

Penerapan Psikoanalisis pada Kejahatan Korupsi**

Psikoanalisis dapat memberikan pemahaman mendalam tentang motivasi individu yang terlibat dalam kejahatan korupsi. Misalnya, id yang didorong oleh keinginan instan dan hasrat material dapat mempengaruhi seseorang untuk terlibat dalam tindakan korupsi demi memenuhi kebutuhan pribadi.

Dinamika Kepribadian dan Korupsi**

Pemahaman kepribadian seseorang melalui lensa Freud dapat memberikan wawasan tentang bagaimana faktor-faktor seperti ketidakpuasan diri atau kecenderungan untuk mengejar kekuasaan dapat menjadi pemicu perilaku koruptif. Superego yang lemah atau terkompromi dapat mempermudah seseorang untuk melanggar norma moral.

Analisis Kasus Studi

Melalui analisis kasus studi, kita dapat melihat bagaimana konsep-konsep psikoanalisis Freud dapat diterapkan pada perilaku pejabat atau individu yang terlibat dalam skandal korupsi. Ini memberikan perspektif baru untuk memahami motivasi mereka di balik tindakan ilegal.

Kritik dan Pengembangan Teori

Meskipun teori psikoanalisis Freud memberikan pemahaman yang mendalam, beberapa kritikus berpendapat bahwa pendekatannya bersifat terlalu spekulatif dan sulit untuk diuji secara empiris. Namun, pendekatan ini tetap relevan dalam konteks analisis psikologis.

Relevansi dan Implikasi**

Memahami psikoanalisis Freud dapat membantu masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan strategi pencegahan kejahatan korupsi. Intervensi yang berfokus pada aspek psikologis individu dapat menjadi langkah awal untuk membangun masyarakat yang lebih etis

Pribadi indri
Pribadi indri

Sigmund Freud, dengan teori psikoanalisisnya, memberikan landasan untuk memahami kompleksitas perilaku manusia. Dalam konteks kejahatan korupsi, pendekatan psikoanalisis dapat memberikan pandangan unik dan membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong individu terlibat dalam tindakan koruptif. Dengan memadukan teori ini dengan strategi pencegahan yang efektif, mungkin kita dapat meminimalkan dampak negatif korupsi dalam masyarakat.

 Sigmund Freud: Psikoanalisis dan Analisis Kriminalitas

pendahuluan

Sigmund Freud, bapak psikoanalisis, menawarkan pandangan yang mendalam tentang kompleksitas pikiran manusia. Dalam konteks ini, artikel ini akan menjelajahi kontribusi Freud dalam memahami perilaku kriminal, fokus pada bagaimana teori psikoanalisisnya dapat diterapkan pada analisis kejahatan. Dengan melibatkan teori-teori kunci Freud, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang motif dan dinamika yang mungkin terlibat dalam tindakan kejahatan.

Asal Usul Psikoanalisis Freud

Freud, seorang dokter Austria, mengembangkan psikoanalisis pada awal abad ke-20. Teorinya menyoroti pentingnya lapisan bawah sadar pikiran dan kompleksitas konflik internal manusia.

Structure  Pikiran Menurut Freud: Id, Ego, dan Superego**

Pilar utama psikoanalisis Freud adalah struktur pikiran manusia, terdiri dari id, ego, dan superego. Id mewakili hasrat primitif, ego berurusan dengan realitas, dan superego menangani norma dan moralitas. Dalam konteks kejahatan, konflik antara ketiga aspek ini dapat memberikan gambaran tentang perilaku kriminal.

*Psikoanalisis dan Kriminologi**

Menerapkan teori psikoanalisis Freud pada kriminologi membuka pintu untuk memahami motif yang mendasari tindakan kriminal. Misalnya, id yang didorong oleh hasrat tanpa batas dapat menyebabkan tindakan kriminal impulsif tanpa memperhitungkan konsekuensinya.

#### 4. **Dinamika Kepribadian dan Kejahatan**

Freud percaya kepribadian seseorang berkembang melalui tahapan, dan ketidakseimbangan dalam tahapan ini dapat mengakibatkan perilaku yang tidak sesuai. Bagaimana perkembangan kepribadian berkontribusi pada penegakan hukum dan pengembangan kejahatan patut dipertimbangkan.

**Konsep Kepuasan Instan dan Kejahatan**

Teori Freud tentang insting dan kepuasan dapat diaplikasikan pada analisis kejahatan, terutama ketika individu terlibat dalam tindakan korupsi atau penyelewengan keuangan demi memenuhi keinginan instan.

*Analisis Kasus dan Psikoanalisis**

Melibatkan analisis kasus studi yang terkenal, seperti penjahat terkenal atau skandal korupsi, dapat membantu memahami bagaimana konsep-konsep Freud diterapkan dalam situasi kejahatan konkret.

. **Kritik Terhadap Psikoanalisis dalam Kriminologi**

Sementara teori Freud memberikan wawasan yang mendalam, beberapa kritikus menilai bahwa pendekatannya cenderung terlalu spekulatif. Kritik-kritik ini penting untuk diakui dalam merinci hubungan antara psikoanalisis dan kejahatan.

**Pentingnya Psikoanalisis dalam Pencegahan Kejahatan**

Meskipun kritik, pendekatan psikoanalisis dapat memberikan wawasan yang berharga untuk merancang strategi pencegahan kejahatan. Membedah akar masalah psikologis individu dapat membantu masyarakat dalam mencegah potensi tindakan kriminal.

Relevansi Global dan Implikasi Sosial**

Teori-teori Freud tidak hanya relevan di tingkat individu tetapi juga dapat diterapkan dalam skala sosial lebih besar. Memahami psikologi massa dapat membantu masyarakat mengatasi masalah kriminalitas secara efektif.

Kesimpulan: Mendalam ke dalam Pikiran Kriminal**

Melalui lensa psikoanalisis Freud, kita dapat memahami bahwa perilaku kriminal tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial, tetapi juga oleh konflik internal dalam pikiran manusia. Dengan merinci ke kompleksitas ini, kita dapat membangun pendekatan yang lebih holistik untuk mencegah dan mengatasi kejahatan di masyarakat.

Sejarah dan Status Psikoanalisis dalam Ilmu Mental Sigmund Freud lahir di Moravia pada tanggal 6 Mei 1858, dan orang tuanya adalah keturunan Yahudi.

 Pada tahun , ketika dia berumur empat tahun, keluarganya pindah ke Wina, dimana dia tinggal selama 78 tahun.

  Setelah Hitler menginvasi Austria pada tahun , ia melarikan diri ke London dan belajar  kedokteran di Universitas Wina.

 Ia bekerja di laboratorium Profesor Brcke (1876-1885) dan juga  di Rumah Sakit Jiwa Wina (1882-1882).

 Menurut Hall (1980: 24), psikoanalisis mempunyai dua aspek: teoritis dan praktis.

 Aspek teoritis mengenai teori  kepribadian dan aspeknya mengklasifikasikan psikoanalisis sebagai bagian dari psikologi, sedangkan aspek praktis yaitu metode pengobatan penyakit jiwa .

 Psikoanalisis melalui proses yang panjang: periode pertama (1895-1905), periode kedua (1895-1920), dan periode ketiga (1920-1939) sebelum sampai pada teori yang utuh.

 Periode pertama, , merupakan landasan dan akan dikembangkan lebih lanjut pada periode kedua dan ketiga.

 Tentu saja,  meskipun teori psikoanalitik telah mencapai tahap penyelesaian, bukan berarti bebas dari kritik.

Google
Google

Antara tahun 1885 dan 1886, Freud dan Jenn Charcot menyelidiki pengobatan mistik dengan menggunakan hipnosis.

 Freud tidak puas dengan metode ini, karena ia menganggap hasilnya hanya sementara dan tidak mengatasi penyebab penyakitnya.

 Ia kemudian belajar di bawah bimbingan Drs.

 Breuer menjelaskan katarsis, suatu metode terapi di mana pasien dibiarkan mengungkapkan kesulitannya dan dokter mendengarkannya (Hall, 1980: 18).

 Ketika Freud merawat pasien dengan metode Breuer, dia menemukan psikoanalisis.

 Dalam hal ini, hubungan antara ingatan yang terlupakan dan gejala histeris dapat dikenali, dan  gejala tersebut kemudian diberi makna.

Pasien dimasukkan ke dalam keadaan hipnosis.

 Freud tampaknya tidak puas dengan metode Brhl dan menggunakan sugesti dalam keadaan sadar, namun kemudian meninggalkannya dan selanjutnya beralih ke metode penerimaan bebas (Bertens, 1979: xvii) .

 Metode ini merupakan metode otoritatif dalam psikoanalisis.

Menurut Freud (Suryabrata, 1988: 145-149 dan Suyanto dkk.

 1990: 62-65), struktur kepribadian  terdiri dari ID, ego, dan superego.

 Merupakan aspek biologis disebut juga sistem kepribadian yang unik atau  dunia batin manusia, tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia obyektif dan mencakup hal-hal yang bersifat bawaan sejak lahir (naluri), merupakan gudangnya ruh.

 Ini menggerakkan ego dan superego dengan energi.

 Selain itu, id cenderung menghindari ketidaknyamanan dan mencari kesenangan melalui refleks, respons otomatis (bersin, berkedip), dan proses utama: imajinasi terhadap makanan orang yang lapar.

 Berbeda dengan id, ego merupakan aspek psikologis kepribadian yang muncul dari kebutuhan organisme  untuk berhubungan dengan kenyataan.

 Ego mengikuti prinsip realitas dan merespons dengan proses sekunder, yaitu proses berpikir tentang realitas.

 Melalui proses ini, ego membuat rencana untuk memenuhi kebutuhannya dan memeriksa apakah rencana tersebut berhasil.

 Aspek sosiologis kepribadian mewakili nilai-nilai tradisional dan cita-cita sosial yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya dalam bentuk perintah dan larangan, serta bagaimana anak  menyesuaikan perilakunya terhadap perintah dan larangan tersebut.

 Superego mencakup hati nurani dan ego ideal.

 "Conscientia" menghukum orang dengan perasaan bersalah, sedangkan "diri ideal" memberi penghargaan kepada orang dengan perasaan bangga pada diri sendiri.

 Fungsi superego adalah untuk mencegah berkembangnya pemikiran seksual dan agresif yang tidak sesuai  dengan masyarakat, dan untuk mendorong ego  mengejar hal-hal moral dan  mencapai kesempurnaan.

 Oleh karena itu, superego lebih mementingkan pencapaian kesempurnaan dibandingkan kesenangan.

 Menurut Freud, energi psikis dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, namun tidak dapat  hilang.

 Energi psikologis dapat diubah menjadi energi fisiologis dan sebaliknya.

 Perantara energi antara tubuh dan kepribadian adalah id dan nilai-nilai batinnya (Suryabrata, 1988: 146-- 150).

 Naluri berperan penting dalam proses psikologis karena terdiri dari rangkaian energi yang memberikan instruksi dalam proses psikologis.

 Id mempunyai naluri, dan total ada  jenis naluri, termasuk naluri hidup dan naluri kematian.

 Yang pertama adalah  melayani individu untuk menjaga tetap hidup.

 Misalnya bentuk energi yang digunakan melalui makan, minum, seks, dan naluri hidup adalah hasrat seksual.

Pribadi indri
Pribadi indri

Naluri kedua cenderung menghancurkan atau berujung pada kehancuran individu.

keinginan untuk mati, semua pada hakekatnya akan mati. Derivat insting mati adalah dorongan

untuk bertindak agretif, misalnya perbuatan merusak dan berkelahi dengan orang lain. Kedua

insting itu dapat bercampur, misalnya terlibat pada kegiatan makan. Makan mempunyai pada

dua sisi: satu sisi sebagai kebutuhan hidup dan satu sisi lagi terkandung kegiatan menggigit

dan mengunya yang merupakan manifestasi insting mati.

Energi psikis semuanya berasal dari Id. Energi itu di distribusikan dan digunakan oleh

ketiga aspek kepribadian. Karena kuantitas kepribadian itu terbatas, dalam penggunaanya

terjadi persaingan antara Id dan Ego, dan Superego. Ego tidak mempunyai energi sendiri, ia

meminjam dari Id. Mekanisme perpindahan energi dari Id ke Ego disebut identifikasi, suatu

proses yang di lakukan individu dalam menemukan kebutuhannya, yaitu dengan belajar

membandingkan dan membedakan apa yang ada dalam batinnya dan apa yang ada dalam

kenyataan (proses skunder). Id sebenarnya tidak membedakan segala sesuatu yang

dihadapinya, apakah ingatan, tanggapan atau halusinasi sehingga dalam pemilihan objeknya

bisa saja terjadi baik pada pengamatan realitis maupun pada tanggapan ingatan yang memenuhi

keinginan, sedangkan dalam Ego terjadi perbedaan sehingga dalam proses itu terjadi

penonjolan proses skunder dan seakan-akan energi psikis di dominasi oleh Ego kalau itu gagal

memuaskan insting, Ego juga digunakan untuk kegiatan lain (kegiatan proses psikologis

lainnya). Sebagian lagi energi itu digunakan untuk mengekang Id agar tidak influsif dan agresif

(kekuatan pengekang atau penahan disebut anticathexis dan jiwanya cathexis pendorong).

Sebagai aspek pelaksana kepribadian, ego mempergunakan energi yang dikuasainya untuk

mengintegrasiakan ketiga aspek kepribadian. Mekanisme identifikasi tidak saja berkaitan

dengan ego tetapi juga berkaitan dengan penyaluran energi ke Superego, proses awalnya terjadi

pada pemenuhan kebutuhaN bayi yabg tergantung pada orangtua atau substitusi orangtua. Hal

itu berkaitan dengan upaya pendisiplinan, pengajaran moral, dan nilai-nilai tradisional pada

anak dengan memberikan hadiah dan hukuman. Meskipun energi itu dapat digunakan oleh Ego

dan Superego, bagi Freud, bisa saja terjadi energi itu di ambil kembali oleh Id yang kemudian

menyebabkan terwujudnya prilaku influs dan primitif (Suryabrata, 1988:154-159).

Kehidupan manusia atau individu sebenarnya merupakan pertentangan antara kekuatan

mendorong dan kekuatan penahan. Keinginan untuk mencapai kemenangan yang bersumber

dari id. Sangat kuat dan lingkungan untuk mencapai kepuasan itu bisa menyenangkan dan

sekaligus juga bisa mengancam menghadapi situasi ancaman itu, manusia menjadi cemas atau

takut.

Kecemasan dalam teori Fraud ada tiga yaitu kecemasan realitas, kecemasan neurotis dan

kecemasan moral. Kecemasan realitas disebabkan oleh bahaya atau ancaman dari luar dan

kecemasan itulah yang menjadi besar terhadap kedua kecemasan lain. Kecemasan neurotis

ditimbulkan oleh adanya kemungkinan tidak terjadi insting kemudian mendorong individu

tersebut suatu yang bersifat agresif sehingga dapat dihukum. Kecemasan moral adalah

kecemasan kata hati, yaitu orang berpikir untuk berbuat sesuai dengan norma masyarakat

(sesuai dengan tuntutan Superego) dan orang takut mendapatkan hukuman lagi seperti yang

terjadi pada anak-anak.

Masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat berarti dalam perkembangan

kepribadian itu terbentuk pada akhir tahun kelima dan mengalami penghalusan pada masa

berikutnya. Oleh sebab itu, masa kanak- kanal merupakan ayah manusia. Lagi pula

,kepribadian manusia berkembang dalam hubungannya dengan proses pertumbuhan

fisiologis,frustrasi,konflik dan ancaman. Keempat aspek itu besar berpengaruh pada

perkembangan kepribadian individu (manusia).

Masalah yang cukup penting dalam teori Fraud adalah seksual. Masalah itu sudah

dimulai sejak kelahiran mula-mula seksualitas anak ditandai dengan otoerotisme, lalu mencari

objek diluar dan objek pertama yang dipilihnya adalah ibunya. Dari situlah berkembang

Krimonologi

Teori dan pendekatan dalam kriminolgi

Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan dalam

kehidupan masyarakat ialah tentang kejahatan. Masalah kejahatan merupakan

masalah abadi dalam kehidupan umat manusia, karena ia berkembang sejalan dengan

perkembangan tingkat peradaban umat manusia. Dalam hal ini, kriminologi menjadi

suatu cabang ilmu yang membahas lebih jauh berkenaan dengan masalah kejahatan.

Oleh karenanya, muncul suatu pertanyaan "sejauh manakah suatu tindakan dapat

disebut kejahatan ?"

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan penjahat.

Menurut Sutherland, Ruang lingkup kriminologi terbagi atas tiga bagian, yaitu

Sociology of Low (sosiologi hukum) mencari secara analisa ilmiah kondisi-kondisi

terjadinya atau terbentuknya hukum, Etiologi kriminil, mencari secara analisa ilmiah

sebab-sebab daripada kejahatan serta Penologi ilmu pengetahuan tentang terjadinya

atauterbentuknya hukum, Etiologi kriminil, mencari secara analisa ilmiah sebabsebab daripada kejahatan serta Penologi ilmu pengetahuan tentang terjadinya atau

berkembangnya hukuman, artinya dan manfaatnya berhubungan dengan "control of

crime".

Dalam mempelajari kriminologi, dikenal adanya beberapa teori yang

dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan

dengan kejahatan. Teori tersebut pada hakikatnya berusaha untuk mengkaji dan

menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penjahat dan kejahatan.

Yaitu ; 

Pribadi indri
Pribadi indri

Teori Asosiasi Deferensial (Edwin H. Sutherland) 2

Teori ini dikemas dalam dua versi, Pertama pada tahun 1939 dan yang

kedua pada tahun 1947. Pada versi pertama, Sutherland dalam bukunya "Principles"

edisi ketiga, memfokuskan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta asosiasi

diferensial. Pengertian asosiasi diferensial, oleh Sutherland dimaksudkan bahwa,

tidak berarti bahwa hanya kelompok pergaulan dengan penjahat akan menyebabkan

perilaku criminal, tetapi yang terpenting adalah 2 sisi dari proses komunikasi dengan

orang lain.

Munculnya teori asosiasi diferensial ini didasarkan pada tiga hal, yaitu:

a. Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat

dilaksanakan

b. Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi

dan ketidak harmonisan.

c. Konflik budaya (Conflick of Cultures ) merupakan prinsip dasar dalam

menjelaskan kejahatan.

Versi kedua , yang disajikan pada bukunya edisi ke empat (1947 ), Sutherland

menekankan bahwa semua tingkah laku dipelajari. Dengan kata lain, pola perilaku

jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab.

Jadi kesimpulannya ialah, menurut teori asosiasi diferensial, tingkah laku jahat

dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Yang dipelajari dalam

kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan (nilai-nilai,

motif, rasionalisasi dan tingkah laku ) yang mendukung perbuatan jahat tersebut.

2. Teori Anomi (Emile Durkheim dan Robert K. Merton)

Durkheim dalam bukunya yang berjudul the Duvisuon of Labor In

Society (1893), menggunakan istilah anomie untuk menggambarkan keadaan

deregulation di dalam masyarakat.Keadaan deregulasi oleh Durkheim diartikan

sebagai tidak ditaatinya aturan-aturanyang terdapat dalam masyarakat dan orang yang tidak tahu

Pada tahun 1938 Merton mengambil konsep anomi untuk menjelaskan

perbuatan deviasi di amerika. Tetapi konsep dari Merton berbeda dengan apa yang

dipergunakan oleh Durkheim.

Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan

tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut

terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataan tidak

setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan

penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan

timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan. Dalam perkembangan

selanjutnya, Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya sarana-sarana yang

tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan struktur kesempatan.

Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. Struktur sosial,

yang berbentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan

dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana

serta perbedaan perbadaan struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi di

kalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan.

Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena

tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan. Situasi ini akan

menimbulkan keadaan di mana para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat

terhadap tujuanserta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat

dalam masyarakat

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun