Mohon tunggu...
Indriani Sapitri
Indriani Sapitri Mohon Tunggu... -

siswi SMK Prudent School

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Globalisasi Terhadap Kemiskinan

8 Februari 2012   10:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:54 3760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisasi merupakan kondisi yang menciptakan suatu keniscayaan bagi negara-negara, kekuatannya tidak bisa ditandingi oleh sistem regulasi yang tertutup, globalisasi juga bisa membuat negara tersebut maju dan globalisasi juga bisa membuat negara tersebut menjadi miskin. Logical Framework of Globalization adalah bagaimana dunia ini merupakan dunia tanpa batas, dan globalisasi juga menciptakan keterbukaan terutama dalam perdagangan Internasional, sehingga globalisasi di klaim oleh pecinta globalisasi sebagai formula untuk bisa memajukan negara yang miskin, berkembang dan menjadi negara yang maju.

Globalisasi telah menciptakan pertumbuhan bagi negara-negara di Asia dengan ditunjukan oleh banyaknya orang yang sejahtera karena eksport industrialisasi, tetapi banyak juga mengagap bahwa dengan globalisasi orang tereksploitasi oleh prosesnya. Oleh karena itu globalisasi bagi negara berkembang dalam hal ini Indonesia merupakan suatu potret suram akibat keganasan globalisasi, hal yang kasat mata adalah semakin miskinnya orang Indonesia.

Perubahan mekanisme dunia menuju pasar bebas telah menjadi suatu mekanisme dominan terhadap proses hubungan antar negara, sehingga negara tersebut harus bisa terpacu untuk berkompetisi, kompitisi yang tidak sehat sering mewarnai dalam proses ekonomi atau perdagangan, sehingga sering terjadi proses protek-memprotek, klaim-mengklim hasil produk, dan yang paling nyata adalah negara berkembang sering dirugikan karena prosesnya, proses tersebut melalui mekanisme yang di buat oleh lembaga internasional dalam hal ini WTO.

Globalisasi merupakan kunci dari pembangunan, globalisasi secara ekonomi didasarkan pada mekanisme pasar global, sehingga mekanisme itu dirangsang oleh perkembangan teknologi sehingga mendorong transformasi ekonomi, sehingga akan mengurangi kemiskinan.

Realitas yang terjadi adalah Indonesia yang belum mampu membendung pasar bebas dan hal tersebut merupakan suatu keniscayaan serta sewaktu-waktu akan siap menghancurkan dan membinasaknnya. Dalam hal pertanian pun negara kita belum bisa mampu membendung produk-produk dari luar yang mempunyai nilai kompetitif lebih dibandingkan dengan produk pertanian negara kita, maka kita sering menjumpai buah-buahan import, padi import, kedelai import dan produk pertanian import lainnya di sekitar kita sampai-sampai di pasar tradisional pun ada, sehingga pertanyaan kita, apakah pemerintah telah menciptakan pembangunan yang berbasiskan pada kerakyatan ?. dan itu hanyalah sebuah pertanyaan yang masih belum jelas jawabannya.

Masalah pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang selalu melekat dan menjadi ciri khas negara Indonesia, masalah ini juga merupakan masalah yang paling klimaks dihadapi oleh negara Indonesia, sebab proses penyelenggaraan negara yang begitu panjang akan membayangkan adanya pengurangan angka pengangguran dan kemiskinan, karena hal tersebut merupakan mainstream dari sebuah pembangunan. Konsep yang amat dekat dengan konsep kemiskinan adalah impoverishment (hal-hal menyebabkan seseorang atau sesuatu menjadi lebih miskin). Proses impoverisment adalah sebuah proses aktif menghilangkan akses dan hak-hak dasar yang secara sistematik direproduksi dan diciptakan oleh sejumlah mekanisme global seperti kerusakan lingkungan hidup, kehancuran sumberdaya rakyat, inflasi, pengangguran dan politik utang luar negeri. Proses inilah yang dikenal sebagai proses pelemahan (disempowerment) ekonomi, ekologi, sosial, politik dan kebudayaan khususnya bagi kelompok-kelompok masyarakat minoritas dan terpinggirkan. Banyak sekali masyarakat di Indonesia yang hidup penuh dengan kesusahan bukan hanya di pedesaan bahkan di ibukota pun sangat banyak mereka harus tinggal di bantaran sungai dan sungai tersebut digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari seperti mencuci, mandi dll, atau mereka tinggal dirumah yang belum teraliri listrik, hal ini dapat mencerminkan bahwa globalisasi tidak berdampak apapun bagi mereka yang tinggal dipelosok desa. Fakta yang kasat mata kita ketahui tentang kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah kemiskinan yang sangat parah, misalnya di daerah Cirebon masih banyaknya masyarakat yang memakan roti basi yang cilakanya makanan itu sebagai makanan pengganti nasi aking yang semakin kesini semakin merangkak naik akibat kenaikan harga beras yang membumbung tinggi. perlu di ketahui bahwa nasi aking adalah nasi bekas yang di keringkan, di masak serta di konsumsi oleh masyarakat kita, yang menjadi pertanyaanadalah apakah hal tersebut di namakan keberhasilan pembangunan. Nah dengan melihat fenomena tersebut maka apa yang harus dilakukan supaya bangsa ini bisa terangkat dari jurang kemiskinan yang sudah terlalu dalam, pertanyaan tersebut seharus bisa dijawab oleh bangsa ini melalui pemberdayaan masyarakat dengan dukungan kebijakan pemerintah dan swasta yang pro terhadap pengentasan kemiskinan.

Kemiskinan dan globalisasi memang sudah lama menjadi bahan perdebatan, bukan hanya di kalangan ekonom-ekonom dalam negeri, tapi juga dunia. Perdebatannya pun tak pernah jauh-jauh dari bagaimana dampak globalisasi terhadap kemiskinan; menekan kemiskinan atau justru memperbesar kemiskinan.

Sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator lebih luas. Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam perjanjian di atas kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tapi tidak negara-negara berkembang dan miskin.

Pengalaman sudah membuktikan sejak proses globalisasi bergulir muncul pula isu-isu seperti perdagangan global yang tidakfair. Dalam kondisi tersebut, negara-negara berkembang dan miskin berulang kali terjebak jeratan utang yang justru jadi beban. Belum lagi bermunculan rezim hak properti intelektual, yang malah menghabisi akses masyarakat miskin untuk mendapat obat-obatan dengan harga terjangkau.

Dalam proses globalisasi, seharusnya uang mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Sementara negara-negara kaya memiliki kemampuan untuk menahan resiko fluktuasi kurs dan suku bunga, negara-negara berkembang dan miskin menanggung beban fluktuasi tadi.

Fakta-fakta tersebut jelas tidak menjadikan kita, antiglobalisasi, kita hanya menunjuk kemiskinan di negara berkembang dan miskin bukan karena globalisasi tapi karena pemerintah tak memberi kesempatan pada rakyatnya untuk masuk ekonomi pasar. Karenanya, pemerintah dianggap perlu memformalkan sektor informasi. Caranya dengan legalisasi usaha-usaha informal dan memberikan sertifikat atas lahan dan aset-aset sektor informal tadi. agar penduduk, usaha informal, dan petani miskin diberi sertifikat sehingga bisa dengan mudah mendapat pinjaman modal perbankan, yang tak lain korporasi besar. Pemberian sertifikat itulah yang kemudian disebut sebagai kodifikasi hukum.

Kita memang tidak seharusnya antiglobalisasi. Kita juga perlu terus melakukan reformasi di bidang hukum, termasuk yang terkait perdagangan bebas dan pembukaan akses pasar. Tapi, kita perlu juga mewaspadai akibat globalisasi terhadap proses pemiskinan. Globalisasi mungkin tidak akan memiliki ekses pada kemiskinan, jika pemerintah tahu benar cara melindungi sektor informal domestik dalam keterbukaan akses pasar.

Indriani Sapitri

Siswi SMK Prudent School

Tangerang

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun