Mohon tunggu...
Indriana MS
Indriana MS Mohon Tunggu... Relawan

Gadis manis yang suka berpetualang untuk menjelajah dan bercerita

Selanjutnya

Tutup

Trip

Bengkel Kapal di Pelabuhan Labuhan Haji

17 April 2025   04:09 Diperbarui: 17 April 2025   04:09 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pintu Masuk Pelabuhan Labuan Haji

Rencananya siang itu saya berjalan menuju ke arah pantai Labuhan haji untuk membuat konten lomba di Instagram yang hadiahnya lumayan dan juga mengasah bakat entertain saya sebagai pembawa acara jelajah nusantara kaleng-kaleng hehe…

Karena tempat yang akan saya kunjungi sedang ramai oleh para petani yang akan panen (maklum tempatnya ada di tengah sawah) maka saya melanjutkan perjalanan saya ke pantai sekalian observasi tempat kedua yang akan saya gunakan juga sebagai konten video lanjutan yaitu Pelabuhan Labuhan Haji. Ragu mau masuk ke pelabuhan yang dijaga oleh beberapa  petugas dari dinas perhubungan (sebenarnya saya lagi males liat keramaian aja sih haha..). Abisnya bingung juga mau keliling kemana lagi di sekitaran jalan pantai yang sistem kebersihannya rada carut marut alias kotor ini, mau pulang? Saya belum dapat bahan untuk konten dan uneg-uneg saya di story Whatsapp. Akhirnya saya memutuskan untuk masuk saja lah ke area pelabuhan.

Saat masuk seorang petugas dinas perhubungan bangun dari duduknya, tanpa diminta saya langsung bertanya “berapa rupiah karcisnya?”. Mereka menjawab dengan sopan “empat ribu saja” saya kira bakal ketus hehe... Begitu masuk ke areanya, otak saya langsung berpikir konsep video seperti apa yang akan saya buat di tempat ini untuk menceritakan sejarah pelabuhan yang dulunya ini adalah pelabuhan aktif tempat orang-orang sekitaran tahun 60an berangkat haji. Tidak heran nama pelabuhan ini adalah Pelabuhan Haji. Saya sudah masuk di kawasan yang luasnya gak bisa saya perkirakan ini, pokoknya luas. Dengan tetap mengendarai motor saya (ala-ala menikmati pemandangan drive thru gitu deh hehe). Sambil tetap menggenggam gas motor perlahan agar saya bisa menikmati sedikit demi sedikit tempat ini, pandangan saya menghadap ke sebelah kanan. Terlihat barisan pohon hijau dan rumput hijau di halaman pelabuhan yang bersekat dengan tembok setinggi lutut memisahkan lepas pantai dan halaman pelabuhan. Pemandangan pantai Labuhan Haji membentang luas dengan bale-bale lesehan di pinggir pantainya. Saat menghadap kiri, saya melihat kantor pelabuhan haji, kolam besar seperti danau tapi tepatnya seperti kolam pembuangan limbah karena ada pipa besar seperti siap memuntahkan air tapi saat itu mungkin sedang tidak beroperasi, jalan-jalan kecil bercabang seperti labirin, pohon-pohon lebat yang tidak tertata, bangunan-bangunan menyerupai bengkel begitu juga dengan rumput-rumputnya yang tinggi seperti tidak terurus semuanya.

Saya melaju lagi ke depan, tampak bangunan seperti dermaga lengkap dengan kapal-kapal usang berwarna hijau. Usang seperti kapal-kapal dalam film horor barat berjejer sedang terparkir rapi. Jalan di depan saya memiliki percabangan. Ada yang menuju ke kiri atau lanjut ke depan sedangkan sebelah kanannya laut lepas yang dibatasi tembok pelabuhan. Saya memutuskan untuk belok kiri. Saya menghadap kiri kembali. Terlihat bangunan seperti bengkel usang yang memiliki pos pengamatan yang berada di tower besi dan sudah rusak. Hmmmm… jiwa julid saya mulai meronta saat melihat bangunan ini pertama kali. Pikiran saya tiba-tiba langsung mengarah pada sistem pemerintahan dan korupsi. Loh kok bisa? Nanti saja jelaskan setelah saya menceritakan spot-spot yang saya temui ini.

Pos pengamanan laut yang terbengkalai.
Pos pengamanan laut yang terbengkalai.

Perjalanan saya terhenti karena jalannya tertutup oleh gerbang tinggi berwarna putih. Saya melihat di sekitar tempat banyak pemancing sedang mencoba peruntungan menangkap ikan di sekitar bebatuan pinggir pantai. Mereka berdiri diatas bangunan besi reot, berkarat sambil melempar mata kail ke laut yang ombaknya cukup tenang di siang yang amat terik itu. Angin berhembus cukup sejuk, mungkin karena saya berdiri sambil bersandar di motor saya dibawah pohon besar yang cukup rindang, ditambah lagi rumput-rumput tinggi yang hampir menyamai tinggi saya. Seorang bapak tua mengendarai motor parkir di samping saya. Kami kemudian terlibat pembicaraan karena saya mencoba membuka suasana.

Mbe leman de pak? (Bapak dari mana?)”

Leman Pancor, deket (dari Pancor, dekat)”

 “taok de kapal-kapal ape tie pak? (bapak tahu itu kapal-kapal apa?)”

kapal-kapal leman Bali sak bait-bait cumi (kapal-kapal dari Bali yang ambil cumi)”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun