Presiden Prabowo Subianto didesak segera meneken Perpres Tata Kelola Makan Bergizi Gratis (MBG). Ketua DPR RI, Puan Maharani, bahkan menegaskan perlunya evaluasi total. Program MBG memang penting karena menyangkut masa depan generasi bangsa. Namun, keadilan kebijakan menuntut bahwa swasembada aspal 2030 juga harus mendapat perhatian yang sama besar. Sebab tanpa jalan yang kuat, makanan bergizi pun sulit sampai ke anak-anak negeri.
Kita tidak bisa hanya bicara isi piring, tanpa bicara jalan menuju sekolah dan rumah sakit. Jalan adalah urat nadi distribusi, dan aspal Buton adalah jawabannya. Ironisnya, pemerintah terlihat cepat menyiapkan payung hukum untuk MBG. Tetapi mengapa lamban, bahkan diam, ketika bicara tentang swasembada aspal 2030? Apakah kesehatan perut lebih penting daripada kedaulatan bangsa?
Keppres MBG dianggap mendesak setelah kasus keracunan massal. Padahal, jalan berlubang akibat terlalu ketergantungan impor aspal juga telah "meracuni" ekonomi bangsa puluhan tahun. Apakah luka bangsa ini harus menunggu tragedi dulu baru pemimpin mau bergerak? Atau kita memang sudah terbiasa menambal masalah, bukan membangun solusi jangka panjang? Pertanyaan itu menghantui, sementara aspal Buton tetap terdiam di tanahnya sendiri.
Program MBG butuh distribusi pangan, dan distribusi pangan butuh infrastruktur jalan. Lalu jalan butuh aspal. Jika aspalnya impor, maka MBG hanya jadi program yang ironis: makanan lokal lewat jalan asing. Bayangkan, nasi dari petani Indonesia diantar dengan aspal hasil impor. Di mana martabat bangsa disitu?
Pak Prabowo berulang kali bicara kedaulatan. Tetapi apakah diamnya terhadap aspal Buton bukan bentuk pengkhianatan terhadap janji itu? Anak-anak bangsa memang butuh gizi, tetapi bangsa ini juga butuh harga diri. Harga diri itu ada pada kemandirian. Dan kemandirian itu nyata dalam swasembada aspal 2030.
Keadilan kebijakan adalah ujian kepemimpinan. Jika MBG cepat mendapat payung hukum, maka Aspal Buton juga pantas mendapatkan Keppres Swasembada Aspal 2030. Tidak ada alasan menunda. Tidak ada alasan diam. Diam di hadapan kebutuhan rakyat adalah diam yang sangat mencurigakan.
Kita tahu, mafia impor aspal telah lama menjerat negeri ini. Mereka nyaman dalam status quo, sembari rakyat menunggu perubahan. Keppres MBG bisa ditandatangani dalam hitungan minggu. Lalu mengapa Keppres Swasembada Aspal 2030 seperti menunggu kiamat kecil? Apakah ada kekuatan gelap yang mengunci pena Presiden?
Presiden tidak bisa hanya memilih program yang populer. MBG memang enak didengar, karena langsung menyentuh perut rakyat. Tetapi swasembada aspal 2030 adalah soal keberanian jangka panjang. Jika hanya program yang cepat menuai pujian yang diprioritaskan, maka kepemimpinan kehilangan visi strategis. Kepemimpinan semacam itu hanya menghibur rakyat, bukan pemimpin bangsa.
Jika MBG adalah soal masa depan anak-anak, maka aspal Buton adalah soal masa depan bangsa. Tanpa jalan, anak-anak itu tetap terjebak di desa-desa yang terisolasi. Tanpa jalan, gizi hanya jadi slogan di televisi. Tanpa jalan, Indonesia Emas 2045 hanya jadi mimpi kosong. Maka, Keppres Swasembada Aspal 2030 bukan pelengkap, tetapi syarat mutlak.
Adilkah jika perut rakyat diperhatikan, tetapi jalannya dibiarkan keropos? Adilkah jika generasi emas diberi makan, tetapi warisan infrastruktur diberikan pada mafia impor aspal? Rakyat bisa membedakan antara kepedulian sejati dan pencitraan murahan. Rakyat bisa menghitung antara keputusan cepat dan keputusan yang sengaja ditunda. Dan rakyat juga bisa menilai diam sebagai bentuk keberpihakan.
Pak Prabowo bisa memilih jalan sejarah yang terhormat. Satu tangan menandatangani Perpres MBG, dan tangan yang lain menandatangani Keppres Aspal Buton 2030. Itulah tanda bahwa Presiden adil, tidak hanya memikirkan perut, tetapi juga martabat bangsa. Itulah tanda bahwa Presiden berani melawan mafia impor aspal. Itulah tanda bahwa Presiden benar-benar ingin Indonesia Emas 2045.
Kita tidak anti pada MBG. Justru kita mendukung penuh. Tetapi kita menuntut keseimbangan. Karena Indonesia tidak hanya berdiri di atas nasi, tetapi juga di atas jalan raya. Dan jalan raya itu hanya akan kuat jika berdiri di atas aspal Buton.
Swasembada aspal 2030 adalah fondasi. MBG adalah isi. Tidak mungkin bicara isi tanpa fondasi. Tidak mungkin bicara perut tanpa bicara jalan. Dan tidak mungkin bicara Indonesia Emas 2045 tanpa bicara Aspal Buton.
Sejarah akan menguji keberanian Pak Prabowo. Apakah ia hanya Presiden MBG, atau Presiden yang berani menutup lubang kedaulatan. Apakah ia hanya berani memberi makan, atau juga berani membangun jalan bangsa sendiri. Apakah ia hanya mendengar suara populer, atau juga berani mendengar suara sunyi Buton. Dan ujian itu sudah tidak bisa ditunda lebih lama lagi.
Maka, Pak Prabowo, jangan pilih kasih. Jangan hanya tegas di satu sisi dan diam di sisi lain. Jika Bapak berani dengan MBG, beranilah juga dengan Aspal Buton. Jika Bapak berani meneken Perpres MBG, beranilah meneken Keppres Swasembada Aspal 2030. Karena sejarah tidak akan menunggu, dan bangsa ini juga tidak boleh lagi menunggu. Beranilah Pak Prabowo!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI