Mohon tunggu...
Indra Purnomo
Indra Purnomo Mohon Tunggu... Freelancer - Menanam cinta di setiap langkah

Meninggalkan dan ditinggalkan adalah hal yang menyakitkan. Namun jangan khawatir akan hal tersebut, kita dapat bertemu tanpa meminta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pedagang Ayam

22 Agustus 2019   01:17 Diperbarui: 22 Agustus 2019   01:26 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sepeda-sepeda motor tak akrab dipandang warga sekitar. Anak-anak bermain bola di tengah jalan. Sesekali tercemplung ke dalam lubang comberan. Lalu dengan sengaja mengenai anak lainnya berseragam sekolah yang hendak pulang. Jari telunjuk mereka saling mengarah ke satu sama lain. Sedang ayam dalam akuarium tergeletak di hampiri lalat-lalat kelaparan. Menjilat-jilat di setiap rongga romansa kenikmatan.

Pemuda itu bersandar di pintu Sabana. Semalam ia bertemu dengan salah satu temannya yang berpesan kepada dirinya agar tetap berhati-hati. Sabana adalah toko ayam goreng cepat saji milik seorang pensiunan. Sudah lebih dari tiga jam toko itu buka tak ada satu pun pelanggan yang membeli ayam dengan kalau beruntung mendapati satu atau dua lalat di dalamnya. Sesekali ia mengusir dengan secarik kardus. Sesekali ia menyulut rokok. Sesekali ia memandang apa-apa saja yang berseliweran.

Angin bertiup kencang merobohkan spanduk bertuliskan ajakan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Orang-orang berrompi hijau sedang pergi. Yang satu mendampingi istrinya ke rumah sakit Pelni. Selebihnya mengantar pelanggan ke beberapa titik merah. Mereka ialah teman-teman dari pemuda tanggung berpenampilan urakan itu. Sembari menyelipkan sebatang rokok di sela-sela gigi depannya yang hilang karena terjungkal saat dikejar polisi, pemuda itu berlari dan mengambil sepanduk lalu menyingkirkannya ke tepi jalan. Larinya kencang. Tak berselang lama orang berrompi hijau yang mendampangi istrinya tiba dan menghampiri pemuda itu dengan menggarukan kepala yang separuh botak.

Pemuda itu mengeluarkan uang dari sakunya. Uang tersebut ia berikan kepada temannya untuk pengobatan istrinya. Mobil kijang dengan pelat nomor cantik melipir ke depan Sabana. Sepasang kekasih keluar dari dalam mobil, menggerakkan mata ke kanan dan kiri ke dalam Sabana. Ada empat jenis warna dinding yang berbeda dan tak sedikit pula yang terkelupas catnya. Bubuk tepung berserakan di atas kursi busa. Belum lagi kasur tipis menampakkan pola tak jelas. Pemuda itu berlari untuk kedua kalinya. Ayam yang tak sebesar kepalan tangan orang dewasa ini di bungkus menggunakan koran. Kali ini ia berhasil mengusir lalat-lalat untuk tidak ikut bersama si ayam.  

Perlahan mobil tersebut bergerak kedepan sambil membunyikan dua kali klaksonnya. Pemuda itu tersenyum lebar dengan mengangkat tangan kanan dan mengayunkannya sebanyak empat kali ke arah kaca mobil yang sangat gelap. Kemudian ia berjalan menuju kamar mandi. Mengambil pipa berlubang di ujungnya, plastik klip, botol berisi seperempat air, dan korek api tuyul. Ia meletakkan pantat di jengkok kayu yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan. Pemuda itu mengeluarkan selembar uang untuk menjatuhkan kristal-kristal agar tepat berada di pipa yang sudah sebagiannya terendam air dalam botol. Ia memutar roda pemantik dan berbarengan dengan menekan tombol gas. Bunga api keluar dari lubang korek. Tidak terlihat akarnya. Ia terus mengayun korek itu agar api tetap membakar kristal di dalam pipa. Sedikit-sedikit pemuda itu mengeluarkan asap dari mulutnya sembari sesekali ia mengeluarkan kepala dari dalam kamar mandi. Beberapa menit kemudian ia keluar dengan mata memerah. Mengambil telepon genggam dan melihat aktivitas di berbagai media sosial.

Mobil yang sama melintasi Sabana dan saat ini berhenti tepat di depan musolah. Bukan sepasang kekasih namun, dua pria berbadan tegap. Ada yang memakai anting dan satunya lagi berambut panjang. Mereka mendekati lalu menerkamnya. Pemuda itu tersungkur lalu dibangunkan kembali. Sempat ada beberapa pertanyaan namun, ia menolak untuk menjawab. Pria berambut panjang mendapati pipa plastik bersama teman-temannya yang baru saja ia gunakan. Selagi mereka sibuk akan tugasnya pemuda itu mengangkat akuarium beserta ayam-ayam dan melemparkan ke bahu pria beranting. Lalu ia berlari untuk ketiga kalinya. Suara tembakan pistol terdengar berkali-kali mengarah ke langit-langit. Saat berlari hendak membetulkan celana kedodoran ia terjatuh di aspal setelah anak peluru menancap di kaki kirinya. Setelah berusaha melarikan diri akhirnya pemuda itu diseret oleh mereka meninggalkan jejak disetiap langkahnya.

Ia dilempar ke dalam mobil lalu pergi bersamaan dengan sepeda-sepeda motor yang tidak mengenali pengendaranya. Mereka keluar dari jalan setapak sebelah Sabana. Penampilannya cukup beragam. Yang paling mencolok ketika pria kurus mengambil kendali untuk mengendarai motor dan membawa karung lengkap dengan besi pemungut serba bisa. Di perjalanan pemuda itu di pukul menggunakan benda tumpul. Rambutnya ditarik dan dihempaskan ke karpet mobil. Lagi-lagi ia tidak mengucapkan satu orang pun ketika dimintai keterangan secara berlebihan.

Pikirnya di kemudian hari ia akan kembali melayani pelanggan ayam goreng akan tetapi malah ia yang dilayani oleh pria berkumis lebat. Pikirnya ia dapat kembali mengusir lalat-lalat akan tetapi mereka sudah tak ingin menjilat. Pikirnya ia bisa bersandar di pintu besi Sabana akan tetapi malah di sel jeruji besi. Banyak sekali yang ia pikirkan sampai pemuda itu mendapati teman yang semalam berpesan kepadanya. Temannya hanya bisa menundukkan kepala sambil meminta maaf ke pemuda itu.

Beberapa tahun kemudian aku mendengar kabar melalui saluran telepon bahwa ia, pemuda itu, telah membangun toko obat di dalam penjara. Ia juga telah membantu banyak orang terutama teman-temannya yang berada diluar kerangkeng. Uang itu ia dapat atas kepandaiannya mengelabui petugas dengan mengeluarkan berbungkus-bungkus kristal dari dalam kurungan. Saat ini pelanggannya semakin banyak. Dan untuk beberapa tahun kedepan pemuda itu tak perlu lagi berlari secepat mungkin. Ia sudah berada di tempat yang nyaman. Kabar terakhir yang aku dengar, pemuda itu telah melangsungkan prosesi ijab kabul di rumah tahanan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun