Saat itu makmum shalat jumat juga ikut berteriak mengikuti Fikar.
"Takbir," katanya, menggema di ruangan masjid.
"Allahu Akbar, Allahu Akbar," gaduh sekali siang itu.
Saya terkejut. Baru kali ini menyaksikan seorang khatib membacakan khutbah shalat jumat penuh dengan kebencian.
Lebih parahnya lagi makmum shalat jumat kala itu juga sependapat dengan ceramah yang dibawakan oleh Fikar.
Saya sangat kecewa apa yang sudah disampaikan oleh Fikar siang itu.
Ibadah shalat jumat pun berakhir. Jamaah berebut makanan dan minuman yang sudah disediakan oleh panitia. Rohim menghampiri saya dan mengajak untuk menemui Fikar.
"Ustadz, lihat, aku sedang bersama siapa?" tanya Rohim kepada Fikar.
Fikar memeluk saya. Kencang sekali. "Kamu masih ingat jalan pulang?" tanya Fikar "aku pikir sudah melupakan kita."
Sekali lagi, saya dan Fikar berpelukan. "Masih ingat, aku rindu keluarga, juga kalian," jawab saya "tadi aku menyaksikan kamu membacakan khutbah."
Saya mencoba mendorong Fikar untuk menjelaskan maksud dari khutbah yang dibacakannya. Fikar beranggapan bahwa yang berbeda pilihan politik atau tidak sependapat dengannya ialah orang-orang kafir. Lalu ia membacakan hafalan panjang kepada saya.