Mohon tunggu...
Drs. Tiardja Indrapradja
Drs. Tiardja Indrapradja Mohon Tunggu... Wiraswasta - pensiunan

Seorang ayah dengan lima orang anak yang sudah dewasa [Puteri sulung saya telah meninggal pada tahun 2016 karena penyakit kanker]. Lulusan FEUI, dan pernah mengajar di FISIP UI 1977-akhir abad ke-20 sebagai dosen luarbiasa di jurusan administrasi [niaga]. Sekarang menangani empat situs/blog dalam hal evangelisasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keberanian Bukanlah Absennya Ketakutan

30 November 2015   17:36 Diperbarui: 10 Desember 2015   12:37 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“I learned that courage was not the absence of fear, but the triumph over it. The brave man is not he who is does not feel afraid, but he conquers that fear.” (Nelson Mandela; 1918-2013) 

“Saya belajar bahwa keberanian bukanlah absennya ketakutan, melainkan kemenangan atas ketakutan tersebut. Orang berani bukanlah dia yang tidak merasa takut, melainkan dia yang mengalahkan rasa takut itu.”  (Nelson Mandela; 1918- 2013) 

Apabila seseorang dilanda rasa takut – pemimpin atau bukan pemimpin – maka dia tidak dapat bekerja secara efektif, dan ia tidak akan melakukan sesuatu yang melebihi dari apa yang diperlukan atau yang dituntut dari pekerjaannya. Rasa takut tidak menghasilkan apa-apa selain ketidak-bahagiaan. Sebaliknya keberanian menghasilkan kepuasan dalam hidup ini, dan tentunya menyenangkan. 

Kita dapat merupakan para pemimpin atau para pengikut. Kita dapat berpikir bagi diri kita sendiri atau kita dapat meminta orang-orang lain untuk berpikir bagi kita. Kebanyakan dari kita begitu menghargai persetujuan publik sehingga kita gagal untuk mewujudkan keberanian dari keyakinan kita. Sebagai seorang pemimpin kita harus berupaya keras tanpa henti terkait keberanian ini. Rasa takut berkaitan dengan apa kiranya dipikirkan oleh orang-orang lain tentang kita harus dibuang dan kita harus lebih memusatkan perhatian kita pada apa yang kita tahu sebagai benar.  Diri kita sendiri lah (anda dan saya) – bukan orang lain – yang mestinya menjadi “master of our own fate”. 

Kehidupan ini bukanlah sesuatu yang hanya penuh dengan bunga mawar yang indah-indah (sekuntum bunga mawar pun ada duri-durinya). Semakin besar dan agung sasaran kita, semakin penuh durilah jalan yang harus kita tempuh untuk mencapai sasaran tersebut. Sekali kita menyadari akan kebenaran ini dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk tugas kita, maka sebenarnya kita sudah setengah jalan menuju kemenangan. Kesulitan senantiasa menyerah kepada sikap dan perilaku rajin dalam bekerja. Sayangnya kebanyakan orang tidak mengetahui hal ini. Mereka tidak mempunyai keberanian dan keyakinan yang diperlukan untuk mengatasi, bahkan kesulitan-kesulitan paling kecil pun yang ditemui sepanjang jalan. Kita harus belajar untuk mengatasi setiap kesulitan yang kita hadapi agar kita memperoleh pengalaman dan kekuatan yang diperlukan untuk menaklukkan apa saja yang sekilas lintas kelihatan merupakan objek-objek yang tak mungkin dapat dikalahkan, yang kita hadapi dalam perjalanan kita menuju capaian penuh keberhasilan di depan. 

Di antara para presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln [1809-1865] masih menempati tempat teratas dalam hal “pemimpin yang memiliki integritas”. Lincoln memiliki keberanian yang luarbiasa, dan beliau memang pada dasarnya dikenang karena keberaniannya. Itulah kekuatannya: keberanian! Keberanian dan integritas memang sangat erat terkait satu sama lain. 

“Keberanian adalah fondasi dari integritas”, kata Keshavan Nair [1910-2005], “karena dengan keberanian anda akan berani untuk mengambil risiko, mempunyai kekuatan untuk menjadi penuh belarasa dan hikmat-kebijaksanaan untuk menjadi rendah hati.” Siapa Keshavan Nair? Beliau adalah seorang profesor ilmu bedah pada Medical College, Thiruvananthapuram dan juga superintendent pertama dari Medical College Hospital. Bersama Dr. C.O. Karunakaran, Keshavan Nair adalah pendiri sekolah kedokteran pertama di negara bagian Kerala, India. 

Pribadi-pribadi yang memiliki keyakinan teguh dan jiwa pemberani adalah mereka yang percaya dan berhasil. Dunia membutuhkan orang-orang yang mampu memperagakan jati diri mereka masing-masing sebagai seorang perempuan atau laki-laki sejati, yang membawa apa yang terbaik yang ada dalam diri mereka, untuk melangkah ke luar ke tengah orang banyak, yang menolak untuk hidup sebagai domba-domba, guna menjadi diri mereka sendiri dan membuat catatan tersendiri dalam hidup mereka di dunia ini. 

Dalam sebuah dunia yang diisi dengan berbagai situasi penuh kegaduhan, hiruk-pikuk, ketakutan, kekhawatiran, kekerasan, permusuhan, bencana alam dlsb. seperti dewasa ini terbukalah kemungkinan-kemungkinan bagi kekuatan-kekuatan baik maupun jahat, dan juga suatu masa yang memberikan peluang besar bagi para pemberani yang memiliki rasa percaya diri dan juga pada masa depan, walaupun masa depan tersebut memiliki ketidakpastian. Cicero pernah mengatakan: “Seorang pemberani adalah juga seorang yang penuh iman” (A man of courage is also full of faith.” Yang dibutuhkan Indonesia dewasa ini adalah para pemimpin yang berani, berani berterus-terang (artinya berani tidak berbohong), berani mengambil keputusan walaupun “against all odds”, berani mengambil keputusan yang tidak populer dst. 

Untuk melengkapi permenungan anda tentang pentingnya keberanian dalam kepemimpinan, bacalah tulisan saya yang berjudul “Keberanian Seorang Pemimpin” dalam KOMPASIANA tanggal 17 Oktober 2014. 

Jakarta, 30 November 2015  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun