Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ingin Merantau ke Jakarta? Pahami Beberapa Hal Dasar Sebelum Menyesal

21 September 2021   17:45 Diperbarui: 22 September 2021   02:00 3385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perantau memadati stasiun kereta| Sumber: Tribunnews/Irwan Rismawan

Jakarta sebagai ibu kota seakan memiliki magnet tersendiri yang menarik masyarat dari luar daerah untuk merantau. Setidaknya beberapa orang merantau ke Jakarta seperti mencoba peruntungan untuk bekerja, melanjutkan pendidikan, memiliki usaha, mengikuti pasangan dan sebagainya. 

Menguntip data dari situs Lokadata diketahui bahwa satu dari lima penduduk Jakarta adalah perantau atau migran. Jumlahnya sekitar 2,5 juta dari 10,5 juta jiwa penduduk ibu kota. 

Perantau terbesar dari Jawa Tengah sebesar 38 persen kemudian disusul Jawa Barat 21 persen, Jawa Timur 10 persen dan sisanya dari berbagai daerah lainnya. 

Banyak orang berpendapat bahwa Jakarta bak ibu tiri artinya hidup di Jakarta sangatlah keras. Tidak jarang banyak perantau akhirnya menyerah karena tidak sanggup terhadap kerasnya hidup di ibukota. 

Rombongan Perantau Yang Baru Tiba. Sumber: Merdeka.com
Rombongan Perantau Yang Baru Tiba. Sumber: Merdeka.com

Ada beberapa hal dasar yang perlu dan patit diketahui oleh calon perantau daerah sebelum memutuskan tinggal di Jakarta. Apa saja itu? 

1. Pahami Tindakan Kriminalitas dan Kejahatan Lainnya

Hidup di Jakarta yang begitu keras tentu membuat karakter dan niat orang beragam. Ada yang berusaha baik pada sesama, berusaha membantu, cuek, individualis hingga nekat bertindak kriminal. 

Saya mengalami kisah pahit saat baru 3 bulan merantau ke Jakarta. Berasal dari Bali yang dikenal dengan lingkungan aman, saya justru menyamakan kondisi di Bali dengan Jakarta. 

Saat itu saya berkeliaran di sekitar salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat seorang diri di malam hari. Berjalan kaki sambil membawa 2 handphone, dimana 1 handphone saya gunakan untuk membalas chat dan 1 handphone lainnya saya taruh di saku baju. Ukuran handphone yang besar membuat orang bisa melihatnya dari jarak jauh. 

Aksi Pencopetan. Sumber: Liputan6.com
Aksi Pencopetan. Sumber: Liputan6.com

Tanpa disadari saya telah diincar segerombolan pencopet. Mereka berusaha mendekati saya dan menabrakan tubuh saya. Seketika handphone di saku hilang seketika. Kejadian ini mirip dengan adegan pencopetan di sinetron, berlangsung cepat tanpa saya sadari. 

Ketika sadar pun saya tidak bisa berkutik karena mereka bergerombol dan orang disekitar saya tampak cuek. Kejadian ini mengajarkan saya bahwa jangan lengah sedikit pun dari kondisi sekitar. 

Ada beragam modus kejahatan di Jakarta. Mulai menawarkan makanan/minuman yang ternyata berisi obat tidur, mengaku petugas PLN yang ingin mengecek listrik ternyata maling, aksi begal di tengah jalan hingga pencopetan di tempat umum seperti yang saya alami. 

Para perantau awal seperti saya adalah sasaran empuk karena bertindak ceroboh, polos, tidak paham situasi serta mudah percaya dengan orang baru. 

Kenali setiap modus yang kerapkali terjadi untuk menambah wawasan dan upaya preventif saat merantau. Kita bisa rajin membaca berita online ataupun dari media elektronik. 

Saran: Ketika di Jakarta, jangan pernah bepergian seorang diri apalagi di malam hari dengan membawa barang berharga. Bepergian dengan beberapa orang akan mampu meminimalisir tindakan kriminal di sekitar kita. 

2. Pahami Area Bencana Alam dan Sosial

Sebagai perantau khususnya dari daerah kecil tentu akan berusaha untuk berhemat sebisa mungkin. Mereka akan memilih tinggal di daerah yang murah, padat penduduk, dan gampang akses. 

Banjir di Salah Satu Lokasi di Jakarta. Sumber: CNN Indonesia
Banjir di Salah Satu Lokasi di Jakarta. Sumber: CNN Indonesia

Ironisnya mereka minim informasi bahwa Jakarta masih ada PR yang perlu diperhatikan yaitu penanganan musibah banjir tahunan hingga tawuran masyarakat sebagai bencana sosial. 

Adik saya memiliki kisah tersendiri. Demi menghemat biaya hidup. Ia memilih mengontrak di rumah dekat aliran sungai di Jakarta Barat. Harga kontrakan sangat murah dan lingkungan ramai. 

Apes dirinya baru tahu bahwa kontrakannya langganan banjir. Tepat saja saat tahun baru 2020, Jakarta mengalami bencana banjir tahunan. Daerah tinggal adik saya menjadi kawasan yang terkena dampak parah. 

Ia bahkan harus izin tidak masuk kerja beberapa hari, banyak perabotan yang rusak hingga terisolasi di tengah banjir. 

Tahun 2016, saya pernah kos di daerah Menteng Atas. Saya tertarik mengontrak di sana karena biaya kos sangat murah. Bahkan dengan fasilitas yang didapat seperti AC, kamar mandi dalam, kasur springbed tidak sampai 1 juta. Bahkan dibandingkan di Tanah Abang dan Sudirman, harga dengan fasilitas tersebut sudah di atas 1,5 juta. 

Setelah kos 1 bulan barulah saya tahu daerah tempat saya tinggal sering terjadi tawuran pemuda antar desa. 

Pernah suatu ketika terjadi tawuran, banyak polisi yang akhirnya turun mengamankan keadaan. Saya agak ketakutan dalam kamar. Seandainya tawuran terjadi di depan kosan. Bisa jadi kosan saya menjadi sasaran kerusakan akibat tawuran. 

Saran: Alangkah baiknya menggali informasi dari tetangga atau warga sekitar terkait apakah daerah tinggal rawan bencana alam, bencana sosial atau tindakan kriminal. 

Jika lumayan sering, segera pikirkan tindakan preventif atau jika memungkinkan lebih baik pindah ke daerah lebih aman. Ini karena kita hidup sekali jangan sampai ketika bencana datang. Nyawa kita dipertaruhkan atau trauma terhadap suatu kejadian. 

3. Jangan Merantau Tanpa Keterampilan Khusus

Kesalahan terbesar di mindset perantau adalah ke Jakarta cukup modal nekat saja. Mindset inilah yang akhirnya memunculkan masalah sosial di ibukota. Kasus pengangguran dan kriminal tinggi. 

Kita sadar bahwa biaya hidup di Jakarta tidaklah murah dan banyak pengeluaran tak terduga. Ketika kita hanya bermodalkan nekat datang ke Jakarta. Entah kenapa peluang kita terjeremus dalam masalah kian besar. 

Ada yang tidak kunjung dapat kerjaan dan tidak memiliki penghasilan akhirnya memilih menjadi pengemis dan pengamen. Ada yang memilih tidur di bawah kolong jembatan dan menjadi gelandangan, ada yang menjadi preman hingga nekat melakukan tindakan kriminal untuk bertahan. 

Penjual Warung Nasi. Sumber: Bisnis Tempo
Penjual Warung Nasi. Sumber: Bisnis Tempo

Miliki lah suatu keterampilan khusus setidaknya bisa untuk mendapatkan pekerjaan. Misalkan memiliki SIM A/B Maka untuk melamar sebagai sopir perusahaan atau sopir angkot. Terampil memasak bisa bekerja di rumah makan, bisa komputer bisa melamar sebagai admin atau penjaga warnet dan sebagainya. 

Saran: Hilangkan pikiran bahwa Jakarta akan ramah bagi siapapun dan mudah mendapatkan pekerjaan. Ketika kita tidak memiliki keterampilan khusua tentu akan susah mendapatkan pekerjaan.

Ini karena diluar sana ada ribuan bahkan jutaan pelamar kerja yang bersaing mendapatkan pekerjaan. Jangan sampai karena terlalu lama mengganggur dan tidak ada pemasukan menjadikan kita sebagai sumber masalah sosial baru di Jakarta. 

4. Pintarlah Dalam Memilih Teman

Sebagai perantau dan memiliki jiwa senang berinteraksi sosial tentu menyenangkan jika memiliki teman di kota perantauan. Namun alangkah baiknya tetap melakukan filterisasi terhadap circle pertemanan kita. 

Seorang kenalan saya mengalami penyesalan mendalam. Dirinya salah memilih pertemanan dimana ia terjerumus dalam narkoba. Ini karena teman yang baru dikenal mengajaknya merasakan dunia malam dan menawari dirinya obat yang dianggap penghilang rasa stres. 

Akhirnya kini dia menjadi pecandu narkoba padahal dulu saat di daerah ia terkenal alim dan jauh dari obat-obatan terlarang. 

Sekelompok Remaja di Mall. Sumber: Situs Serumpi
Sekelompok Remaja di Mall. Sumber: Situs Serumpi

Kisah lainnya juga menimpa teman adik saya dimana ia memiliki circle pertemanan yang hobi hangout dan belanja di mal. Hampir setiap saat ke mal untuk belanja, makan, perawatan, nonton hingga menghilangkan rasa bosan. 

Sekali ke mal bisa menghabiskan uang ratusan hingga jutaan rupiah. Gaji bulanan pun selalu habis di pertengahan bulan dan dirinya berhemat secara ekstrem hingga menunggu gaji berikutnya. 

Pertemanan bisa menentukan rutinitas dan gaya hidup kita. Ketika menemukan teman yang berperilaku baik tentu kita akan tertular baik juga. Namun jika berteman dengan lingkungan toxic dan dunia malam. Bisajadi kita terjerumus dalam hal-hal yang merugikan bagi tubuh, kesehatan dan finansial kita. 

Saran: Jangan pernah ragu untuk menolak sesuatu yang dianggap akan menjadi masalah bagi kehidupan kita dikemudian hari. Andaipun kita sudah tak dianggap. Carilah pertemanan baru. 

Di Jakarta masih banyak orang baik yang pantas untuk dijadikan teman. Ingatlah salah melangkah sekali bisa menciptakan penyesalan yang mendalam. 

***

Banyak orang bermimpi untuk bisa mengenyam pendidikan, tinggal, bekerja atau berkarir di Jakarta. Mimpi inilah yang menciptakan tingginya angka masyarakat perantau di Jakarta. 

Saya sadar bahwa Jakarta tidak hanya menawarkan gemerlap masa depan, kemudahan dan fasilitas namun disisi lain juga rentan terhadap masalah dan bencana. 

Sebaiknya kita perlu membekali diri sengan banyak informasi agar kedatangan kita ke ibukota dapat sejalan dengan mimpi dan tidak ada penyesalan di kemudian hari. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun