Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ketika Karier Menghambat Impian, Haruskah Merelakan Impian Terkubur?

30 April 2021   19:19 Diperbarui: 5 Mei 2021   22:43 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustras merencanakan kuliah ke luar negeri (Sumber: zenius via edukasi.kompas.com)

Sejak kuliah saya sudah membuat 5 bucket lists, yaitu berupa target hidup yang ingin dicapai kelak. Tujuannya agar menjadi pengingat impian apa yang ingin dicapai dan memotivasi untuk mewujudkannya. Saya sadar hidup itu harus punya tujuan jelas agar kita bisa mengatur masa depan. Sedikit informasi 5 bucket list yang saya buat saat kuliah antara lain:

  1. Lulus IPK 3,5
  2. Kerja di perusahaan prestisius
  3. Menjadi manager sebelum usia 35 tahun
  4. Kuliah S2 di luar negeri
  5. Menjadi anggota dewan legislatif atau memiliki karir politik

Hingga saat ini nomor 1 hingga 3 sudah terwujud. Artinya saya perlu menyiapkan diri untuk mewujudkan poin ke 4 dan 5. Namun ternyata hambatan dan tantangan begitu terasa untuk mewujudkan bucket list ke-4. 

Apa yang memotivasi saya bermimpi untuk kuliah S2 di luar negeri? Saya ingin merasakan pendidikan di luar negeri agar bisa lebih mandiri, berpikiran terbuka (open minded) dan tentu saja sekalian berwisata. 

Saya pernah mengutarakan impian saya kepada beberapa teman kuliah yang dekat dengan saya termasuk Kak Novi. Target saya ingin mencoba mencari beasiswa untuk negara-negara di Eropa salah satunya Jerman. 

Namun hingga saat ini impian itu belum terwujud namun sahabat saya si Novi justru sudah mencicipi pendidikan S2 di Jerman. Jujur ada perasaan iri (positif) kapan saya bisa mewujudkan mimpi saya ini

Saya introspeksi diri apa hambatan terbesar saya untuk apply beasiswa ke luar negeri. Ternyata hambatan terbesar saya adalah karir. 

Hambatan Karir

Saya seakan sudah masuk zona nyaman dalam bekerja. Mendapatkan gaji bulanan, posisi yang cukup tinggi, tunjangan yang membuat bibir ini tersenyum dan saja berkarir di perusahaan yang cukup prestisius sesuai mimpi saya yang kedua.

Siapkah tanpa penghasilan? 

Ketika saya mendaftar beasiswa di luar negeri artinya risiko terburuk yang terjadi ketika diterima adalah saya harus resign dari kantor. Ini karena kantor swasta seperti tempat saya bekerja tidak ada istilah untuk cuti kuliah layaknya ASN. 

Suka tidak suka artinya saya menyiapkan mental untuk tidak ada pemasukan bulanan seperti yang saya terima. Pikiran kian berkecamuk, ada orangtua yang masih butuh kiriman bulanan dari saya, rencana KPR rumah dengan cicilan yang cukup besar dan hilangnya kesempatan untuk naik jenjang karir di kantor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun