Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspadai Pengemis Cerdik di Sekitar Kita, Saatnya Kita Menjadi Pemberi Cerdas

13 Januari 2021   11:53 Diperbarui: 13 Januari 2021   12:32 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oknum Pengemis Terjaring Satpol PP. Sumber Tribunnews

Tulisan saya ini menjadi lanjutan terhadap tulisan saya sebelumnya terkait profesi yang disepelekan namun berpenghasilan melebihi orang kantoran dimana salah satunya adalah pengemis (berita lengkap klik disini). Ada pengalaman yang sedikit banyak mengubah pandangan saya terhadap sosok pengemis.

Kisah tersebut berawal dari tugas salah satu mata kuliah secara berkelompok yang meminta membuat video terkait fenomena sosial. Saya dan team tertarik mengangkat kisah pengemis yang sering ditemui di sekitar kampus. Alhasil kami pun mengangkat tema mengulas kisah hidup pengemis di Kota Malang.

Banyak hal menarik yang saya dapati dari wawancara tersebut dan akhirnya mengubah pemikiran saya terhadap pengemis. Bila selama ini di pikiran saya para pengemis hidup terlantar dan mengharapkan belas kasih orang sekitar untuk memberikan sumbangan atau bantuan ternyata justru banyak pengemis yang hidup lebih sejahtera dibandingkan yang kita pikirkan. Sebut saja pernyataan ibu pengemis yang saya wawancara bisa mendapatkan penghasilan paling sedikit 100 ribu rupiah hingga 300 ribu rupiah.

Logikanya saya dulu saat mahasiswa hanya menghabiskan 50 ribu hari untuk makan, akomodasi berangkat ke kampus hingga membeli cemilan. Artinya ibu pengemis itu lebih sejahtera daripada saya.

Inilah alasan kuat mengapa pemerintah khususnya dinas sosial selalu menghimbau untuk tidak memanjakan pengemis dan anak jalanan karena dikhawatirkan mereka menjadi terlena, manja dan menyebabkan masalah sosial. Membantu orang pengemis memanglah baik dan tugas mulia namun sudah tepatkah si penerima bantuan kita.

Saya masih ingat anak jalanan yang meminta uang di perempatan jalan ternyata uang yang didapat digunakan bukan untuk membeli makanan justru membeli rokok, ngelem, main game di internet bahkan yang mengerikan untuk membeli narkoba (contoh kasus dapat dilihat disini).

Selain itu hal yang lain yang lebih mengelus dada adalah ada banyak pengemis baik perempuan atau pria yang berusia produktif serta sehat bugar justru memilih jalan menjadi pengemis dibandingkan kerja yang lebih formal. Alasannya mengemis bisa mendapatkan uang yang lebih besar dibandingkan kerja. Tidak ada tekanan dari atasan dan cukup bermodalkan wajah memelas sudah bisa mendapatkan uang.

Ada pemberitaan yang cukup menghebohkan dimana terjaringnya pengemis yang ternyata memiliki uang ratusan juta, memiliki kunci mobil yang disinyalir milik pribadi dan tinggal di rumah yang bagus. Jujur banyak pegawai swasta yang hingga saat ini masih belum memiliki mobil dan tabungan hingga ratusan juta yang artinya pengemis lebih mapan dibandingkan banyak pegawai kantoran.

Berdasarkan pengalaman pribadi, cerita orang sekitar serta pemberitaan di media, ternyata banyak sekali pengemis cerdik di sekitar kita. Mereka memiliki cara tersendiri untuk membuat orang lain iba dan mau memberikan bantuan secara cuma-cuma. Bahkan mereka berani mengibuli orang lain dengan cara yang mereka ciptakan. Inilah yang perlu kita antisipasi agar niat baik kita membantu justru tidak tepat sasaran.

1. Mengemis dengan Membawa Anak Kecil/Balita

Modus ini lumrah digunakan oleh pengemis untuk meminta sumbangan. Kita akan mudah iba melihat anak kecil/balita diajak berpanas ria untuk menemani orang dewasa meminta sumbangan. Tidak heran kita akan memberikan sumbangan karena tidak tega atau kasihan pada anak kecil tersebut dibandingkan pengemis dewasa.

Sejujurnya saya ada perasaan kesal dan jengkel kenapa orang dewasa justru melibatkan balita/anak kecil atau bahkan sosok anak yang terkena penyakit seperti hidrosefalus untuk menjadi sarana meminta belas kasih orang. 

Ternyata ketika saya mewawancarai ibu pengemis terkuaklah bahwa kebanyakan anak kecil/balita yang diajak bukanlah anak mereka. Justru mereka menyewa balita/anak kecil kepada orang yang dikenal untuk membantu menjadi alat menambah belas kasih orang lain. Ibu pengemis itu bahkan cerita tidak tega jika balita yang diajak merupakan darah dagingnya sendiri. Kita perlu menjadi pemberi sumbangan yang cerdas sebelum memberi.

Tips dari saya, lihatlah bagaimana pengemis memperlakukan anak kecil/balita yang dibawanya. Jika mereka cuek dan membiarkan anak dengan kasar maka kemungkinan anak tersebut bukan anak pengemis tersebut. Orang tua pasti ada perasaan tidak tega membiarkan anaknya menderita.

Saya pernah menonton serial investigasi di salah satu TV Nasional dimana ada pengemis dewasa yang tega mencampur minuman/makanan anak denga obat tidur bahkan dosis tinggi. Tujuannya agar si anak tidak rewel dan tertidur pulas jadi tidak merepotkan si pengemis dewasa. Padahal meminum obat dosis tinggi dalam jangka waktu panjang beresiko merusak organ tubuh terutama hati dan ginjal.

2. Mengemis dengan Luka Bakar atau Luka Berat

Dulu saya sering bertemu pengemis dengan modus ini. Mereka berusaha mempertontonkan luka yang dimiliki seakan dirinya mengalami permasalahan kesehatan serius dan meminta bantuan untuk biaya berobat. Orang akan langsung berbelas kasihan. Awalnya saya juga merasakan hal sama yaitu kasian dan ingin membantu. Tapi ternyata setelah tahu itu modus kecurangan si pengemis, kini saya lebih teliti lagi dalam memberi.

Modus mereka ternyata menggunakan semacam bubur koran/kertas, alat perekat seperti lem dan pewarna. Pengemis akan menghancurkan koran/kertas menjadi bubur padat kemudian diletakkan di kulit hinga mengering dibantu dengan lem perekat agar terlihat padat. Setelah itu diwanai menyerupai luka.

Tips saya bila menemukan pengemis seperti ini, perhatikan dengan detail luka yang ada di tubuh pengemis. Harusnya luka yang terbuka pasti terasa perih dan gatal serta memunculkan nanah dengan aroma yang khas. Tidak hanya itu lalat atau semut pasti banyak mendekati sumber luka karena aroma dan cairan luka menarik perhatian tersebut. Jika tidak ada kondisi seperti itu maka bisa dipastikan itu adalah luka palsu

3. Berpura-pura Kehilangan Barang atau Hendak Mencari Keluarga

Saya pernah bertemu sekitar 2 kali modus ini dan ternyata teman saya juga banyak yang menemukan pengemis dengan modus ini. Umumnya ada seseorang yang menghampiri kita dan menceritakan kesusahan seperti telah kehilangan dompet, habis dicopet atau hendak menemui keluarga namun yang dituju tidak ada serta kini dalam kondisi kehabisan uang untuk balik ke kampung halaman.

Hal yang membuat saya kaget adalah ketika ada teman yang membantu seseorang tersebut karena belas kasihan justru beberapa hari kemudian bertemu lagi dengan sosok tersebut dengan menceritakan kisah yang sama. Langsung saya menyadari bahwa ini merupakan modus baru. Pengemis tersebut sepertinya tidak sadar meminta bantuan kepada orang yang sama.

Saya melihat cara ini sengaja dilakukan karena biasanya orang yang iba akan memberikan bantuan langsung dalam jumlah yang besar. Bisa 5 ribu, 10 ribu, 20 ribu, 50 ribu atau bahkan langsung 100 ribu. Ini karena jika mengemis di pinggir jalan rata-rata yang didapat uang recehan sehingga akan lama mengumpulkan uang dalam jumlah besar.

Tips saya jika bertemu orang ini. Lebih baik tanyakan apa yang dibutuhkan. Jika dirinya merasa lapar karena kehabisan uang maka cukup kita belikan makan. Jika orang tersebut tersesat dan tidak punya uang untuk balik ke kampung halaman. Kita bisa pesankan tiket untuk pulang atau memesankan gojek online ke lokasi yang dia tuju. Jika pengemis menolak dan tetap ingin mendapatkan bantuan berupa uang maka perlu dipertimbangkan karena bila ada seseorang menawarkan bantuan yang dibutuhkan seharusnya mereka bersyukur dan tidak menolak.

4. Berpura-pura lumpuh atau Buta

Modus ini juga banyak saya lihat dimana pengemis meminta belas kasih karena dirinya lumpuh atau cacat seperti tidak memiliki tangan yang lengkap, kaki yang lumpuh, buta atau cacat lainnya. Kita pasti bersyukur memiliki kondisi fisik yang lengkap dan ada keinginan membantu karena sadar mereka susah mendapatkan kerjaan sehingga mengemis adalah pilihan sulit yang harus dilakukan.

Ironisnya ternyata banyak yang melakukan cara licik dengan menggunakan modus ini. Saya melihat berbagai video yang beredar di sosial media dan youtube bagaimana mereka menerapkan modus tersebut. Tangan dan kaki ternyata ditekuk ke dalam sehingga terlihat si pengemis ada tubuh yang buntung, ada yang menggunakan kacamata hitam dan tongkat seakan dirinya buta dan sebagainya. Ini terlihat seperti video dibawah ini.


Tips saya, sebaiknya kita perhatikan lagi kondisi si pengemis. Apabila ada hal mencurigakan di baju atau celana seperti ada tekukan anggota tubuh maka kemungkinan mereka memang menekuk anggota tubuh agar terlihat lumpuh. Selain itu kita bisa memancing menjatuhkan uang di depan pengemis buta. Apabila dirinya reflek merespon melihat uang yang kita jatuhkan berarti dirinya berpura-pura buta.

Itulah beberapa modus yang sering saya temukan dan mudah untuk dikenali. Sebenarnya masih banyak lagi modus yang dipraktekan oleh para pengemis cerdik. Justru cara mereka melakukan ini akan berdampak bagi pengemis yang memang mengalami kondisi yang memperihatinkan. Orang justru merasa cuek jika ternyata tahu selama ini dibohongi oleh pengemis cerdik dan nakal

Saya kini lebih selektif dalam memberi seperti akan lebih memilih memberikan uang kepada ibu yang sudah renta atau yang benar-benar lumpuh. Bagi yang terlihat sehat, usia produktif atau terindikasi pengemis nakal, saya tidak akan memberikan bantuan. Selain itu lebih baik kita membantu dalam bentuk lain seperti membelikan makanan, baju, beras atau kebutuhan lain dibandingkan uang karena jika uang takut disalahgunakan seperti membeli lem, narkoba atau barang mewah untuk kepentingan pribadi.

Apabila sahabat Kompasiana pernah mengalami hal serupa atau mengetahui modus lainnya bisa saling bertukar informasi dan diharapkan dapat memberikan masukan atau tips untuk mengatasi hal tersebut. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun