Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Apa Musuh Pancasila?

13 Februari 2020   07:05 Diperbarui: 13 Februari 2020   09:48 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ANTARA/Nyoman Budhiana

Baik raja, pendekar, hingga bandit semacam Ken Arok, selalu menempelkan nama-nama yang diluar manusia sebagai deklarasi diri. Monas, misalnya, adalah alat kelamin Dewa Siwa dan Dewi Uma, satu lingga, satu yoni, namun tetap bernilai spiritual ketimbang sanggama. 

Beratus situs arkeologi hingga sejarah memberi petunjuk betapa terdapat kekuatan ghaib yang diluar kemampuan manusia sebagai pesan terkuatnya.

Bisa saja, Profesor Yudian Wahyudi tak lengkap menjelaskan maksud dari kalimatnya. Sebagaimana juga Sukarno yang hanya menyampaikan pokok-pokok pikiran dalam risalah rapatnya. 

Toh Sukarno terus mencoba untuk memberikan pemahaman yang sesederhana mungkin, termasuk dalam penugasan sejumlah tim pascaproklamasi. Tim yang membuat Lambang Negara, misalnya. Atau tim yang menarasikan bendera Sang Saka Merah Putih.

Mohammad Yamin perlu menerbitkan buku "600 Tahun Sang Merah Putih" yang jauh dari selesai pada tahun 1953. Kesimpulan betapa Sang Merah Putih adalah bendera yang dipakai pasukan Jayakatwang (Kediri) dalam menghadapi Kartanegara (Singosari) masih bisa dipertanyakan. 

Bagaimana mungkin Indonesia menggunakan bendera "kaum pemberontak" dalam makna Singosari? 

Belum lagi misteri dibalik ketakutan para penguasa untuk hadir ke Kediri, dari Indonesia kuna hingga Indonesia abad ke-21 sekarang. Bendera Kediri dipakai sebagai sang saka, sementara tanah Kediri tak hendak untuk diinjak sang penguasa negeri.

Jangan-jangan, musuh Pancasila itu adalah kalangan penguasa sendiri. Yang tak mendedahkan Pancasila sebagai mataair ilmu pengetahuan, tetapi justru mantra penuh kutukan. 

Jangan heran, kalau Profesor Yudian Wahyudi lebih tampak bak dukun-dukun dari hutan rimba dengan jampi-jampinya, ketimbang guru besar yang sudah menyelesaikan mata kuliah logika, hermeneutika dan tata bahasa.   

Jakarta, 13 Februari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun