Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Apa Musuh Pancasila?

13 Februari 2020   07:05 Diperbarui: 13 Februari 2020   09:48 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdebatan tak hanya terjadi di podium. Namun juga sepanjang perjalanan menuju podium parlemen, sampai pulang ke rumah masing-masing. 

Saking asyiknya berdebat, IJ Kasimo sering masuk hingga ke dapur Mohammad Natsir. Perut yang lapar selama berdebat, tentu perlu diisi dengan segelas kopi, ditambah gorengan.

Dewan Konstituante hanya belum sepakat tentang Dasar Negara Republik Indonesia. Belum sepakat yang tak bermakna 100 persen. Kesepakatan-kesepakatan besar, menengah dan kecil sudah berhasil didapat. 

Rumusan hukum (legal drafting) tentang dasar negara itu sama sekali masih berupa pilihan kalimat demi kalimat. Jika saja waktu minum kopi di dapur masing-masing singa podium itu diperbanyak dan diperpanjang, sejarah bakal ditulis ulang.

Pengaruh geopolitik kala itu ternyata tak berujung kepada kesepakatan holistik. Panggung Dewan Konstituante dianggap terlalu berisik. Tak tanggung-tanggung, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memundurkan Indonesia yang masih muda itu 14 tahun ke belakang. Indonesia kembali ke UUD 1945.

Baiklah, kalaupun hanya perdebatan tahun 1945 yang dijadikan acuan, tetap saja bisa dilacak apa yang dimaksud sebagai musuh Pancasila. Tidak perlu membandingkan pikiran Sukarno dengan pikiran tokoh-tokoh lain, terutama dari Sumatera Barat. 

Rujuk saja Sukarno. Apa yang ia katakan?

Pancasila bisa diperas menjadi Trisila, yakni sosio nasionalisme, sosio demokrasi, dan ketuhanan (baca: teisme). Bahkan, Trisila bisa menjadi Ekasila, yakni kegotong-royongan.

Apa musuh Trisila? 

Tentu saja kolonialisme, kediktatoran (bisa atas nama monarki, bisa juga berupa teokrasi, bahkan feodalisme dalam bentuk yang paling tribal), dan ateisme. 

Sementara musuh Ekasila? 

Individualisme, egosentrisme, bahkan bisa juga heroisme produksi Hollywood. Avengers yang tak melibatkan Gundala, Godam, hingga Si Buta Dari Gua Hantu dapat disebut sebagai musuh Ekasila ini!

Ketika Profesor Yudian Wahyudi menyebut agama (teisme) sebagai musuh Pancasila, terasa sekali contradictio in terminis dalam konteks filsafat ilmu pengetahuan yang membentuk rumusan-rumusan Pancasila. 

Teisme tidak mungkin berhadapan dengan Pancasila, baik dari sisi spiritualitas yang hidup di bumi nusantara, maupun kandungan isi dari kitab-kitab suci dalam agama-agama samawi.

Kaum penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa saja, baik dalam bentuk tunggal atau politeis, masih percaya kepada sesuatu yang transendental atau supra natural.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun