Akibatnya, terasa sekali pemilu dan segala macam yang terkait adalah zona afotik bagi para pengkritik dan penghujat di media sosial yang tak perlu dilirik, apalagi dimengerti.
Apa itu zona afotik? Zona tanpa cahaya matahari atau zona yang sama sekali sulit ditembus atau dimasuki cahaya matahari pada kedalaman lautan. Zona afotik bukanlah zona yang keruh, berlumpur atau busuk, tetapi sudah tak mampu lagi diselami sorot cahaya alami dari matahari. Terkecuali, cahaya yang dibuat dengan teknologi manusia atau berasal dari hewan dan tumbuhan.
Dengan menjadikan seluruh calon dalam pemilu serentak ini sebagai zona yang tak bisa lagi ditembus cahaya (pemikiran, harapan, gagasan, aspirasi atau apapunlah yang terpancar dari pikiran para calon golput), semakin terasa betapa demokrasi bukan jawaban yang paling utama.
Masalahnya, jika seluruh nama penyuara golput itu menjadikan kontestan pemilu dan seluruh pihak yang terkait adalah zona afotik bagi kehidupan, lantas bagaimana cara untuk menembusnya? Bukankah zona afotik di dalam lautanpun masih terdapat kehidupan?Â
Golput tidak membuat demokrasi mati, tinggal sisi mana yang diperdebatkan nanti: kualitas atau kuantitas? Jika bicara baik atau buruk, bukankah Socrates sudah menjadi korbannya? Â
Jakarta, 23 Maret 2019