Akhir-akhir ini saya sering berkunjung ke kos sahabat di daerah pogung dalangan, Jogja. Kami berteman lama dan hidup bersama 3 tahun di dalam asrama, kebetulan kami tinggal dalan satu kota saat ini. Jadi kami terkadang menghabiskan waktu untuk sekedar berkumpul dan bersilaturahmi. Kadangmembcirakan hal serius tapi terkadang juga tak karuan. Biasalah anak muda.
Mbah, Walau Keriput Tapi Hatinya Lembut
Tapi bukan masalah pertemanan kami yang akan saya tuliskan, melainkan sosok nenek yang kerap kusapa, Mbah. Beliau adalah ibu dari ibu kos rekan saya itu. Usianya memang sudah tua, tapi budi dan keramahannya masih muda. Semuda diriku yang senang jika bertemu dengannya.
Setiap kali ke kos itu, Mbah selalu bertemu denganku. Keriput tangannya selalu menyambut tanganku yang menyalaminya. Walau keriput tapi auranya lembut. Setiap kali bersalaman dengannya, seakan menghadirkan nenek-ku di rumah. Saya sangat merindukannya.
kali ini beliau membuatku lebih lama bejabat dengannya. Beberapa kalimat terekam dengan jelas menjadi petuah-petuah yang akan selalu kuingat. Antaranya beliau mengatkan bahwa sekarang itu, jarang-jarang ada pemuda masih mau bersalam dengan nenek-nenek setiap kali bertemu. Kata Mbah, pemuda lebih asyik bersalaman kalau dengan cewek-cewek, atau maksudnya pacar lah.
mendengar Mbah berkata demikian, saya hanya tertawa. Apalagi logat Jawa beliau yang familiar denganku, jadi tak perlu susah-susah menerjemahkannya.
Kepada Mbah saya hanya mengatakan bahwa, saya juga punya nenek di rumah dan akan selalu menghormatinya. Nenek ku pun berpesan agar sebagai kaum muda tetap tunduk, patuh dan hormat kepada orang tua, selagi tujuannya positif.
Demikianlah, kisah singkat dengan Mbah. Tangannya lembut selembut hatinya.
Salam,
Indra Furwita
Langsung dari Kamarkosanku