Â
Menginjakkan kaki di negeri orang untuk berkuliah adalah impian sejak kecil. Lahir dari keluarga menengah berkecukupan, untuk kuliah ke luar negeri mau tidak mau harus mendapatkan beasiswa. Kenalkan aku Indrayana Dian Prasetya, mahasiswa asal Paciran, Lamongan yang saat ini berkesempatan untuk berkuliah di Rubika, Prancis selama satu semester melalui program Indonesian International Student Mobility Award (IISMA). Pengalaman ini bukan hanya sekadar perjalanan fisik melainkan juga perjalanan mental untuk menjadi lebih baik.Â
Setelah 3 bulan di eropa, banyak perbedaan kultur sosial yang penulis rasakan, perbedaan tersebut tidak selalu hal yang baik, adakala perbedaan tersebut justru kurang baik dari kultur sosial di Indonesia. Ini adalah pengalaman pertamaku menginjakkan kaki di benua biru Eropa.
Awal Menginjakkan KakiÂ
Ketika pertama kali tiba di Prancis, segalanya terasa asing. Bahasa yang berbeda pada saat di Bandara, stasiun, tempat umum sampai pada rambu-rambu jalan yang membingungkan. Setiap interaksi adalah hal yang berharga dan berkesan, mulai bagaimana cara memesan makanan sampai cara berinteraksi dengan penduduk asli. Beruntungnya penulis berkuliah di region Nord - Daerah Utara Prancis. Penduduk di daerah utara terkenal akan keramahan tamahannya. Hal ini menjadikan adaptasi di awal lebih mudah dan menyenangkan.
Penulis beruntung kampus tempat menimba ilmu berada pada kota kecil di utara berbatasan dengan Belgia. Kehidupan yang tenang, jauh dari hiruk pikuk kota besar, semisal Paris. Bahkan katanya banyak pensiunan yang memutuskan untuk menghabiskan masa tuanya di kota ini. Penulis dibuat takjub oleh tata kota dan lingkungannya yang rapi dan bersih. Bangunan tua bersejarah masih berdiri kokoh, kabel listrik tertata rapi di bawah tanah, dan kendaraan umum berlalu-lalang dengan lancar. Penataan urban seperti ini bukanlah hal yang mengejutkan di eropa. Model penataan seperti ini memang menjadi standar agarÂ
Pejalan kaki dan Transportasi Umum
Transportasi umum merupakan hal yang penting bagi sebuah negara saat ini. Dengan adanya transportasi umum dapat memudahkan penduduk maupun turis melakukan mobilitas. Transportasi umum juga salah satu cara yang efektif untuk mengurangi masalah polusi dan emisi yang disebabkan oleh kendaraan.Â
Kebiasaan menggunakan kendaraan umum tentu menjadikan masyarakat harus berjalan kaki untuk menuju satu lokasi ke lokasi lainnya. Namun yang penulis sadari disini dengan kebiasaan itu menjadikan masyarakat lebih sehat, terbukti banyaknya penduduk sepuh yang masih mampu berjalan dan naik kendaraan umum secara mandiri. Selain itu pemerintah melalui peraturannya menjadikan pejalan kaki prioritas daripada kendaraan umum, misalnya terdapat zebra cross tanpa lampu lalu lintas, kendaraan wajib untuk memprioritaskan pejalan kaki terlebih dahulu sebelum dapat melintas.
Memang penulis akui berjalan kaki di eropa lebih menyenangkan karena suhu yang tidak terlalu panas sebagaimana di Indonesia. Tetapi seharusnya alasan ini tidak menjadi alasan untuk warga negara Indonesia untuk mulai berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum. Negara tetangga Singapura telah memberikan contoh bahwa negara tropis juga mampu membuat kebiasaan mobilitas yang baik. Tentu ini semua memerlukan dukungan yang sangat tinggi dari pemerintah untuk mewujudkan kebiasaan mobilitas yang baik ini.Â