Mohon tunggu...
Indra Charismiadji
Indra Charismiadji Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati dan Praktisi Pendidikan 4.0 yang peduli dengan Pembangunan SDM Unggul

Indra Charismiadji adalah seorang pemerhati dan praktisi pendidikan dengan spesialisasi di Pembelajaran Abad 21 atau Edukasi 4.0. Wajah, suara dan pemikiran beliau kerap kali muncul di layer televisi nasional, radio, media cetak maupun media online membahas tentang isu dan kebijakan pendidikan. Berkat perjuangannya yang nyata dan tiada henti, di tahun 2018 yang lalu, Indra mendapatkan penghargaan “Anugerah Pendidikan Indonesia” dari Ikatan Guru Indonesia (IGI). Setelah menyelesaikan studi dari the University of Toledo, di kota Toledo negara bagian Ohio, Amerika Serikat dengan gelar ganda di bidang keuangan dan pemasaran untuk jenjang Strata 1, pria kelahiran Bandung tahun 1976 ini, melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi di Dana University, kota Ottawa Lake, negara bagian Michigan, Amerika Serikat. Dengan berbekal pengalaman bekerja di beberapa perusahaan tingkat dunia di Amerika Serikat seperti Merril Lynch, Omnicare, dan Dana Corporation, pada tahun 2002 Indra memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan berperan aktif dalam mengembangkan kualitas pendidikan di Indonesia dimulai dengan memperkenalkan CALL (Computer-Assisted Language Learning) atau pembelajaran bahasa berbasis teknologi komputer untuk pertama kalinya. Pengalaman bertahun-tahun di bidang teknologi pendidikan dan jejaring tingkat internasional membuat pemerintah Indonesia baik dilevel pusat maupun daerah menempatkan Indra sebagai konsultan khusus dalam bidang pengembangan Pembelajaran Abad 21. Saat ini Indra Charismiadji menjabat sebagai Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Developments Analysis. Dalam bidang organisasi, beliau juga berperan aktif sebagai Direktur Utusan Khusus Pendidikan VOX Populi Institute Indonesia, Ketua Dewan Pembina di Asosiasi Guru TIK / KKPI Indonesia (AGTIFINDO), Dewan Pembina Ikatan Guru TIK PGRI, anggota kehormatan dari APACALL (Asia Pacific Association for Computer-Assisted Language Learning), dan anggota dari ISTE (International Society for Technology in Education). Keahliannya dalan teknologi pendidikan membuat beliau berulang kali diundang untuk menjadi narasumber pada konferensi, seminar, dan workshop baik di tingkat nasional maupun internasional. Secara khusus, saat ini Indra Charismiadji sedang mengembangkan pendidikan STEAM (Science, Tehnology, Engineering, Arts, and Mathematics), Higher Order Thinking Skills (HOTS), dan Computational Thinking.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ilusi Mutu Pendidikan, Bimbel, dan Komitmen Membangun SDM

18 Januari 2020   06:00 Diperbarui: 21 Januari 2020   18:34 4429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal ini membuktikan betapa rendahnya penghargaan masyarakat pada profesi pendidik. Para orang tua rela membayar mahal untuk pendidikan yang dilakukan oleh mereka yang tidak dilatih menjadi pendidik, tetapi untuk sekolah formal para orang tua sampai rela memalsukan dokumen kewarganegaraan demi anaknya diterima di sekolah gratis.

Pandangan pemerintah secara umum tidak jauh berbeda dengan masyarakat. Profesi pendidik masih dianggap dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa pendidikan keguruan. 

Terbukti dengan banyaknya pejabat dinas pendidikan, kepala sekolah, dan guru yang ditempatkan bukan berdasarkan kapabilitas, pengalaman, dan latar belakang ilmunya, melainkan banyak didasari oleh keputusan politis maupun kebutuhan ekonomi semata.

Data di Kemdikbud menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah siswa pendidikan dasar dan pendidikan menengah di Indonesia dari tahun 1999 ke tahun 2015 ada 17%, tetapi pertumbuhan guru ASN 23% dan guru honorer 860%. 

Guru honorer direkrut dan diangkat oleh pemerintah daerah, dengan pertumbuhan yang fantastis dan jauh dari pertumbuhan jumlah siswa harusnya menimbulkan pertanyaan bagi berbagai pihak tentang urgensi dan tujuan perekrutan tersebut.

Pemerintah pusat berusaha menjaga mutu pelayanan dengan mewajibkan gelar kesarjanaan yang linier untuk para pendidik, tetapi apa yang terjadi? Justru makin bermunculan ijazah-ijazah palsu yang membuat kondisi pendidikan Indonesia semakin rusak dan terpuruk mutunya.


Untuk itulah demi menjaga mutu pendidik yang tinggi, ada baiknya agar setiap pendidik memiliki Surat Registrasi Guru (SRG), seperti yang dimiliki oleh profesi lain yaitu dokter dan dokter gigi yang dikenal dengan istilah Surat Tanda Registrasi (STR). 

Registrasi merupakan proses dimana seorang guru harus mendaftarkan / mencatatkan dirinya pada suatu badan negara tertentu, untuk para dokter badan yang ditunjuk adalah Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk status keperdataannya (sebagai guru) yang diakui sah oleh negara untuk dapat menjalankan profesinya sebagai guru di Indonesia. 

Artinya registrasi guru adalah proses untuk mendapatkan aspek legal sebagai guru saat menjalankan praktik keguruannya, dan Surat Registrasi Guru (SRG) adalah bukti atau lisensinya.

Surat Registrasi Guru (SRG) adalah bukti tertulis / dokumen hukum bagi guru, yang mempunyai makna, bahwa guru tersebut telah mendaftarkan diri, dan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh badan negara tertentu, sehingga guru tersebut secara hukum diakui oleh negara sebagai guru yang  mempunyai kualifikasi tertentu untuk melakukan tindakan keguruan. karena kompetensinya sebagai guru sudah diakui oleh pemerintah, dan berwenang melakukan praktik keguruan sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas: Kompetensi Pedagogik; Kompetensi Kepribadian; Kompetensi Profesional; dan Kompetensi Sosial seperti yang diamanatkan dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Badan yang ditunjuk untuk mengeluarkan Surat Registrasi Guru (SRG) ini harus otonom, mandiri, non structural, dan bersifat independen, yang bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun