Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Illuminati Lagi dan Lagi, yang Lain?

13 Juni 2019   16:07 Diperbarui: 13 Juni 2019   16:36 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasan usang itu bernama segitiga illuminati, setidaknya saya pernah mengobok-obok tema ini ketika masih menjabat sebagai ketua persekutuan pelajar kristen kab. Sragen tahun 2007. Narasi konspirasi ini terus didengungkan di masjid-masjid sma, dengan data yang kurang, argumentasi berlebihan bahkan bernada dogma, akhirnya ujungnya sama kebencian, perlawanan yang bisa diraih kawan-kawan saya yang tergerus oleh arus ini ya membenci kami kaum minoritas sebagai kafir, yang kemudian dipukul rata dengan Yahudi dsb.

Saya kurang tahu apakah narasi ini sekarang masih dijual di SMA-SMA, lewat mimbar-mimbar masjid, lewat pembicara yang kurang khazanah pengetahuan tapi doyan teori konspirasi. Yang jelas kala itu gencar, musisi Ahmad Dani yang sering dituduh-tuduh sebagai antek Yahudi karena memang dia berdarah yahudi. Seperti yang Dani sering kutip juga bahwa ibunya Theresia Pamela Kohler adalah seorang Ashkenazi Jewish (klan Yahudi cerdas yang melahirkan Einstein, Anne Frank dan tentu Filsuf sangar Sigmund Freud).

Terserah, saya abaikan waktu itu karena mereka juga tidak punya data banyak soal Yudaisme dan konspirasi-konspirasi itu, narasi ini kemarin muncul kembali ketika sebuah bangunan dikritik sebagai perlambang persaudaraan tua ini. Saya cuman tertawa saja, sudah 12 tahun ternyata narasi ini masih laku dipasaran, tapi tetap begitu-begitu saja arahnya. Isukan kita sebagai kaum tertindas, ada kekuatan/konspirasi global yang menguasai lalu LAWAN!. Ya gitu-gitu terus arah forumnya, seperti hanya memupuk kekuatan emosional, tapi lupa bahwa harus dikenalkan juga siapa-siapa mereka, supaya rasional, berimbang dan berani membicarakan pada titik keseimbangan. Jika tidak, ya saya anggap seperti flat earth society yang menawarkan "dogma pencerahan" membangun kesadaran tapi hanya mengulang-ulang data singkat di masyarakat yang malas membaca. Itu saja.

Yang menarik justru adalah mempertanyakan kembali kenapa sekarang dihembuskan lagi? Kenapa yang diserang justru masjid yang merupakan representasi dari bangunan ibadah fisik umat Islam? Lalu menyerang Ridwan Kamil dari sisi politik secara luas tentu menarik diamati. Padahal dulu tidak ada narasi ini, selalu ditujukan pada kekristenan, atau seniman, dan bangunan gereja seperti yang terjadi pada hillsong church Australia.

Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa isu itu laku? Apakah mereka yang menikmati narasi ini juga adalah kawan-kawan SMA saya yang terdoktrinasi lewat forum-forum kajian dengan kredibilitas data minim itu? Menjadi santer di media sosial? Menjadi bahan obrolan diberbagai web? Menjadi senjata buzzer politik, lalu narasinya tetap. Asal tabrak, dan melawan.

Beberapa media mengulik sedikit soal illuminati  tapi hanya sebagai selentingan, bukan sebagai materi inti karena memang tidak enak digoreng mungkin, membahas sesuatu yang berat, mengorek data sejarah, mencari ruang informasi yang terhimpun di tumpukan buku. Apalagi pengguna sosial media juga "ingin membaca, mendengar apa yang dia ingin dengar"  seperti ada sistem baku dipemikiran, bahwa semua data yang menarik adalah yang sesuai dengan jalan berfikirnya, jalan berfikir yang sudah bertahun-tahun dicekoki oleh banyak informasi kemudian membentuk sistem kendali bawah sadar tertentu. Kenapa geliat persaudauraan global ini seolah didengungkan kembali untuk mengenang masa lalu.

Bavarian Illuminati sebenarnya juga hidup di periode dimana tarekat persaudaraan itu muncul didunia. Entah saya juga belum mendapat data soal kenapa di abad 17 ini banyak muncul persaudaraan.  Semoga kalian yang membaca ini bisa memberi saya referensi lagi.

Apakah ini formula baru dalam penguasaan dunia, atau forum elit intelektual, atau memang ada manfaat lain dari tarekat ini. Persaudaraan yang dibangun dimana-mana diseluruh dunia ketika kolonialisasi juga sedang berlangsung, adakah korelasinya?

Sebut saja Illuminati (1776), Rossikrusian, Skull and Bones (1832), Order of Odd Fellow (1819), Carbonary (1831), atau yang kemudian berkembang sampai Hindia Belanda, tarekat Freemansory (1717), semua berbasis persaudaraan semua punya agenda tapi lagi-lagi kenapa illuminati? Apakah karena sentimen anti-Yahudi ini terus menerus digaungkan sebagai dogma kebencian?. Jika menengok sejarah selanjutnya persaudaraan ini tidak berhenti banyak sekali kalau mau mempelajari terus muncul organisasi rahasia seperti ini. Seperti Ordo Templis Orientis (1903), Order of 9 Angels (1960-), Opus Dei (1928) juga di Kampus-kampus perkumpulan intelektual ini juga menjadi trend setelah badai penemuan di abad pencerahan, lembaga-lembaga ilmu pengetahuan mulai menggodok anak ideologinya dalam organisasi ketat seperti Chi Phi (1824, Princeton univ), Kappa Alpha (1825, Union univ.), Sigma Phi (1827, Union), atau Delta Sigma Phi (1899, New York univ) yang kemudian melahirkan intelektual perang sekelas Richard Dick Winter di perang dunia, lalu kita mengenalinya sebagai aktor utama di series Band of brothers  besutan Steven Spielberg.

Seluas itu cakrawala organisasi rahasia, dan kita menjadi bodoh hanya mengenal illuminati, jika mau mundur lagi kalian mungkin akan kenal Kesatria Templar, Persaudaraan Asssasin, Biarawan Sion yang progresinya bukan intelektual tapi tentara militan, pembunuh brilian dan ahli strategi jempolan. Lantas kenapa, illuminati tidak langsung bersentuhan dengan Hindia Belanda (Indonesia). Malah Freemansory luput dari amatan, padahal banyak dari tarekat freemason ini kemudian seperti menjadi pemikir di arus utama pendirian bangsa Indonesia. Juga sudah dibukukan menjadi wishlist buku saya yang harus saya beli "Tarekat Mason bebas di Hindia 1762-1962". Tokohnya seperti Dr. Radjiman Wedyodiningrat (BPUPKI), Soemitro Kolopaking (Bupati Banjarnegara), Hamengkubuwono VII (Sultan Jogja), Pakualam VII dan tentu pelukis legendaris kita Raden Saleh.

Dan akhirnya semua menjadi isapan jempol belaka, karena kepentingannya hanya menyerang tokoh, politis dengan dogma agama yang populis, dangkal dan gampang menuduh. Semoga kalian termasuk orang-orang yang rasional dalam membaca berbagai data sebelum ikut menuduh. Perhatikan medan kepentingan dalam setiap publikasi media massa, lalu tentukan arah dan tujuanmu jangan ikut arus kalau memang tidak kenal akan arus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun