Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengais Rupiah Sembari Menjaga Budaya Leluhur

22 Oktober 2018   21:27 Diperbarui: 22 Oktober 2018   21:47 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jika orang Dayak atau di luar Dayak ingin mendengar cerita, bisa saja meminta tolong kepada mengsana. Mengsana sebenarnya warga Dayak berusia tua yang nanti jika diminta menceritakan soal sejarah orang Dayak akan dirasuki oleh arwah leluhur kita. Tetapi hal ini bisa dilakukan pada malam hari, dan ada syarat tertentu yang harus dipenuhi," jelas Eddy.

Namun lanjut Eddy, saat ini kehadiran  mengsana  di tengah masyarakat yang sudah modern sudah tidak terlalu sering seperti dulu. Orang sekarang kata Eddy seperti sudah membantah hal-hal berbau kearifan lokal seperti mengsana itu. Kondisi sosial yang memang kita temui pada hari ini. 

Ketika saya mencoba untuk menggali bagaimana proses pengerjaan lukisan  'Kayu Erang Tingang Mamua Bulau Tampung Penyang' Eddy mengaku hanya menggoreskan tinta di atas kanvas lalu mengerjakan seperti apa yang ada di dalam pikirannya, 

"Seperti mendapat ilham. Dalam waktu 2 hari saya bisa menyelesaikan lukisan tersebut. Sayapernah melihat  gambar ini dulu sekali waktu muda. Saya melihat gambar ini di salah satu tempat bersejarah warga Dayak," imbuh Eddy.

Saat ini menurut Eddy, warga Dayak dan luar Dayak lebih mengenal batang garing (lukisan khas Dayak). Padahal, masih banyak cerita-cerita leluhur warga Dayak yang belum pernah diketahui.

"Lukisan Kayu Erang ini jarang diketahui, karena mungkin banyak orang tidak pernah melihat lukisan ini. Supaya orang Dayak dan orang di luar Dayak bisa mengetahui kisah ini," jelas Eddy.

Sementara itu, Ukus yang rumahnya menjadi tempat menjajakan barang kreasi Eddy menuturkan, "Bukan sembarang berjualan barang-barang saja, tetapi seperti sudah ada kewajiban untuk saya melestarikan apa-apa yang menjadi warisan nenek moyang, ini lebih penting untuk warga Dayak,"jelas Eddy.

Ukus sendiri telah 4 tahun lebih berjualan barang-barang khas budaya warga Dayak. Mulai dari mandau (senjata khas warga Dayak), wajo (topi khas warga Dayak), kelembit (perisai khas warga Dayak), anjat (tas yang terbuat dari anyaman rotan), ulap doyo (kain dari serat daun doyo yang bisa dijadikan pakaian), manik (kerajinan manik-manik khas warga Dayak), dan berbagai lukisan seperti yang disebut diatas.

"Secara penghasilan memang tidak terlalu besar, tapi cukup untuk menghidupi anak dan istri,"terang Ukus.

Ukus sadar betul tugasnya bukan sembarang menjual barang-barang layaknya pedagang lain, ia mengaku seperti ada panggilan moral untuk dirinya, bukan sekedar berdagang namun juga harus fasih menjelaskan benda-benda yang ia jual kepada pembeli,

"Tentu berbeda, jika pedagang lain memberikan informasi mengenai barang dagangannya, bisa betul bisa salah. Kalau saya harus hat-hati, tidak sembarang menyampaikan informasi mengenai satu barang. Inikan budaya leluhur, salah-salah kelestariannya akan terancam," tutup Ungkus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun