Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Hidup dalam Perjalanan Tauhid

30 Oktober 2018   17:26 Diperbarui: 30 Oktober 2018   21:44 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jleb, iya.. kenapa bisa begini? Masya Allah... maka aku pun mulai ingat bahwa ada Allah. Semua memang tak ada, tapi ada Allah. Itu saja yang aku butuhkan. Hanya Allah. Akupun jadi tenang. Kurasakan bahwa semua diambilnya, karena Allah sendiri yang ingin mengurusku langsung, tanpa perantara. Ingin menimangku, membuatku istirahat setelah bekerja keras selama ini.

Tak ada penghasilan aktif? Ga papa, aku tahu beres. Allah kirim rejeki melalui suami.
Tak ada posisi, jabatan, power? Tak ada kekuatan fisik? Ga papa, ini saatnya untuk mulai mengenal diri, jiwa, hati, dan Allah. Tak butuh semua itu. Memang harus begini supaya bisa fokus belajar merasa dalam diam. Berhenti berfikir. Mulai merasa.
Tak ada siapa-siapa? Karena semua sibuk dengan dunia masing-masing? Ya iyalah. Tak perlu berharap pada manusia. Tidak juga pada suami dan keluarga. Hanya ada Allah, dan itu segalanya bagiku.

Pernah aku menangis. Tiba-tiba melalui imam shalat jamaah, Allah berkata, "semua ujianmu ini sudah ditakar, jalanin saja. Kamu mampu! Dan Aku selalu ada bersamamu. Kapan Aku pernah meninggalkanmu? Makanya kamu juga harus perhatikan orang lain seperti Aku selalu perhatikan kamu." Iya ya.. Allah bilang aku mampu. Ada Allah di sisiku. Butuh apa lagi? Ini cukup. Sejak saat itu aku punya "mantra" baru: "Allah bilang aku mampu" yang kuucapkan setiap kali ujian terasa berat. Dan itu cukup untuk menguatkanku menjalani ujian dengan percaya diri dan tenang.

Sempat aku merasa suamiku dan ibuku - dua energi terbesar dari Allah bagiku - sangat sibuk dan tak ada waktu untukku. Sampai Allah bilang, kan ada Aku. Semua bisa pergi, bisa pulang lho. Hanya Aku yang akan terus ada bersamamu. Masya Allah. Sejak saat itu tak pernah ada lagi aku berharap pada manusia. Ada Allah, kenapa butuh manusia kalau ada penciptanya. Kenapa berharap pada manusia yang tak bisa menciptakan yang kubutuhkan? Setiap detik, setiap momen aku butuh, Allah ada.

Aku belajar sangat banyak dari ujian terakhir ini. Dan meskipun Allah ambil banyak kemegaham yang pernah dihadiahkanNya padaku, Allah buka hal yang lebih penting: nikmat syukur. Tiba-tiba hatiku terbuka, mataku terbelalak. Sekelilingku begitu indahnya. Kenapa baru sadar sekarang? Rumah, suami yang luar biasa, ayah yang penuh cinta dan perhatian, ibu yang penuh energi dan inspirasi, anak-anak yang cantik dan pintar, pohon, bunga, burung... indah sekali. Semua menjadi orekstra indah setiap hari, sampai aku merasa penuh, sangat penuh. Apa sih yang kubutuhkan lagi? Semua disediakanNya, diatur khusus untukku. Mau apa lagi? Sekarang giliranku untuk membuktikan diri sebagai "abdi" yang menghamba padaNya dengan berbuat sesuatu untuk semua yang ada ini.

Ooh.. ternyata dengan merapat denganNya, Allah bukakan hati kita, ubah cara pandang kita, dan akhirnya semua ada solusinya.

Ujianku kali ini mengarahkanku hanya padaNya tanpa embel-embel, tanpa alat, tanpa apapun. Kini impianku adalah untuk melayaniNya, mencari bekal untuk siap bertemu denganNya. Saat ini rasanya belum cukup. Masih banyak hal yang Allah sukai dari hamba-hambaNya yang belum kumiliki. Maka sekarang ini yang ingin kucari. Kalau dulu aku senang mengejar "award" dari manusia, kini aku ingin mendapat "award" dariNya saja.

Ujian kali ini seperti memasukanku ke dalam kepompong untuk benar-benar siap mengubah kepribadian, cara pandang, cara bersikap yang lebih didasari tauhid. Ke dalam kawah candradimuka untuk bisa menggodogku agar siap menghadapi berbagai ujian di depan yang mungkin lebih berat lagi. Siap melangkah menghadapi berbagai halang rintang menuju Sang Maha Pencipta. Enaknya, Allah adalah satu-satunya Maha Guru yang memberikan ujian sambil menyediakan diri untuk memberikan jawaban. Aku terus bertanya hanya padaNya, konsultasi, mohon ampun, dan terus merapat padaNya sepanjang ujian berlangsung.

Semoga "La ila ha ilallah" tak lagi ternoda dalam hatiku mulai detik ini. Aku tahu masih banyak potensi untuk itu. Aku bisa merasakannya. Aku tetap manusia biasa. Alhamdulillah ujian kali ini melatihku untukmenjadi pengamat diri sendiri. Langkah selanjutnya adalah ujian yang lebih susah lagi: tauhid dalam kelapangan, kesehatan. Aku tak mau lagi tidak lulus seperti sebelumnya. Semoga aku terus bisa merapat padaNya setiap kali ada yang mengganggu tenang jiwaku. Karena kalau hanya ada Allah dalam hati, tak akan ada yang bisa mengganggu ketenangan jiwa.

Bismillah.. dengan modal dan bekal 49 tahun kini aku melangkah pasti menujuNya. Aku masih diberi umur, pasti ada maksudnya. Semoga Allah kuatkan, bimbing dan lengkapi aku, untuk terus melengkapi bekal, dan menjadi jiwa tenang yang dikumpulkanNya dalam surga FirdausNya suatu hari nanti. Aamiin yra.

Terima kasih untuk suamiku, orang tuaku, keluargaku, semua saudara, sahabat, teman, mentor, coach, sparring partner, guru, asisten. Terima kasih untuk melangkah bersama dalam rentang masa ini. I love you all. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun