Mohon tunggu...
indana zulfa
indana zulfa Mohon Tunggu... -

mahasiswi psikologi UIN MALIKI MALANG

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Peta dalam Otak

12 November 2014   19:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:58 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika kita membayangkan wajah teman lama kita, atau ketika kita membayangkan suatu peristiwa dalam novel yang kita baca merupakan contoh dari proses representasi pengetahuan secara visual. Visual di sini diartikan sebagai suatu gambaran dari pengetahuan yang kita memiliki. Dalam artikel ini saya akan membahas lebih jauh mengenai proses representasi pengetahuan secara visual tersebut.

Saat kita membicarakan representasi pengetahuan secara visual, pada umumnya yang kita bahas adalah perumpamaan atau pembayangan mental. Pembayangan mental itu sendiri diartikan sebagai sebuah representasi mental mengenai objek atau peristiwa yang tidak eksis pada saat terjadinya proses pembayangan, jadi objek atau peristiwa yang telah masuk dalam pengetahuan kita dapat kita bayangkan dalam pikiran meskipun objek atau peristiwa tersebut tidak ada di sekitar kita. Representasi secara visual ini sangat berguna untuk melatih keterampilan-keterampilan yang pada akhirnya membantu kita untuk beradaptasi secara langsung.

Sejarah dari munculnya topik pembahasan mengenai pembayangan mental terbagi menjadi tiga era, yaitu era filosofis, era pengukuran, dan era kognitif. Pada era filosofis pembayangan mental banyak diminati oleh para filsuf Yunani. Bayangan mental dianggap bahan baku utama dalam pembentukan pikiran dan dipercaya sebagai elemen-elemen pemikiran. Sedangkan dalam era pengukuran dan era kognitif, pembayangan mental telah diteliti lebih dalam melalui penelitian-penelitian yang diberikan kepada beberapa orang.

Setelah membahas sejarahnya, kita lanjut terhadap prosesnya. Tentu kita bertanya-tanya bagaimana informasi visual disimpan dan diambil kembali dari memori. Mengenai pertanyaan ini terdapat beberapa argumen yang diberikan, seperti yang mengatakan bahwa informasi visial tersebut disandikan sebagai suatu gambar internal yang dapat diaktifkan kembali dengan memanggil gambar tersebut. Adapula yang berargumen bahwa sejum;ah informasi disimpan secara visual dan sejumlah informasi lainnya disimpan dalam bentuk abstrak. Namun demeikian setelah mengadakan beberapa latian, para tokoh menyimpulkan tiga hipotesis utama dalam menjelaskan mengenai perumpamaan tersebut.

Hipotesis yang pertama adalah hipotesis penyandian ganda, yakni hipotesis mengenai keberadaan dua sandi dan dua sistem penyimpanan. Hipotesisi ini diteliti oleh Paivio dan rekan-rekannya, kemudia dari peneletiannya mereka menyimpulkan bahwa beberapa kata seperti meja, dan gajah bersifat lebih visual, dan beberapa kata lain seperti kebijaksanaan dan perbuatan cukup sulit divisualkan. Hipotesis ini menyimpulkan bahwa terdapat dua cara informasi direpresentasikan dalam memori, yakni imajinal dan verbal yang keduanya kadang saling meliputi satu sama lain selama pemrosesan informasi.

Hipotesis yang kedua adalah hipotesis Proposional-Konseptual. Hipotesis ini ditemukan oleh tokoh yang mengembangkan model HAM (Human Associative Memori) dalam pembahasan representasi secara bahasa yaitu Anderson dan Bower. Mereka mengkritik dan tidak menyutujui teori yang mengatakan bahwa terdapat istilah “gambar mental”, karena menurut mereka secara ilmiah tidak benar jika kita mengasumsikan bahwa memori atau jenis-jenis pengetahuan lainnya memiliki bentuk serupa dengan foto atau video yang dapat kita putar ulang, sebab sistem semacam itu akan memerlukan penyimpanan dan pengambilan yang melampaui kemampuan manusia. Oleh karena itu hipotesis proposional-konseptual menyatakan bahwa kita menyimpan interpretasi-interpretasi terhadap suatu peristiwa, bukan menyimpan citra atau gambarannya.

Hipotesis yang ketiga dan terakhir adalah hipotesis Ekuivalensi-Fungsional. Pada era 1970-an Shepard dan Metzler (1971) memperkenalkan sebuah istilah rotasi mental. Dalam penelitiiannya mengenai rotasi mental ini, menunjukkan adanya hubungan antara waktu yang diperlukan untuk merespon dengan derajat rotasi suatu benda. Mereka menemukan bahwa stimulus yang dirotasi hanya dalam derajat yang kecil akan menimbulkan waktu respons yang singkat, sedangkan stimulus yang dirotasi dalam derajat yang besar menimbulkan waktu respons yang lebih lama. Hal ini menunjukkan bahwa proses internal dalam mental atau pikiran kita berjalan teratur dari jumlah transformasi yang dibutuhkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun