Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan: Kita Semua Menyimpan Kerinduan yang Tak Sama

16 April 2021   05:00 Diperbarui: 16 April 2021   05:10 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sumber kerinduan kala Ramadan (Sumber: Dokpri)

Ramadan tiba, Ramadan tiba, Ramadan tiba ...

Sejak beberapa hari sebelum Ramadan tiba, anak lelaki saya sudah mulai sounding-sounding tentang kebiasaannya saat Ramadan tahun-tahun sebelumnya.

"Apakah masih ada orang yang jualan takjil, Mama?" tanyanya polos. Disusul dengan menyebutkan satu-satu jenis kue maupun minuman incarannya. Risoles, martabak mini, puding jeruk, thai tea.

Si anak lelaki ini pernah mengalami fase 'picky eater' dalam hidupnya, alias pilih-pilih makanan. Sekarang pun masih lumayan picky, tapi sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.

Jadi ceritanya pada suatu sore menjelang buka puasa pada Ramadan beberapa tahun lalu, saat ia diajak papanya beli takjil, saya takjub karena dia menyukai beberapa kudapan yang sebelumnya cuma diembus-embus saja lalu dicuekin. Oleh sebab itu, saya bebaskan ia membeli apa yang ia mau, karena toh yang ia pilih juga masih terbatas pada beberapa kudapan yang sudah saya sebut tadi. Risoles, martabak mini, puding jeruk, thai tea.

Ada juga beberapa jenis kudapan yang sempat ia sukai, lalu tak lagi disukai misalnya odading, donat, cake. Sedangkan kue atau kudapan buatan emaknya ini, Alhamdulillah masih ada beberapa yang dia suka dan kadang-kadang dia request.

Ngomongin kue, saya jadi teringat kebiasaan saya tiap Ramadan, yaitu membuat kue kering untuk stok lebaran. Ehm, niatnya sih untuk stok lebaran, tapi karena bikinnya nggak banyak, ya mana bisa bertahan sampai lebaran, hahaha.

Yah, walaupun misal hanya 1 resep dan hanya 1 jenis kue, rasanya tidak afdol jika Ramadan tidak bikin kue kering. Pokoknya kudu bikin walau sedikit. Buat saya, membuat kue kering saat Ramadan adalah tidak hanya secara kasat mata membuat kue -- namun artinya lebih dari itu. Secara batin, saya kembali ke masa-masa bulan Ramadan yang saya rindukan saat sering membantu Mama saya membuat kue kering.

Mama saya sekarang masih sehat, tapi beliau jauh di seberang samudera sana. Kalaupun misal saya tinggal berdekatan, sekarang beliau sudah tidak lagi membuat kue kering saat Ramadan. Membuat kue apalagi dalam jumlah besar sangat melelahkan untuk orang sepuh seperti Mama saya. Jangankan Mama saya, saya saja yang muda (muda, euy) -- mudah capek alias malas membuat kue berlama-lama.

Dulu, Mama saya biasanya sudah menyiapkan bahan-bahan pembuat kue kering termasuk keju tua klasik yang bentuknya bola tertutup lapisan merah -- untuk bikin kastengels (saya kalau bikin kastengels sekarang pakai keju cheddar biasa kemasan kotak, beli di IndoApril). Semua bahan sudah diperhitungkan oleh Mama saya sesuai jenis kue yang hendak dibuat, lalu mulai dieksekusi di bulan Ramadan. Kastengels, nastar, lidah kucing, jaanhagel, chocochips cookies, shcyumpjes, dan masih banyak lagi.

Kok, banyak banget jenisnya, emangnya Mamanya penjual kue?

Yes. Pada masanya, Mama saya memang pernah menerima pesanan masakan, kue basah, maupun kue kering. Mama saya memang jago memasak dan baking, tidak seperti saya. Seiring berjalannya waktu ditambah kesibukan yang semakin banyak, Mama hanya membuat kue untuk keluarga. Dan special membuat sendiri kue kering untuk lebaran.

Saat membantu Mama membuat kue, saya sangat menikmati bagaimana mengaduk adonan, mencetak kue berbagai bentuk, memberi topping, memanggang, mencium harum kue menguar di udara, lalu mencoba hasil panggangan pertama. Mak krrreesshhh ... nikmatnya. Selain itu, tentu saja kebersamaan dengan Mama selama memroses kue, yang kala itu terasa biasa - kini sungguh kadang memunculkan rindu.

Kerinduan itulah yang membuat saya terpanggil untuk selalu menyempatkan diri membuat kue kering di saat Ramadan.

Kue kering meises bikinan saya (Sumber: Dokpri)
Kue kering meises bikinan saya (Sumber: Dokpri)

Memang, saya tidak sekuat Mama saya yang pada saat beliau seumur saya sekarang, masih sanggup memanggang beberapa jenis kue kering. Saya paling banter 2 atau 3 jenis saja. Cukuplah untuk menuntaskan kerinduan. Cukup juga untuk membuat anak dan suami senang bisa makan kue kering buatan saya. Jika masih ingin makan kue kering lagi, bisa beli di tempat lain sekalian amal. Hahaha, alasannya mulia banget amal, padahal malas bikin kue banyak-banyak. Bikin kue itu capek soalnya. Saya lebih milih nulis banyak-banyak, dari pada bikin kue banyak-banyak.

 Apa nggak kepingin anak-anak memiliki kerinduan yang sama kelak kalau mereka besar? Rindu memanggang kue saat Ramadan bersama Mama, gitu.

Ah, tidak. Anak saya bukan saya. Mereka merekam pengalaman yang berbeda dengan saya. Mereka hidup di dunia yang serba praktis dan instan yang berbeda dengan  zaman saya seumur mereka dulu. Saya sudah senang sekali jika saat mereka menjalani Ramadan bersama pasangan hidup dan anak-anak  mereka kelak, muncul kerinduan untuk buka dan sahur bersama Mama dan Papanya, kerinduan tarawih bersama, atau sekadar rindu omelan saya membangunkan mereka sahur. Tapi sekali lagi, kerinduan dan kenangan itu sesuatu yang tidak bisa dipaksakan - dan kita semua, masing-masing memiliki kerinduan yang tak sama. **

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun