Mohon tunggu...
Indah Dwi Rahayu
Indah Dwi Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Semesta Membaca Tinta yang Tertoreh

If I might share my opinion, this world is hell, and our task is to create our own heaven - Eka Kurniawan, Beauty Is a Wound.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Internet Sehat Harusnya Tak Langgengkan Informasi Hoaks

16 Desember 2020   18:51 Diperbarui: 16 Desember 2020   19:03 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.istockphoto.com/

Semenjak kehadiran media sosial di kehidupan kita, muncul julukan baru bagi penggunanya yakni netizen. Segerombolan manusia yang hobi mengangkat isu di sekitar. Berbekal gadget, mereka berlomba-lomba untuk menjadi viral.

Yang lebih parahnya lagi, netizen seringkali hobi membuat judul yang asal-asalan hingga mengakibatkan pembaca menelan mentah-mentah judul dari konten tersebut tanpa menitik beratkan fakta. Dan, dari sanalah hoaks lahir. 

Menurut data Puslitbang Aplikasi Informatika dan Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Tahun 2018, melalui survey Mastel (2017) mengungkapkan bahwa dari 1.146 responden, 44,3% diantaranya menerima berita hoaks setiap hari dan 17,2% menerima lebih dari satu kali dalam sehari. 

Menurut survey CIGI melalui IPSOS MORI 2019, sebanyak 84% responden Indonesia menyebut pernah menemukan kabar bohong di Facebook. Hanya 12% yang tidak pernah menerima penyebaran hoaks di media sosial tersebut. Sementara itu, 4% responden lainnya tidak pernah menggunakan Facebook.

Hoaks pun terjadi di tengah pandemi Covid-19 terjadi di negara ini. Tim AIS Ditjen Aptika menunjukkan 1.401 konten hoaks dan disinformasi Covid-19 beredar di masyarakat.

Sangat disayangkan, generasi instan malah yang bermunculan setelah kehadiran internet. Padahal, dengan hadirnya internet, masyarakat seharusnya mampu menjadi manusia yang kritis dalam menerima informasi. 

Salah satunya melalui penggunaan media sosial yang seharusnya menjadi sarana untuk menyerap informasi positif dan mencerdaskan segala elemen masyarakat. Namun sayangnya, distorsi oleh kelompok-kelompok tak bertanggung jawab inilah yang menjadikan media sosial sebagai ruang untuk doktrin dan menebar kebencian atau hate speech. Tak jarang, informasi yang muncul di media sosial tak memiliki sumber yang akurat.

Lalu bagaimana dengan media massa? Media ini masih diyakini sebagai media informasi yang berfungsi memberikan informasi dan edukasi pada publik. Sayangnya, media massa di masa kini konon sering digunakan oleh kelompok tertentu untuk dijadikan alat propaganda melawan suatu oknum dengan menyebarkan hoaks. 

Tentu, fenomena ini meruntuhkan nilai-nilai jurnalistik dan dunia kewartawanan. Pasalnya, Undang-Undang No.40 Tahun 1999 Pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa "pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial". 

Artinya, sebagai salah satu pilar demokrasi, media massa memiliki kewajiban untuk mencerahkan masyarakat melalui pengetahuan dan informasi. Sehingga nantinya bermuara pada kecerdasan, kritis, dan melek informasi di berbagai elemen. Namun, dengan merebaknya wabah hoaks dewasa ini, telah mencoreng kemuliaan fungsi dari media tersebut. 

Bahkan, menurut data Puslitbang Aplikasi Informatika dan Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Tahun 2018 disebutkan media arus utama juga menjadi saluran penyebaran hoaks, masing-masing sebesar 1,20% (radio), 5% (media cetak) dan 8,70% (televisi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun