Mohon tunggu...
Inayat
Inayat Mohon Tunggu... Swasta - Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat

Hobby menulis hal hal yang bersifat motivasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saat Harus Menjadi Tuli demi Menutupi Aib Orang Lain

31 Januari 2023   07:25 Diperbarui: 31 Januari 2023   07:33 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Kalam SINDO news,  15 Desember 2021

Saat Harus Menjadi Tuli

Demi Menutupi Aib Orang Lain

Memiliki keberanian  untuk mengunyah kekurangan orang lain itu hal biasa bahkan terkesan sangat mudah siapapun bisa termasuk anak kecil sekalipun , begitu pula membincangkan orang lain tidak termasuk istimewa karena siapapun bisa melakukannya , memilik keberanian mengejek dan menghujat itu tidak terlalu sulit, akan tetapi  tidak sembarang orang yang memilki kemampuan melihat kekurangan diri, sebagaimana tidak sembarang pula orang yang memiliki kemampuan untuk menutupi aib atau kekurangan orang lain sikap ini hanya dimiliki oleh orang-orang memiliki kedewasaan ruhani yang meninggi, memiliki jiwa yang selalu merunduk tawadhu', memiliki  kelembutan jiwa, lembut cara berpikirnya, lembut amalnya dan lembut juga cara memutuskannya karena atas pertimbangan untuk orang lain sejatinya kelembutannya akan  mengubah orang lain meski  tidak terucap, namun  amalnya menjadi sangat berarti bagi orang lain yang melihat dan merasakannya, amal baiknya  menjadi dalil bagi orang lain yang mengestafetkan dan dikenang sepanjang sejarah.

Itulah manusia pilihan sebagaimana kisah inspiratif dari sebuah keputusan yang dialami oleh seorang Imam besar Hatim Al-Asham (wafat 237 H) harus rela mendapatkan julukan AL_ASHAM (Tuli) Hatim Al-Asham dikenal sebagai  ulama yang sangat santun, sederhana,  dan dermawan, namun perlu diketahui bahwa sejatinya Al-asham  tidak tuli ini terjadi dilatar belakangi atas keputusan pribadi yang harus berpura-pura tuli karena ingin menjaga kehormatan orang lain ketika seorang perempuan datang kepadanya untuk meminta pembelajaran  namun tanpa disengaja  perempuan itu mengeluarkan kentut dengan suara yang keras di hadapan sang Imam tentu saja perempuan itu wajahnya seketika pucat pasi karena malu terhadap Imam melihat keondisi ini  Imam Hatim Al-Asham seketika mengubah keadaan  dengan berpura-pura tuli seolah tidak mendengar kentut perempuan itu. "tolong keraskanlah suaramu karena aku sama sekali tidak mendengar apa yang engkau bicarakan, ini dilakukan  agar perempuan itu menyangka bahwa Hatim tidak mendengar kentutnya yang membuatnya salah tingkah, dan perempuan itu mengulangi ucapannya dengan suara keras dan Imam Hatim pun menjawabnya dengan suara agak keras pula. Setelah urusan mereka beres, perempuan itu pulang dengan hati yang sangat bahagia disamping menerima jawaban atas permasalahan yang diajukan  tetapi juga  mengganggap suara kentutnya tidak didengar oleh guru besar Khurasan.

Dari peristiwa tersebut  hingga 15 tahun, Imam Hatim Al Asham harus merelakan dirinya disebut ulama tuli, dan selama itu pula tidak ada seorangpun yang menceritakan kepada perempuan itu bahwa sebenarnya pendengaran Imam Hatim Al-Asham normal layaknya orang lain, begitulah betapa tingginya adab ulama terdahulu selama 15 tahun menahan untuk pura-pura tuli demi menjaga nama baik dan perasaan perempuan itu. Setelah perempuan itu meninggal dunia, Imam Hatim tidak berpura-pura tuli lagi. Ketika Imam Hatim ditanya oleh orang lain, beliau menjawabnya dengan mudah, tetapi selalu mengatakan: "Berbicaralah yang keras!". Kata-kata menjadi kebiasaannya karena 15 tahun lamanya ia selalu mengucapkan itu kepada siapa saja yang menjadi lawan bicaranya. Sejak peristiwa itu, Imam Hatim pun diberi gelar Al-Asham yang artinya si tuli, dan bukan perkara mudah memutuskan  pura-pura tuli tetapi bagi Imam Hatim mudah saja  mengorbankan  dirinya disebut sebagai ulama tuli hanya untuk menjaga  nama baik orang lain.  (Sumber dari  Tadzkirotul Auliya). Wallahu A'lamu...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun