Halo, teman-teman Kompasianer.
Pernah nggak sih kalian merasa jadi orang paling ‘update’ karena udah baca berita heboh di media sosial, eh… nggak lama kemudian baru sadar itu hoaks? Aku pernah. Malu? Iya. Tapi lebih dari itu, aku juga ngerasa kesel sama diri sendiri. Kok bisa-bisanya masih ketipu, padahal udah sering diingetin untuk hati-hati.
Dan ternyata, banyak dari kita—yang bahkan merasa udah melek literasi digital—masih bisa dengan mudah jadi korban hoaks tanpa sadar. Karena faktanya, hoaks masih jadi bagian dari keseharian kita. Ia menyamar di antara judul-judul clickbait, menyelundup di akun-akun anonim, dan membungkus narasi-narasi yang mengaduk-aduk emosi. Dan sialnya, kadang kita tidak sadar sedang jadi bagian dari rantai penyebarannya.
Kasus JKW Mahakam: Hoaks yang Menjebak
Contoh paling fresh? Kasus viral tentang kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana. Jujur ya, pertama kali baca, aku langsung mikir, “Wah, serius nih? Masa iya sih kapal itu punya Pak Jokowi dan dipakai buat angkut nikel dari Raja Ampat?” Aku sempat kaget, marah, campur bingung. Tapi untung belum sempat aku share ke siapa-siapa.
Beberapa hari kemudian, baru deh muncul klarifikasi dari berbagai pihak. Media kredibel seperti Kompas.com dan Bisnis.com turun tangan. Ternyata kapal itu bukan milik mantan presiden atau keluarganya, bukan juga kapal pengangkut nikel, tapi batu bara serta wilayah operasinya bukan di Raja Ampat, tapi Kalimantan.
Waktu baca fakta-fakta itu, aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Betapa mudahnya nama bisa diplintir oleh segerombolan akun anonim. Betapa cepatnya kita bisa percaya tanpa periksa. Dan betapa besar potensi kerusakan yang bisa ditimbulkan oleh sebuah hoaks—bukan cuma buat reputasi seseorang, tapi juga buat usaha orang lain yang bisa berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan.
Kita Semua Bisa Kena Hoaks: Jangan Merasa Kebal
Masalahnya, hoaks itu bukan cuma soal ketidaktahuan, tapi juga soal kecepatan dan emosi. Kita terlalu gampang marah, terlalu pengen jadi yang pertama tahu dan pertama share. Dan di situlah jebakan hoaks menunggu dalam relung gelap mata akibat terbakar api emosi.
Yang bikin serem, hoaks zaman sekarang itu pintar banget. Dia dibungkus dengan narasi yang kayaknya logis, kadang disertai “bukti” foto atau video, lengkap dengan cap “bongkar skandal” atau “fakta tersembunyi”. Padahal, semua bisa dimanipulasi. Tautkan saja gambar kapal dengan narasi dan diksi yang membakar emosi, jadi lah sebuah hoaks yang viral.