Bahkan, seorang ulama Maroko, Ahmaed Al-Raissouni --pakar Maqashid al-Syari’ah-- menjelaskan seperti ini, "Iqamah al-tarawih fi al-masajid sunnah al-dhu’afa’, wa iqamatiha fi al-buyut sunnah al-aqwiya’ (Melaksanakan salat Tarawih di masjid merupakan kebiasaan orang-orang lemah, sedangkan melaksanakannya di rumah merupakan kebiasaan orang-orang kuat)."
Maksudnya, beliau menjelaskan term 'lemah' dan 'kuat' yang dimaksudkan dalam ungkapan tersebut adalah berkaitan dengan iman. Orang 'lemah' yang dimaksud adalah mereka yang salat Tarawih untuk dilihat orang (berjamaah di masjid). Jika ia tidak ke masjid, ia tidak melaksanakannya. Sedangkan, orang 'kuat' adalah mereka yang konsisten beribadah, baik tatkala pandemi (di rumah) atau pun dalam kondisi normal.
Pada intinya, bulan Ramadan kali ini akan mendidik kita agar menjadi orang-orang kuat, terutama kuat iman. Apakah mereka yang dulunya salat Tarawih di masjid, masih tetap salat pada masa ini di rumah? Tentu, iman yang akan menjawabnya. Belum lagi, kesiapan lelaki (ayah) untuk menjadi imam salat Tarawih, "Apakah sanggup?"
Kesimpulannya, salat Tarawih tetap harus dilaksanakan, sekalipun di rumah. Semoga rumah-rumah kita, terkhsus bagi umat muslim tidak seperti 'kuburan' pada bulan Ramadan ini.